Imlek dan Pamer Kekayaan Budi
Jaya Suprana ; Pemerhati Kerakyatan dan Kemanusiaan
|
KOMPAS, 06
Februari 2016
Tradisi Imlek berakar
pada kalender lunisolar sebagai perpaduan kalender bulan dengan matahari,
berorientasi pada titik balik gerak Matahari yang mengakhiri musim dingin di
daratan Tiongkok.
Konon kalender
Tiongkok pada milenium III Masehi dihadirkan atas prakarsa Kaisar Shih
Huangti, lalu dikembangkan Kaisar Yao, dan makin disempurnakan pada masa
Dinasti Zhou. Misioner Adam Schall di zaman dinasti Qing merangkum kesemuanya
dengan perhitungan kebudayaan Barat. Di samping astronomi, muncul pula tafsir
astrologi yang melahirkan 12 shio yang melambangkan 12 cabang Bumi dengan
urutan simbolis margasatwa: tikus, kerbau, macan, kelinci (kucing), naga,
ular, kuda, kambing, kera, ayam, anjing, dan babi.
Pada hakikatnya, Imlek
lebih terkait pada astronomi, musim, dan agrikultur ketimbang agama. Secara geokultural, Hari Raya Imlek tidak
bisa diseragamkan untuk menyambut musim semi sebab nisbi terkait pada lokasi
geografis di mana Imlek dirayakan.
Imlek di Australia bukan
menandai akhir musim dingin, tetapi justru puncak musim panas. Menyambut
Imlek dengan perayaan musim semi sama absurdnya dengan menyambut hari Natal
di Australia dengan lagu "White Christmas". Di Indonesia tak ada empat musim. Tak ada
musim semi. Yang ada cuma musim kemarau dan musim hujan. Maka, merayakan
Imlek di Indonesia jelas bukan untuk merayakan ketibaan musim semi.
Gus Dur
Bagi saya pribadi,
Imlek punya makna tersendiri. Setiap kali tiba saat merayakan Hari Raya
Imlek, langsung saya terkenang kepada Gus Dur. Saya yakin bahwa tanpa Gus
Dur, mustahil Hari Raya Imlek di Indonesia dapat dirayakan semeriah,
seleluasa, dan seterbuka seperti di masa kini. Saya mustahil melupakan jasa
Gus Dur.
Di masa Orde Baru,
dengan beraneka alasan terutama yang tak masuk akal sehat, apa pun yang
berbau kebudayaan (pada waktu masih disebut sebagai) Cina memang dianggap tak
baik, maka dilarang secara resmi maupun tak resmi. Bahasa, aksara, kesenian,
busana Cina dilarang atau minimal tak diperbolehkan. Meski ada kekecualian,
misalnya makanan, cerita, dan film silat Cina tetap dibiarkan digemari. Di
masa Orba, perayaan Hari Raya Imlek praktis dilarang atau minimal tak
dibenarkan meski diam-diam secara internal bergerilya masih dirayakan di
kalangan warga keturunan. Zaman
kegelapan bagi Imlek di Indonesia berakhir setelah Gus Dur menggantikan BJ
Habibie menjadi presiden RI. Kini di Indonesia, Tahun Baru Imlek resmi
ditetapkan sebagai hari raya nasional sebagai bukti kebesaran jiwa bangsa Indonesia dalam
kerangka Bhinneka Tunggal Ika.
Sudah sewajarnya
bahkan selayaknya Imlek sebagai hari raya nasional Indonesia dirayakan
demi menjunjung tinggi harkat dan
martabat bukan Tanah Leluhur nun jauh di sana, tapi Tanah Air: Indonesia! Di
mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Demi menghormati Gus Dur,
sebaiknya perayaan Hari Raya Imlek dirayakan bukan sebagai kesempatan
berfoya-foya, apalagi pamer kekayaan harta benda.
Semasa hidup, Gus Dur mewejangi saya agar
selalu bersikap ojo dumeh dalam merayakan Imlek. Gus Dur berpesan agar saya
jangan euforia lalu takabur menganggap Imlek sebagai kesempatan foya-foya,
berpesta pora, apalagi pamer kekayaan harta benda duniawi. Sebaiknya Hari Raya Imlek dirayakan sebagai
kesempatan pamer kekayaan budi-pekerti, semisal yang dilakukan teman-teman
pengabdi kerakyatan dan kemanusiaan yang tergabung di Yayasan Buddha Tzu Chi.
Saya bukan anggota kelompok itu dan meski bentuk ragawi saya mirip
Buddhatertawa, saya bukan umat Buddha.
Secara obyektif saya berhak kagum dan bangga terhadap cara mereka merayakan Imlek yang di
Indonesia kebetulan jatuh saat puncak musim hujan dan di Jakarta kerap kali
musim banjir. Para pendekar
kemanusiaan merayakan Imlek yang kebetulan tiba bersama musim banjir bukan
dengan pesta pora gemerlap duniawi, tetapi terjun ke kawasan banjir secara
nyata dan langsung menolong korban banjir. Balairung markas besarBuddha Tzu
Chi berubah fungsi menjadi tempat berteduh
para pengungsi akibat petaka banjir. Para relawan mendirikan dapur
umum untuk penyediaan makanan minuman bagi para pengungsi.
Marilah merayakan
Imlek dengan semangat ojo dumeh
sesuai dengan pesan Gus Dur sebagai tokoh yang memungkinkan perayaan
Imlek di Indonesia masa kini. Marilah merayakan Imlek dengan riang-gembira,
tetapi jangan berlebihan dengan gemerlap pesta pora gegap-gempita, apalagi
pamer kekayaan harta benda.
Marilah merayakan
Imlek dengan pamer kekayaan budi pekerti dan kasih sayang tanpa melupakan
nasib sesama warga Indonesia yang kurang beruntung. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar