Derita Para Kreator di Negeri Transisi
Rhenald Kasali ; Guru Besar Ilmu Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia; Pendiri Rumah Perubahan
|
KOMPAS.COM, 04 Januari
2016
Kisah tentang para
kreator (change leader) yang
dizalimi ternyata bukan hanya terjadi di sini, di Indonesia.
Itu terjadi di hampir
semua benua, mulai dari Afrika, Amerika, maupun di Asia. Hampir semua tokoh
besar mengalaminya.
Apakah dia Martin
Luther King atau mendiang Munir. Juga dialami Einstein dan Mandela. Bahkan
hal itu juga dirasakan oleh musisi-musisi kita dan para seniman besar yang
tak dapat menikmati hasil jerih payahnya.
Kisah-kisah heroik
para kreator dan change leader itu diceritakan oleh Kevin Ashton dalam
bukunya yang berjudul The Secret History
of Creation, Invention and Discovery.
Saya kutip saja kisah
tentang Edmond yang menghentak penduduk Pulau Reunion, eks jajahan
Inggris-Portugis dan Spanyol.
Di pulau itu, tepatnya
di kota Sainte-Suzanne, Ashton terhentak menyaksikan sebuah patung bocah
Afrika yang terbuat dari perunggu dengan gerakan tangan yang seakan tengah
melakukan sesuatu.
Menjadi pertanyaan,
siapa Edmond dan mengapa patungnya diabadikan di sana?
Semua ini berawal dari
bisnis vanila, komoditas yang sejak abad 15-18 sudah digemari raja-raja
Eropa, namun pasokannya amat terbatas.
Menurut Ashton, saat
itu tak ada yang tahu bagaimana melakukan penyerbukan agar vanila berbunga
dan berbuah.
Jadi sampai awal abad
19, pasokannya hanya sekitar 2 ton per tahun yang datang dari Meksiko.
Belakangan, Charles Darwin melaporkan penyerbukan itu dilakukan kumbang
Euglossa viridissima yang tidak ditemui di luar Meksiko.
Jadi walaupun tanaman
itu sudah dibawa Belanda ke Pulau Jawa, Spanyol ke Filipina, dan dibawa
penjajah Inggris ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke Reunion, vanila gagal
panen.
Vanila baru
menghasilkan buah berkat kerja keras seorang budak berusia 12 tahun yang
dipelihara oleh keluarga Perancis, Fereol.
Tanaman yang sudah
puluhan tahun dipelihara keluarga itu akhirnya berbuah baik dan keluarga itu
diberkahi rezeki berlimpah. Kelak metodenya dikenal di Perancis sebagai Le geste dE’dmond.
Sejak itulah metode
Edmond menyebar ke seluruh Pulau Reunion, menjadikan pulau ini kaya raya.
Edmond dibebaskan sebagai budak 7 tahun kemudian (1848) dan inovasinya segera
menyebar hingga ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke Hindia Belanda.
Edmond diminta
mengajarkan para petani di berbagai negara untuk melakukan penyerbukan
buatan.
Tetapi, dunia sering
kali tak berterima kasih kepada para kreator dan change leader yang telah memberikan kemakmuran. Buktinya,
beberapa tahun kemudian Edmond dipidanakan. Katanya Edmond terlibat
pencurian, tetapi kesalahannya terus diperbesar.
Seperti yang terjadi
pada kebanyakan change leader dan kreator besar, para sejarawan masih sering
bertanya mengapa di sini mereka disebut pejuang dan kreator, sedangkan di
sana disamakan dengan penjahat?
Dalam kasus Edmond,
Ashton akhirnya menemukan jawabnya, yaitu adanya pihak lain yang menginginkan
sebutan sebagai kreator pada dirinya. Dan, orang itu adalah Jean Michel
Claude Richard, direktur taman botani Reunion.
Richard mengklaim
Edmond telah mencuri teknik penyerbukan yang ia ajarkan. Tetapi, keluarga
Fereol tak mendiamkan peristiwa kriminalisasi tersebut.
Benar, Edmond pernah
belajar pada Richard, tetapi itu terjadi bertahun-tahun setelah Edmond
menyebarkan ilmunya. Ia pun menyurati Richard, “Anda hanya mengajari orang
yang telah lebih dulu menemukannya.”
Sekarang bayangkan
bila Fereol hidup hari ini, di era media sosial, dengan Richard yang amat
berambisi yang bisa membayar konsultan-konsultan media, lalu membayar pasukan
penyebar kebencian yang memiliki akun-akun anonim.
Bisa jadi kantor
Fereol digerebek aparat, dan Edmond dipenjarakan hanya karena “pengaduan
masyarakat” atas suruhan Richard.
Minimal, mungkin,
Edmond sudah masuk penjara dan usaha perkebunan keluarga Fereol pun berpindah
tangan.
Fereol akan dituding
membela karena mempunyai kepentingan pribadi. Ya, Edmond memang sempat masuk
penjara. Entah ia mencuri apa, tak jelas betul. Hidupnya menjadi sengsara.
Namun, keluarga
Fereol, menurut catatan Kevin Ashton, berhasil meyakinkan penegak hukum,
bahwa Edmond-lah pelaku perubahan yang sebenarnya. Dan Edmond pulalah yang
telah membuat pulau itu makmur, demikian pula ratusan ribu petani vanila di
mancanegara.
Maka Edmond pun
dibebaskan, namanya direhabilitasi, dan patung berbahan perunggu bocah
berusia 12 tahun tanpa alas kaki itu menjadi bukti bahwa warga Pulau Reunion menghargai kreatornya.
Catatan perubahan
Apa yang dialami
Edmond sebenarnya juga dihadapi aktor-aktor perubahan lainnya. Mudah sekali
untuk meramalkan nasib para kreator dan pemimpin perubahan, yaitu masa
kepemimpinan yang dipenuhi hasil prestasi dan karya-karya baru, namun selalu
gaduh dengan serangan aneka kesalahan yang disamarkan menjadi
"kejahatan".
Saya menulis kalimat
seperti ini bukan hanya hari ini, melainkan sejak 2005 dan barangkali
sebagian Anda masih ingat, itulah yang saya tulis dalam buku Change (2005), Recode Your Change DNA (2006), dan Let's Change (2014).
Maka kalau BUMN kita
gaduh, salah satu penyebabnya di sana sedang berlangsung non-compromizing transformation. Proses transformasi BUMN sudah
berlangsung sejak Tanri Abeng membangun kementerian itu dengan konsep value creation.
Bukan hal yang luar
biasa, usia Kementerian BUMN baru 17 tahun, tapi menterinya sudah berganti 8
kali.
Wajar bila para
pegawai yang menyambut menteri baru selalu berujar, "Apakah menteri ini
akan lama berada di sini?"
Lantas bagaimana
industri kreatif kita yang kini sudah punya badan sendiri? Belum gaduh,
mungkin masih sibuk menata diri. Tetapi, begitu bergerak, ia pasti akan
mengalami hal serupa.
Kalau spektakuler
hampir pasti gaduh seperti ujian yang dialami Go-Jek. Kalau bangsa ini mau
maju, kita hendaknya menghargai kerja keras para kreator dan change leader. Sebab, perubahan itu
selalu pahit dan selalu menghadirkan pihak yang saling berhadapan.
Antara yang sudah jauh
di depan dengan mereka yang masih hidup di masa lalu. Antara yang terjepit
dengan yang memberi harapan baru. Antara yang ingin memacu dengan yang masih
ingin menikmati.
Di antara keduanya
selalu ada yang membuat air didulang semakin keruh. Dan, catatan serupa itu
sudah pernah diberikan sosiolog terkenal Robert King Merton, yang menganalisis
tentang social change.
Bagi Merton, itu
adalah anomie, yang terjadi saat suatu bangsa berevolusi, menjalani transisi
dari organic structure ke mechanical structure. Dari sebuah
bentuk perorangan dan guyub ke sebuah sistem.
Siapkah kita mengawal
para pembaru? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar