Suatu
pagi saat mendengarkan radio bergenre remaja, Penulis tertarik dengan
“kicauan” sang penyiar soal UN (Ujian Nasional). Ternyata seminggu
menjelang pelaksanaan UN tingkat SMU yang dilaksanakan 15–18 April ini,
status media sosial para remaja yang tersambung ke radio tersebut
dipenuhi permintaan maaf mereka yang akan melaksanakan UN.
Entah dasar
apa permintaan maaf ini menjadi trending
topic di media sosial menjelang UN dilaksanakan. Namun, fenomena
tersebut selalu terjadi di beberapa waktu menjelang UN. UN merupakan
sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah di Indonesia dan
persamaan mutu tingkat pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
Hampir setiap
tahun UN selalu menjadi bagian cerita horor para pelajar tingkat akhir,
bahkan juga guru dan para orang tua. Banyak cara yang dilakukan agar UN
tak menjadi cerita menakutkan. Misalnya, cerita seorang sahabat tentang
kisahnya mengikuti acara muhasabah yang diadakan SMU tempat anaknya
sekolah. Hari itu dikumpulkanlah para siswa kelas tiga di ruangan aula
beserta orang tua murid dan para guru serta beberapa pihak terkait.
Hampir 80% orang tua siswa kelas tiga di sekolah itu datang dan pada
umumnya adalah para ibu.
Sebagaimana
muhasabah, acara ditutup dengan doa dan ini menurutnya yang menjadi
klimaks acara. “Pokoknya pas doa di
akhir acara, suasananya sangat dramatis, banyak yang nangis, dan aku rasa
itu seperti acara tobat massal gitu deh”, begitu deskripsinya tentang
acara tersebut. Dia tak sendiri, beberapa teman yang anak-anaknya akan
menghadapi UN pun mengalami hal ini baik UN SD atau SMP, sama saja.
Penulis tinggal di lingkungan yang berdekatan dengan SD dan SMP.
Dan beberapa
waktu lalu, di SD itu pun berlangsung muhasabah yang ditutup acara doa
dan tangisan semua peserta, guru, dan beberapa orang tua. Lalu, apakah
sebegitu hororkah UN tersebut sehingga membuat siapa saja yang terkait
dengannya panik, bahkan stres? Kemarin penulis mengobrol dengan seorang
ABG berseragam SMA yang terlihat galau dan kacau di beberapa hari
menjelang akan mengikuti UN.
Dia adalah
anak seorang sahabat yang menceritakan banyak kisah teman-temannya dalam
menghadapi UN, terutama tentang beberapa perubahan sistem yang semakin
membuat UNmenakutkan. Ada perubahan sistem pelaksanaan UN tahun ini,
salah satunya dengan istilah Paket 20. Kalau tahun lalu, Kemendikbud
mengeluarkan lima paket soal untuk UN, tahun ini bertambah menjadi 20
paket soal.
Karena itu,
dalam satu ruang ujian yang terdiri dari 20 peserta ujian, soal yang
diterima siswa akan berbeda satu sama lain. Selain itu, lembar jawaban UN
juga tertera barcode yang mengindikasikan kode naskah soal UN. Ceritanya
ini adalah salah satu cara perbaikan yang dilakukan pemerintah untuk
mengantisipasi kecurangan yang dilakukansiswaatausekolahbersangkutan saat
ujian.
Apakah
separah itu kisahnya? Kembali penulis bertanya. Rasanya tidak, karena
pengalaman penulis menjadi Tim Pengawas Independen pada pelaksanaan UN
2010 lalu, dengan dua pengawas di setiap kelas, kecil kemungkinan siswa
akan menyontek satu sama lain. Apalagi, sebelumnya sudah ada berbagai
aturan yang disampaikan pengawas di setiap kelas sebelum UN dimulai.
Misalnya, mematikan perangkat handphone
dan sejenisnya, tidak boleh keluar ruangan selama ujian berjalan dan
sebagainya.
Berikan Ruang Positif pada UN
Muhasabah dan
sejenisnya yang digelar sekolah menjelang pelaksanaan UN, tentu saja
dimaksudkan baik. Ada doa dan motivasi agar para siswa siap menghadapi UN
dengan tenang, santai dan tidak panik. Sebab, sebenarnya UN bukanlah
sesuatu yang menakutkan. UN adalah sebuah proses akhir yang harus diikuti
dan sudah disiapkan selama rentang 6 tahun (untuk SD) dan 3 tahun (untuk
SMP dan SMA) oleh setiap siswa, guru juga orang tua.
Karenanya,
mari memberikan banyak ruang yang positif pada pelaksanaan UN.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis, Allah berfirman “Aku tergantung persangkaan hamba-Ku
pada diri-Ku, dan Aku bersamanya apabila ia mengingat-Ku”. Dalam
konteks yang ilmiah, hadis ini kita kenal juga dengan hukum tarik menarik
(law attraction) yang beberapa
waktu lalu begitu dikenal melalui buku The Secret.
Rhonda Byrne
dalam bukunya menjelaskan pikiran menentukan frekuensi Anda dan perasaan
segera mengatakan frekuensi Anda di mana. Ketika Anda merasa buruk, Anda
berada difrekuensiyangmenarikbanyak hal buruk. Ketika Anda merasa baik,
Anda menarik sepenuhnya lebih banyak hal baik kepada Anda (Byrne,
2007:49). Hukum ini memiliki sifat universal dan netral. Di mana alam
semesta hanya merespon sapa yang dipikirkan manusia.
Tidak peduli,
apakah yang dipikirkan itu sesuatu yang diinginkan atau tidak, sesuatu
positif atau tidak, sesuatu itu baik atau buruk. Jadi, manusia harus
berhati-hati dengan yang apa yang dipikirkannya. Jika kita memikirkan
tentang kesusahan, akan datang lebih banyak kesusahan lagi. Jika
mengeluh, akan datang lebih banyak bencana lagi, begitulah sederhananya.
Dan mari kita lihat sisi yang aduhai dari dua huruf UN sehingga huruf
tersebut tidak menjadi skenario yang kelam dalam perjalanan belajar para
siswa.
Ambil
positifnya bahwa paket 20 adalah sebuah solusi agar peserta UN bisa
berkonsentrasi pada soalnya saja. Ini memberi ruang bagi setiap siswa
untuk tidak mengurangi waktunya melakukan hal-hal tak penting selama ujian
berlangsung. Bahwa ini juga sebuah cara untuk meminimalisasi celah dosa
yang dilakukan oleh para kreator yang terlalu kreatif membuat jalan
kecurangan melalui sebaran SMS dan sejenisnya yang membuat pikiran siswa
terbelah antara menyontek dan mengerjakan sendiri.
Bahwa
pemakaian barcode adalah sesuatu yang keren yang membuatmu beda dari
lulusan tahun sebelumnya. Jadi, jangan jadikan penanda soal ini sebagai
sebuah masalah besar. Toh, selama tetap berada pada jalur yang
seharusnya, barcode atau apapun bentuknya bukan sebuah penghalang dalam
pelaksanaan ujian. Selalu berpikir positif dan benar adalah salah satu
cara mengendalikan pikiran dan perasaan untuk tetap memancarkan gelombang
positif.
Berikan
harapan positif pada UN yang akan dijalankan, karena Byrne (2007:109)
menyimpulkan bahwa harapan adalah daya tarik yang kuat, “harapkan hal-hal yang anda inginkan,
dan jangan mengharapkan hal-hal yang tidak anda inginkan”. So..- mari
memositifkan UN, mengubah genre horornya menjadi genre drama yang happy ending. Selamat UN anak-anakku, sukses untuk langkahmu.... ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar