Sudah Kubilang, KPK Berani
Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum Konstitusi
|
KORAN SINDO, 06
Februari 2016
Banyak orang yang
kaget, tapi senang dan salut sekaligus. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang sekarang dipimpin lima komisioner dan diketuai Agus Raharjo ini ternyata
berani melakukan langkah-langkah tegas menindak koruptor.
Mereka juga berani
unjuk kekuatan dengan gagah melawan keinginan yang berpusat di DPR untuk
merevisi UU KPK. Kaget karena ketika DPR memilih kelima komisioner tersebut
banyak yang pesimistis menganggap mereka hanya ayam sayur yang bisa diarah-arahkan
politisi. Ada juga yang menganggap mereka hanya orang-orang titipan yang
diberi misi untuk melemahkan KPK.
Ternyata kekhawatiran
itu tak beralasan. KPK kini berani menunjukkan dirinya sebagai lembaga yang
berani memerangi korupsi secara ofensif. Hari-hari ini KPK menjadi pusat
perhatian karena pimpinannya berani menyatakan penolakan terhadap rencana
revisi UU KPK yang dinilai oleh banyak kalangan sebagai upaya untuk
melemahkan KPK.
Mereka menyatakan
dengan tegas menolak rencana revisi itu karena 90% isinya berupa pelemahan
terhadap KPK. Dulu banyak yang khawatir, para komisioner KPK pilihan DPR dari
alternatif-alternatif yang disodorkan oleh sembilan Srikandi Pansel, (jangan-jangan)
hanya hadir untuk melemahkan, bahkan membunuh, KPK.
Pasalnya, selain track record mereka belum jelas dalam
belantara penegakan hukum, terlihat juga dari proses seleksi bahwa motivasi
dan kapasitas mereka agak diragukan. Di forum seleksi saat masih menjadi calon
komisioner, secara samar-samar mereka mengatakan setuju atas pengurangan
kewenangan KPK melalui perubahan UU KPK. Pada waktu itu upaya merevisi UU KPK
memang sedang sangat gencar berembus, terutama di DPR.
Rupanya para calon komisioner yang kemudian terpilih
menjadi komisioner ini pada saat itu melihat arah angin bahwa jika menolak
rencana revisi bisa terlempar sebagai calon pimpinan. Itulah sebabnya mereka
(mungkin berpura-pura) menyatakan tidak ada persoalan kalau UU KPK akan
direvisi, tidak masalah kalau kewenangan eksklusif KPK dipangkas, tidak
masalah kalau disebutkan bahwa tugas KPK itu hanya duduk manis mengerjakan
soal-soal administratif pendataan untuk mencegah korupsi.
Pokoknya, demi
kebaikan, asal bisa lolos dulu, mereka iyakan dulu apa pun yang dikatakan
para penyeleksinya di DPR. Toh nanti bisa melakukan tindakan-tindakan nyata
yang berbeda. ”Dipolitiki itu harus
balik memolitiki,” begitulah kira-kira analisis populernya. Benar, tak
lama setelah disahkan oleh sidang paripurna DPR, mereka mulai menunjukkan
taringnya.
Para komisioner itu
langsung bersuara bahwa kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan harus
dipertahankan. Tak lama setelah dilantik mereka juga langsung menangkap
tangan anggota DPR Dewi Yasin Limpo dalam sangkaan ”penukangan” rencana
proyek besar.
Langkah itu kemudian
disusul dengan penetapan Choel Mallarangeng sebagai tersangka untuk kasusnya
yang sudah agak lama mengendap di KPK. Selain itu terpidana korupsi
Nazaruddin digiring lagi ke pengadilan tipikor dalam kasus korupsi lain yang
telah lama menjadikannya sebagai tersangka.
Itu pun masih
dibarengi dengan penangkaptanganan anggota DPR Damayanti yang sangat
menghebohkan itu. Yang lebih menghebohkan, mereka mengirim penyidik KPK untuk
menggeledah ruangan anggota DPR yang ternyata berani membentak balik pimpinan
DPR yang membentak-bentaknya karena membawa Brimob.
Orang boleh saja
mengatakan bahwa yang dilakukan para komisioner baru itu bukanlah produk
pekerjaan mereka sendiri, melainkan sudah dimatangkan oleh pimpinan KPK
sebelumnya dan mereka tinggal melanjutkan untuk mengeksekusinya. Memang, tak
mungkinlah kalau hanya dalam hitungan hari menjabat mereka sudah bisa
memutuskan hal-hal yang berani seperti itu.
Tapi, harus diyakini,
seandainya para komisioner baru itu tak punya nyali atau mereka merasa
terikat dengan todongan misi dadakan saat fit
and proper test di DPR, tentulah mereka takkan melakukan tindakan-tindakan
yang bagus itu. Kalau tak punya nyali tentu mereka takkan membiarkan
keberlanjutan penangkapan, penersangkaan, penerdakwaan, dan penggeledahan
yang menghebohkan itu.
Nyatanya mereka
lakukan itu dengan gagah dan mereka mempertahankannya di depan publik.
Sekarang ini banyak aktivis prodemokrasi dan antikorupsi yang semula ragu,
bahkan pesimistis, mulai percaya dan memberi dukungan penguatan terhadap
pimpinan baru KPK ini. Agus Raharjo dan kawan-kawan baru ini mulai bisa
diacungi jempol sebagai apresiasi.
Sebenarnya sejak awal
saya memang melihat adanya harapan akan keberanian pimpinan KPK yang semula
dianggap lemah ini. Saya kemukakan bahwa KPK akan tetap berani karena dua
alasan. Pertama, mereka pasti mempunyai hati nurani sehingga tidak mungkin
melakukan langkah-langkah yang bertentangan dengan akal sehat publik.
Kedua, sistem di KPK
sudah berjalan cukup mantap sehingga siapa pun yang memimpin akan didorong
secara kuat untuk melakukan langkah- langkah yang tegas. Berdasar
pengalaman-pengalaman yang lalu pun, saat ada komisioner baru KPK, selalu
muncul pesimisme bahwa KPK akan lemah, tetapi yang terjadi kemudian adalah
sebaliknya.
Saat Taufikurrahman
Ruki dkk mengalahkan Marsillam Simanjuntak, saat Antasasri Azhar terpilih,
saat Abraham Samad mengalahkan Bambang Wijoyanto selalu muncul rasa
pesimistis bahwa KPK takkan efektif. Tapi begitu mereka resmi memimpin,
langkah-langkahnya selalu menggembirakan rakyat.
Mengapa? Karena mereka
punya hati nurani dan sistem di KPK dengan segala kewenangan eksklusifnya
sudah mantap. Sudah saya bilang, KPK akan berani karena pimpinannya pasti
punya hati nurani. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar