Kamis, 21 Januari 2016

Pencegahan dan Penindakan oleh KPK

Pencegahan dan Penindakan oleh KPK

Moh Mahfud MD  ;   Ketua Umum DPP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara;  Ketua MK 2008-2013
                                                       KOMPAS, 20 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pandangan bahwa pencegahan merupakan tugas utama yang harus dijadikan fokus pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi adalah keliru dan agak menyesatkan. Sebab, jika pencegahan diartikan sebagai upaya preventif agar korupsi tidak sampai terjadi, KPK tidak akan dapat melakukan tugas itu secara proporsional dan efektif.

Adalah benar bahwa pencegahan jauh lebih penting daripada penindakan dalam pemberantasan korupsi, tetapi kelirukalau hanya karena itu lalu meminta KPK untuk memfokuskan diri pada langkah-langkah pencegahan.

Memang, pemberantasan korupsi dinilai lebih berhasil jika jumlah orang yang dipenjarakan karena korupsi menurun. Sebaliknya upaya pemberantasan korupsi akan dinilai gagal jika semakin banyak orang yang dipenjarakan karena korupsi. Maka, menjadi benar pula politik hukum yang menekankan bahwa pencegahan korupsi harus lebih diutamakan atau—sekurang-kurangnya—dilakukan secara seimbang dengan penindakan. Undang-Undang No 30/2002 tentang KPK, misalnya, meniscayakan pencegahan dan penindakan sebagai langkah simultan dalam pemberantasan korupsi.

Namun, harus diingat, meskipun politik hukum kita menyatakan seperti itu bukan berarti bahwa tugas utama atau fokus kegiatan KPK adalah melakukan pencegahan korupsi. Secara hukum akan sangat sulit bagi KPK untuk melakukan pencegahan. Pencegahan korupsi atas anggaran negara, misalnya, hanya bisa dilakukan pejabat pengguna anggaran di setiap instansi, padahal KPK bukanlah lembaga pengguna anggaran, kecuali untuk anggaran di KPK sendiri.

Misalnya, KPK tidak punya otoritas dalam penggunaan anggaran, seperti merencanakan pembelanjaanatau menentukan realisasinya di Kementerian Kehutanan, Kementerian Kesehatan, dan instansi-instansi pengguna anggaran lainnya. Otoritas penggunaan anggaran di instansi-instansi tersebut ada pada menteri atau pejabat-pejabat di instansi yang bersangkutan. KPK tidak bisa mencegah korupsi dalam penggunaan anggaran karena dia bukan instansi pengguna anggaran.

Tugas institusi lain

Di dalam hukum administrasi negara, pencegahan korupsi sebenarnya sudah diatur dalam konsep pengawasan melekat, yakni pengendalian oleh pimpinan instansi pengguna anggaran secara berjenjang sejak dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. KPK tidak bisa melakukan itu karena KPK bukan pejabat pengguna anggaran di instansi-instansi itu. Yang bisa mencegah adalah pimpinan pengguna anggaran di instansi masing-masing.

Itulah sebabnya secara ekstrem bisa dikatakan bahwa mendorong KPK untuk hanya fokus pada pencegahan korupsi adalah keliru dan agak mustahil. Sebab, kalau ditanya bagaimana caranya KPK mencegah penyalahgunaan anggaran sedangkan ia tidak punya otoritas dalam penggunaan anggaran, tidak ada yang bisa menjawab dengan memberi landasan yuridis.

Tentu ada yang akan mengatakan bahwa pencegahan itu bisa dilakukan melalui bimbingan penggunaan anggaran sesuai peraturan dan prosedur-prosedur tertentu. Kalau itu yang dimaksud sebagai pencegahan korupsi, itu pun bukanlah fokus tugas KPK, melainkan menjadi tugas lembaga lain, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Lembaga Administrasi Negara, inspektorat jenderal, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Mungkin juga ada yang mengatakan bahwa pencegahan tidak harus selalu dalam bentuk pengawasan melekat di instansi pengguna anggaran, tetapi harus dilakukan melalui pendidikan anti korupsi dan kuliah hukum korupsi di perguruan tinggi. Kalau itu yang dimaksud dengan pencegahan, itu pun bukanlah fokus tugas KPK, melainkan menjadi tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Ristekdikti, dan berbagai perguruan tinggi.

Bisa juga ada yang mengatakan bahwa pencegahan korupsi harus dilakukan dengan pendidikan agama dan penguatan moral di tengah-tengah masyarakat agar orang menjadi beriman dan tak berani melakukan korupsi. Kalau itu yang dimaksud dengan pencegahan, itu pun bukanlah tugas utama KPK, melainkan menjadi tugas Kementerian Agama, ormas keagamaan, masjid, gereja, kelenteng, ustaz, pastor, dan sebagainya.

Kalau yang dimaksud pencegahan adalah memberikan bimbingan teknis dan ceramah-ceramah tentang bahaya korupsi ke berbagai instansi seperti yang dilakukan oleh KPK selama ini, itu pun sebenarnya bukan tugas pokok KPK. Bimbingan teknis dan penyuluhan-penyuluhan anti- korupsi tidak perlu dilakukan oleh KPK. Ia bisa dilakukan sendiri oleh instansi-instansi di luar KPK. Selama ini pun berbagai lembaga perguruan tinggi, LSM, dan ormas-ormassudah melakukan itu tanpa merecoki KPK. Para narasumber bimbingan teknis dan penyuluhan-penyuluhan seperti itu tidak kalah hebatnya daripada orang-orang yang dikirim oleh KPK.

Muatan UU KPK

Dengan menyatakan itu saya tidak bermaksud mengatakan KPK tidak perlu ikut melakukan pencegahan korupsi dalam arti melakukan tindakan sebelum korupsi terjadi. Saya hanya ingin mengingatkan, KPK tidak boleh diposisikan atau memosisikan dirinya untuk fokus hanya pada pencegahan. Pencegahan bisa dilakukan oleh KPK, tetapi bukan sebagai tugas utama, melainkan sekadar ikut memfasilitasi pencegahan secara lintas institusi negara. Itu sudah cukup dilakukan oleh KPK melaluipembentukan deputi pencegahan yang sekarang sudah ada di sana.

Kita paham dan setuju bahwa pencegahan itu sangat penting, tetapi secara operasional menjadi tidak benar jika dikatakan bahwa tugas utama atau kegiatan KPK adalah pencegahan. Jika dibaca keseluruhan isi UU No 30/2002, fokus tugas KPK justru pada penindakan.

Cakupan tugas-tugas KPK menurut Pasal 6, 7, sampai Pasal 13 UU No 30/2002, misalnya, memang dirinci ke dalam pencegahan dan penindakan disertai dengan uraian tentang bentuk-bentuk pencegahan dan penindakan. Akan tetapi, pengaturan tentang bentuk-bentuk pencegahan di dalam pasal-pasal tersebut berhenti di situ dan hanya bersifat teknis-administratif dan koordinatif serta sinergitas KPK dengan instansi-instansi lain.

Berbeda dengan pengaturan pencegahan, pengaturan tentang penindakan yang harus dilakukan oleh KPK yang dielaborasi sangat detail dengan kewenangan-kewenangan khusus dan tidak terbagi. Tindakan penindakan oleh KPK diatur dengan sangat rinci, baik menyangkut hukum materiil maupun hukum formal atau acaranya.

Hukum materiil yang sudah sangat jelas batas-batasnya dilengkapi juga dengan hukum acara mulai dari tahap penyelidikan, penyadapan, operasi tangkap tangan, penyidikan, penersangkaan, penahanan, penyitaan, pendakwaan, penuntutan, dan eksekusi yang dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan khusus, seperti penyadapan dan larangan pembuatan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) agar KPK super hati-hati sebelum menersangkakan orang.

Alhasil, pencegahan korupsi sebagai tugas umum negara adalah sangat penting, tetapi tugas pencegahan adalah tugas semua instansi, terutama sebagai langkah bersama yang sinergis. Adapun tugas KPK mencakup tugas pencegahan dan penindakan, tetapi fokus utamanya adalah penindakan. Adalah keliru kalau ada yang mendorong KPK atau KPK memosisikan dirinya untuk memfokuskan diri pada pencegahan, kecuali diartikan dengan tegas bahwa penindakan itulah bagian terpenting dari pencegahan oleh KPK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar