Senin, 08 Februari 2016

Derita Para Kreator di Negeri Transisi

Derita Para Kreator di Negeri Transisi

Rhenald Kasali  ;   Guru Besar Ilmu Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; Pendiri Rumah Perubahan
                                                 KOMPAS.COM, 04 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Kisah tentang para kreator (change leader) yang dizalimi ternyata bukan hanya terjadi di sini, di Indonesia.

Itu terjadi di hampir semua benua, mulai dari Afrika, Amerika, maupun di Asia. Hampir semua tokoh besar mengalaminya.

Apakah dia Martin Luther King atau mendiang Munir. Juga dialami Einstein dan Mandela. Bahkan hal itu juga dirasakan oleh musisi-musisi kita dan para seniman besar yang tak dapat menikmati hasil jerih payahnya.

Kisah-kisah heroik para kreator dan change leader itu diceritakan oleh Kevin Ashton dalam bukunya yang berjudul The Secret History of Creation, Invention and Discovery.

Saya kutip saja kisah tentang Edmond yang menghentak penduduk Pulau Reunion, eks jajahan Inggris-Portugis dan Spanyol.

Di pulau itu, tepatnya di kota Sainte-Suzanne, Ashton terhentak menyaksikan sebuah patung bocah Afrika yang terbuat dari perunggu dengan gerakan tangan yang seakan tengah melakukan sesuatu.

Menjadi pertanyaan, siapa Edmond dan mengapa patungnya diabadikan di sana?

Semua ini berawal dari bisnis vanila, komoditas yang sejak abad 15-18 sudah digemari raja-raja Eropa, namun pasokannya amat terbatas.

Menurut Ashton, saat itu tak ada yang tahu bagaimana melakukan penyerbukan agar vanila berbunga dan berbuah.

Jadi sampai awal abad 19, pasokannya hanya sekitar 2 ton per tahun yang datang dari Meksiko. Belakangan, Charles Darwin melaporkan penyerbukan itu dilakukan kumbang Euglossa viridissima yang tidak ditemui di luar Meksiko.

Jadi walaupun tanaman itu sudah dibawa Belanda ke Pulau Jawa, Spanyol ke Filipina, dan dibawa penjajah Inggris ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke Reunion, vanila gagal panen.

Vanila baru menghasilkan buah berkat kerja keras seorang budak berusia 12 tahun yang dipelihara oleh keluarga Perancis, Fereol.

Tanaman yang sudah puluhan tahun dipelihara keluarga itu akhirnya berbuah baik dan keluarga itu diberkahi rezeki berlimpah. Kelak metodenya dikenal di Perancis sebagai Le geste dE’dmond.

Sejak itulah metode Edmond menyebar ke seluruh Pulau Reunion, menjadikan pulau ini kaya raya. Edmond dibebaskan sebagai budak 7 tahun kemudian (1848) dan inovasinya segera menyebar hingga ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke Hindia Belanda.

Edmond diminta mengajarkan para petani di berbagai negara untuk melakukan penyerbukan buatan.

Tetapi, dunia sering kali tak berterima kasih kepada para kreator dan change leader yang telah memberikan kemakmuran. Buktinya, beberapa tahun kemudian Edmond dipidanakan. Katanya Edmond terlibat pencurian, tetapi kesalahannya terus diperbesar.

Seperti yang terjadi pada kebanyakan change leader dan kreator besar, para sejarawan masih sering bertanya mengapa di sini mereka disebut pejuang dan kreator, sedangkan di sana disamakan dengan penjahat?

Dalam kasus Edmond, Ashton akhirnya menemukan jawabnya, yaitu adanya pihak lain yang menginginkan sebutan sebagai kreator pada dirinya. Dan, orang itu adalah Jean Michel Claude Richard, direktur taman botani Reunion.

Richard mengklaim Edmond telah mencuri teknik penyerbukan yang ia ajarkan. Tetapi, keluarga Fereol tak mendiamkan peristiwa kriminalisasi tersebut.

Benar, Edmond pernah belajar pada Richard, tetapi itu terjadi bertahun-tahun setelah Edmond menyebarkan ilmunya. Ia pun menyurati Richard, “Anda hanya mengajari orang yang telah lebih dulu menemukannya.”

Sekarang bayangkan bila Fereol hidup hari ini, di era media sosial, dengan Richard yang amat berambisi yang bisa membayar konsultan-konsultan media, lalu membayar pasukan penyebar kebencian yang memiliki akun-akun anonim.

Bisa jadi kantor Fereol digerebek aparat, dan Edmond dipenjarakan hanya karena “pengaduan masyarakat” atas suruhan Richard.

Minimal, mungkin, Edmond sudah masuk penjara dan usaha perkebunan keluarga Fereol pun berpindah tangan.

Fereol akan dituding membela karena mempunyai kepentingan pribadi. Ya, Edmond memang sempat masuk penjara. Entah ia mencuri apa, tak jelas betul. Hidupnya menjadi sengsara.

Namun, keluarga Fereol, menurut catatan Kevin Ashton, berhasil meyakinkan penegak hukum, bahwa Edmond-lah pelaku perubahan yang sebenarnya. Dan Edmond pulalah yang telah membuat pulau itu makmur, demikian pula ratusan ribu petani vanila di mancanegara.

Maka Edmond pun dibebaskan, namanya direhabilitasi, dan patung berbahan perunggu bocah berusia 12 tahun tanpa alas kaki itu menjadi bukti bahwa warga Pulau Reunion menghargai kreatornya.

Catatan perubahan

Apa yang dialami Edmond sebenarnya juga dihadapi aktor-aktor perubahan lainnya. Mudah sekali untuk meramalkan nasib para kreator dan pemimpin perubahan, yaitu masa kepemimpinan yang dipenuhi hasil prestasi dan karya-karya baru, namun selalu gaduh dengan serangan aneka kesalahan yang disamarkan menjadi "kejahatan".

Saya menulis kalimat seperti ini bukan hanya hari ini, melainkan sejak 2005 dan barangkali sebagian Anda masih ingat, itulah yang saya tulis dalam buku Change (2005), Recode Your Change DNA (2006), dan Let's Change (2014).

Maka kalau BUMN kita gaduh, salah satu penyebabnya di sana sedang berlangsung non-compromizing transformation. Proses transformasi BUMN sudah berlangsung sejak Tanri Abeng membangun kementerian itu dengan konsep value creation.

Bukan hal yang luar biasa, usia Kementerian BUMN baru 17 tahun, tapi menterinya sudah berganti 8 kali.

Wajar bila para pegawai yang menyambut menteri baru selalu berujar, "Apakah menteri ini akan lama berada di sini?"

Lantas bagaimana industri kreatif kita yang kini sudah punya badan sendiri? Belum gaduh, mungkin masih sibuk menata diri. Tetapi, begitu bergerak, ia pasti akan mengalami hal serupa.

Kalau spektakuler hampir pasti gaduh seperti ujian yang dialami Go-Jek. Kalau bangsa ini mau maju, kita hendaknya menghargai kerja keras para kreator dan change leader. Sebab, perubahan itu selalu pahit dan selalu menghadirkan pihak yang saling berhadapan.

Antara yang sudah jauh di depan dengan mereka yang masih hidup di masa lalu. Antara yang terjepit dengan yang memberi harapan baru. Antara yang ingin memacu dengan yang masih ingin menikmati.

Di antara keduanya selalu ada yang membuat air didulang semakin keruh. Dan, catatan serupa itu sudah pernah diberikan sosiolog terkenal Robert King Merton, yang menganalisis tentang social change.

Bagi Merton, itu adalah anomie, yang terjadi saat suatu bangsa berevolusi, menjalani transisi dari organic structure ke mechanical structure. Dari sebuah bentuk perorangan dan guyub ke sebuah sistem.

Siapkah kita mengawal para pembaru?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar