Senin, 08 Februari 2016

Sudah Kubilang, KPK Berani

Sudah Kubilang, KPK Berani

Moh Mahfud MD  ;   Guru Besar Hukum Konstitusi
                                               KORAN SINDO, 06 Februari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Banyak orang yang kaget, tapi senang dan salut sekaligus. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sekarang dipimpin lima komisioner dan diketuai Agus Raharjo ini ternyata berani melakukan langkah-langkah tegas menindak koruptor.

Mereka juga berani unjuk kekuatan dengan gagah melawan keinginan yang berpusat di DPR untuk merevisi UU KPK. Kaget karena ketika DPR memilih kelima komisioner tersebut banyak yang pesimistis menganggap mereka hanya ayam sayur yang bisa diarah-arahkan politisi. Ada juga yang menganggap mereka hanya orang-orang titipan yang diberi misi untuk melemahkan KPK.

Ternyata kekhawatiran itu tak beralasan. KPK kini berani menunjukkan dirinya sebagai lembaga yang berani memerangi korupsi secara ofensif. Hari-hari ini KPK menjadi pusat perhatian karena pimpinannya berani menyatakan penolakan terhadap rencana revisi UU KPK yang dinilai oleh banyak kalangan sebagai upaya untuk melemahkan KPK.

Mereka menyatakan dengan tegas menolak rencana revisi itu karena 90% isinya berupa pelemahan terhadap KPK. Dulu banyak yang khawatir, para komisioner KPK pilihan DPR dari alternatif-alternatif yang disodorkan oleh sembilan Srikandi Pansel, (jangan-jangan) hanya hadir untuk melemahkan, bahkan membunuh, KPK.

Pasalnya, selain track record mereka belum jelas dalam belantara penegakan hukum, terlihat juga dari proses seleksi bahwa motivasi dan kapasitas mereka agak diragukan. Di forum seleksi saat masih menjadi calon komisioner, secara samar-samar mereka mengatakan setuju atas pengurangan kewenangan KPK melalui perubahan UU KPK. Pada waktu itu upaya merevisi UU KPK memang sedang sangat gencar berembus, terutama di DPR.

Rupanya para calon komisioner yang kemudian terpilih menjadi komisioner ini pada saat itu melihat arah angin bahwa jika menolak rencana revisi bisa terlempar sebagai calon pimpinan. Itulah sebabnya mereka (mungkin berpura-pura) menyatakan tidak ada persoalan kalau UU KPK akan direvisi, tidak masalah kalau kewenangan eksklusif KPK dipangkas, tidak masalah kalau disebutkan bahwa tugas KPK itu hanya duduk manis mengerjakan soal-soal administratif pendataan untuk mencegah korupsi.

Pokoknya, demi kebaikan, asal bisa lolos dulu, mereka iyakan dulu apa pun yang dikatakan para penyeleksinya di DPR. Toh nanti bisa melakukan tindakan-tindakan nyata yang berbeda. ”Dipolitiki itu harus balik memolitiki,” begitulah kira-kira analisis populernya. Benar, tak lama setelah disahkan oleh sidang paripurna DPR, mereka mulai menunjukkan taringnya.

Para komisioner itu langsung bersuara bahwa kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan harus dipertahankan. Tak lama setelah dilantik mereka juga langsung menangkap tangan anggota DPR Dewi Yasin Limpo dalam sangkaan ”penukangan” rencana proyek besar.

Langkah itu kemudian disusul dengan penetapan Choel Mallarangeng sebagai tersangka untuk kasusnya yang sudah agak lama mengendap di KPK. Selain itu terpidana korupsi Nazaruddin digiring lagi ke pengadilan tipikor dalam kasus korupsi lain yang telah lama menjadikannya sebagai tersangka.

Itu pun masih dibarengi dengan penangkaptanganan anggota DPR Damayanti yang sangat menghebohkan itu. Yang lebih menghebohkan, mereka mengirim penyidik KPK untuk menggeledah ruangan anggota DPR yang ternyata berani membentak balik pimpinan DPR yang membentak-bentaknya karena membawa Brimob.

Orang boleh saja mengatakan bahwa yang dilakukan para komisioner baru itu bukanlah produk pekerjaan mereka sendiri, melainkan sudah dimatangkan oleh pimpinan KPK sebelumnya dan mereka tinggal melanjutkan untuk mengeksekusinya. Memang, tak mungkinlah kalau hanya dalam hitungan hari menjabat mereka sudah bisa memutuskan hal-hal yang berani seperti itu.

Tapi, harus diyakini, seandainya para komisioner baru itu tak punya nyali atau mereka merasa terikat dengan todongan misi dadakan saat fit and proper test di DPR, tentulah mereka takkan melakukan tindakan-tindakan yang bagus itu. Kalau tak punya nyali tentu mereka takkan membiarkan keberlanjutan penangkapan, penersangkaan, penerdakwaan, dan penggeledahan yang menghebohkan itu.

Nyatanya mereka lakukan itu dengan gagah dan mereka mempertahankannya di depan publik. Sekarang ini banyak aktivis prodemokrasi dan antikorupsi yang semula ragu, bahkan pesimistis, mulai percaya dan memberi dukungan penguatan terhadap pimpinan baru KPK ini. Agus Raharjo dan kawan-kawan baru ini mulai bisa diacungi jempol sebagai apresiasi.

Sebenarnya sejak awal saya memang melihat adanya harapan akan keberanian pimpinan KPK yang semula dianggap lemah ini. Saya kemukakan bahwa KPK akan tetap berani karena dua alasan. Pertama, mereka pasti mempunyai hati nurani sehingga tidak mungkin melakukan langkah-langkah yang bertentangan dengan akal sehat publik.

Kedua, sistem di KPK sudah berjalan cukup mantap sehingga siapa pun yang memimpin akan didorong secara kuat untuk melakukan langkah- langkah yang tegas. Berdasar pengalaman-pengalaman yang lalu pun, saat ada komisioner baru KPK, selalu muncul pesimisme bahwa KPK akan lemah, tetapi yang terjadi kemudian adalah sebaliknya.

Saat Taufikurrahman Ruki dkk mengalahkan Marsillam Simanjuntak, saat Antasasri Azhar terpilih, saat Abraham Samad mengalahkan Bambang Wijoyanto selalu muncul rasa pesimistis bahwa KPK takkan efektif. Tapi begitu mereka resmi memimpin, langkah-langkahnya selalu menggembirakan rakyat.

Mengapa? Karena mereka punya hati nurani dan sistem di KPK dengan segala kewenangan eksklusifnya sudah mantap. Sudah saya bilang, KPK akan berani karena pimpinannya pasti punya hati nurani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar