Harian ini, dalam beberapa hari terakhir,
gencar memberitakan keterbongkaran kasus pengoplosan pupuk bersubsidi
menjadi nonsubsidi di Kabupaten Tegal. Personel Satreskrim Polres Tegal
menggerebek gudang di Ralan Raya Dampyak Kecamatan Kramat dan menyita 482
karung berisi pupuk, bahan kimia, serta dua unit molen. Saifulloh (34),
warga Tembongkramat Kecamatan Jatibarang Brebes, diduga sebagai
pemiliknya (SM, 5/4/13)
Secara kasat mata kue pembangunan yang
diberikan pemerintah berupa anggaran subsidi sarana produksi guna
meringankan beban petani selalu diselewengkan oleh oknum tidak
bertanggung jawab. Komisi IV DPR mencatat tidak kurang dari 400 kasus
penyelewengan pupuk bersubsidi.
Pada Juni 2012, petugas Bea dan Cukai
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menggagalkan penyelundupan 20 kontainer
pupuk bersubsidi ke Malaysia. Pada September tahun yang sama kembali
digagalkan upaya penyelundupan 4 kontainer pupuk urea bersubsidi ukuran
20 kaki ke Malaysia di Pelabuhan Tanjung Priok.
Ternyata upaya membunuh petani di negeri
ini masih terus berlangsung. Lewat artikel beberapa tahun lalu,
budayawan Jakob Sumardjo menulis bangsa ini telah ”membunuh” para petani
sejak industri agrikultur tahun 1830. Sumber hidup bangsa yang
telah berabad-abad itu dimatikan oleh kaum penjajah pada abad ke-19, lalu
dilanjutkan bangsa sendiri setelah kemerdekaan.
Selain dengan ”merampok” kue pembangunan
yang ditujukan kepada petani, upaya membunuh itu juga dilakukan dengan
cara membanjiri negeri ini dengan produk pangan impor. Kunjungan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono ke Desa Tuwel Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal
belum lama ini, sengaja dimanfaatkan oleh petani sayuran untuk
menumpahkan keluh-kesah tentang impor sayuran yang tak terkendali.
Peningkatan impor dan penyelundupan
bawang putih mengubur kisah sukses petani Tuwel. Tidak ada lagi hamparan
ratusan, bahkan ribuan hektare tanaman bawang putih di kanan kiri jalan
menuju objek wisata air panas Guci seperti era 1980-an. Tak ada lagi
komunitas arisan haji, simbol kemakmuran warga desa yang dulu selalu
memberangkatkan minimal dua pasang anggota untuk berhaji. Saat ini
tinggal bangunan masjid megah hasil swadaya petani yang menjadi saksi
bisu kisah sukses petani bawang putih Tuwel.
Efek
Jera
Dalam beberapa hal, upaya perlindungan
terhadap petani sekarang ini masih belum optimal. Kita berharap kasus
penyimpangan pupuk bersubsidi itu segera diproses agar ada efek jera bagi
pelaku, termasuk tak ada pihak yang meniru. Menjadi kepentingan kita
bersama agar RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang saat ini
dibahas DPR, cepat disahkan. Draf rancangan regulasi itu sudah lebih dari
setahun berada di tangan parlemen.
Pasal 1 Butir (2) rancangan regulasi itu
menyebutkan bahwa perlindungan petani adalah segala upaya untuk membantu
petani menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana
produksi, ketersediaan lahan, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan
panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim.
Petani juga harus dilindungi dari praktik
usaha tidak sehat seperti kartel. Kartelis selalu memainkan jurus busuk untuk
memainkan harga pangan. Akibatnya, struktur pasar timpang, distortif,
monopolistik, dan oligopolistik. Sering terjadi kelangkaan kebutuhan
pokok yang membuat harga bergejolak tanpa penyebab jelas. Mekanisme pasar
lumpuh, hukum penawaran dan permintaan tak berjalan dengan baik.
Saatnya lembaga otoritas pangan yang
kuat, profesional, dan independen sebagai amanat UU Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan, segera diwujudkan. Melalui penguatan jaringan dengan
pelaku usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, jurus kartelis dapat
dilumpuhkan. Melalui mekanisme pasar yang bebas distorsi, sehat, dan
adil, harga pangan terjangkau daya beli warga, dan kesejahteraan petani
meningkat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar