Selasa, 16 April 2013

UN Bukan Cerita Horor


UN Bukan Cerita Horor
Rita Gani   Dosen Ilmu Jurnalistik Fikom Unisba,
Kandidat Doktor Ilmu Komunikasi Unpad 
KORAN SINDO, 16 April 2013

  
Suatu pagi saat mendengarkan radio bergenre remaja, Penulis tertarik dengan “kicauan” sang penyiar soal UN (Ujian Nasional). Ternyata seminggu menjelang pelaksanaan UN tingkat SMU yang dilaksanakan 15–18 April ini, status media sosial para remaja yang tersambung ke radio tersebut dipenuhi permintaan maaf mereka yang akan melaksanakan UN. 

Entah dasar apa permintaan maaf ini menjadi trending topic di media sosial menjelang UN dilaksanakan. Namun, fenomena tersebut selalu terjadi di beberapa waktu menjelang UN. UN merupakan sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah di Indonesia dan persamaan mutu tingkat pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 

Hampir setiap tahun UN selalu menjadi bagian cerita horor para pelajar tingkat akhir, bahkan juga guru dan para orang tua. Banyak cara yang dilakukan agar UN tak menjadi cerita menakutkan. Misalnya, cerita seorang sahabat tentang kisahnya mengikuti acara muhasabah yang diadakan SMU tempat anaknya sekolah. Hari itu dikumpulkanlah para siswa kelas tiga di ruangan aula beserta orang tua murid dan para guru serta beberapa pihak terkait. Hampir 80% orang tua siswa kelas tiga di sekolah itu datang dan pada umumnya adalah para ibu. 

Sebagaimana muhasabah, acara ditutup dengan doa dan ini menurutnya yang menjadi klimaks acara. “Pokoknya pas doa di akhir acara, suasananya sangat dramatis, banyak yang nangis, dan aku rasa itu seperti acara tobat massal gitu deh”, begitu deskripsinya tentang acara tersebut. Dia tak sendiri, beberapa teman yang anak-anaknya akan menghadapi UN pun mengalami hal ini baik UN SD atau SMP, sama saja. Penulis tinggal di lingkungan yang berdekatan dengan SD dan SMP. 

Dan beberapa waktu lalu, di SD itu pun berlangsung muhasabah yang ditutup acara doa dan tangisan semua peserta, guru, dan beberapa orang tua. Lalu, apakah sebegitu hororkah UN tersebut sehingga membuat siapa saja yang terkait dengannya panik, bahkan stres? Kemarin penulis mengobrol dengan seorang ABG berseragam SMA yang terlihat galau dan kacau di beberapa hari menjelang akan mengikuti UN. 

Dia adalah anak seorang sahabat yang menceritakan banyak kisah teman-temannya dalam menghadapi UN, terutama tentang beberapa perubahan sistem yang semakin membuat UNmenakutkan. Ada perubahan sistem pelaksanaan UN tahun ini, salah satunya dengan istilah Paket 20. Kalau tahun lalu, Kemendikbud mengeluarkan lima paket soal untuk UN, tahun ini bertambah menjadi 20 paket soal. 

Karena itu, dalam satu ruang ujian yang terdiri dari 20 peserta ujian, soal yang diterima siswa akan berbeda satu sama lain. Selain itu, lembar jawaban UN juga tertera barcode yang mengindikasikan kode naskah soal UN. Ceritanya ini adalah salah satu cara perbaikan yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi kecurangan yang dilakukansiswaatausekolahbersangkutan saat ujian. 

Apakah separah itu kisahnya? Kembali penulis bertanya. Rasanya tidak, karena pengalaman penulis menjadi Tim Pengawas Independen pada pelaksanaan UN 2010 lalu, dengan dua pengawas di setiap kelas, kecil kemungkinan siswa akan menyontek satu sama lain. Apalagi, sebelumnya sudah ada berbagai aturan yang disampaikan pengawas di setiap kelas sebelum UN dimulai. Misalnya, mematikan perangkat handphone dan sejenisnya, tidak boleh keluar ruangan selama ujian berjalan dan sebagainya. 

Berikan Ruang Positif pada UN 

Muhasabah dan sejenisnya yang digelar sekolah menjelang pelaksanaan UN, tentu saja dimaksudkan baik. Ada doa dan motivasi agar para siswa siap menghadapi UN dengan tenang, santai dan tidak panik. Sebab, sebenarnya UN bukanlah sesuatu yang menakutkan. UN adalah sebuah proses akhir yang harus diikuti dan sudah disiapkan selama rentang 6 tahun (untuk SD) dan 3 tahun (untuk SMP dan SMA) oleh setiap siswa, guru juga orang tua. 

Karenanya, mari memberikan banyak ruang yang positif pada pelaksanaan UN. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis, Allah berfirman “Aku tergantung persangkaan hamba-Ku pada diri-Ku, dan Aku bersamanya apabila ia mengingat-Ku”. Dalam konteks yang ilmiah, hadis ini kita kenal juga dengan hukum tarik menarik (law attraction) yang beberapa waktu lalu begitu dikenal melalui buku The Secret. 

Rhonda Byrne dalam bukunya menjelaskan pikiran menentukan frekuensi Anda dan perasaan segera mengatakan frekuensi Anda di mana. Ketika Anda merasa buruk, Anda berada difrekuensiyangmenarikbanyak hal buruk. Ketika Anda merasa baik, Anda menarik sepenuhnya lebih banyak hal baik kepada Anda (Byrne, 2007:49). Hukum ini memiliki sifat universal dan netral. Di mana alam semesta hanya merespon sapa yang dipikirkan manusia. 

Tidak peduli, apakah yang dipikirkan itu sesuatu yang diinginkan atau tidak, sesuatu positif atau tidak, sesuatu itu baik atau buruk. Jadi, manusia harus berhati-hati dengan yang apa yang dipikirkannya. Jika kita memikirkan tentang kesusahan, akan datang lebih banyak kesusahan lagi. Jika mengeluh, akan datang lebih banyak bencana lagi, begitulah sederhananya. Dan mari kita lihat sisi yang aduhai dari dua huruf UN sehingga huruf tersebut tidak menjadi skenario yang kelam dalam perjalanan belajar para siswa. 

Ambil positifnya bahwa paket 20 adalah sebuah solusi agar peserta UN bisa berkonsentrasi pada soalnya saja. Ini memberi ruang bagi setiap siswa untuk tidak mengurangi waktunya melakukan hal-hal tak penting selama ujian berlangsung. Bahwa ini juga sebuah cara untuk meminimalisasi celah dosa yang dilakukan oleh para kreator yang terlalu kreatif membuat jalan kecurangan melalui sebaran SMS dan sejenisnya yang membuat pikiran siswa terbelah antara menyontek dan mengerjakan sendiri. 

Bahwa pemakaian barcode adalah sesuatu yang keren yang membuatmu beda dari lulusan tahun sebelumnya. Jadi, jangan jadikan penanda soal ini sebagai sebuah masalah besar. Toh, selama tetap berada pada jalur yang seharusnya, barcode atau apapun bentuknya bukan sebuah penghalang dalam pelaksanaan ujian. Selalu berpikir positif dan benar adalah salah satu cara mengendalikan pikiran dan perasaan untuk tetap memancarkan gelombang positif. 

Berikan harapan positif pada UN yang akan dijalankan, karena Byrne (2007:109) menyimpulkan bahwa harapan adalah daya tarik yang kuat, “harapkan hal-hal yang anda inginkan, dan jangan mengharapkan hal-hal yang tidak anda inginkan”. So..- mari memositifkan UN, mengubah genre horornya menjadi genre drama yang happy ending. Selamat UN anak-anakku, sukses untuk langkahmu.... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar