Kepentingan Regional OBOR dan AIIB
Rene L Pattiradjawane ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
20 Januari 2016
Ada kesalahan
substansial yang dilihat Indonesia ketika Bank Investasi Infrastruktur Asia
(AIIB) resmi beroperasi pekan ini. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
seusai dioperasikannya AIIB langsung menyatakan, Indonesia akan meminjam dana
2 miliar dollar AS sebagai utang baru negara ini kepada lembaga keuangan yang
juga baru. Artinya, menambah beban keuangan pemerintah yang mencapai lebih
dari Rp 4.000 triliun pada posisi tahun 2015.
Keterlibatan Indonesia
dalam AIIB dianggap kesempatan membiayai proyek-proyek terkait kelistrikan,
transmisi, pembangkit, termasuk jalan, dan air minum. Secara telanjang, kita
menunjukkan kepada dunia bahwa ambisi kita mewujudkan Nawacita, seperti janji
kampanye Presiden Jokowi, ambisi pembangunan nasional kita tidak didukung
secara memadai akibat target-target pembiayaan tidak tercapai (seperti pajak)
dan ekspor kita menurun karena melemahnya permintaan global dan menurunnya
pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Kita khawatir,
kesalahan substansial akan mengganggu kesetimbangan kepentingan nasional
tidak hanya dalam konteks nasional, tetapi juga regional dan global. Di satu
sisi, kita harus memahami, kehadiran AIIB merupakan perwujudan konkret
mendukung inisiatif yidai yilu
(satu sabuk satu jalan, OBOR) sebagai model yang disebut Francis Fukuyama,
penulis buku terkenal The End of
History and the Last Man (1992), mengekspor model pembangunan ke negara
lain.
Di sisi lain, Tiongkok
adalah satu-satunya negara yang memiliki strategi ekonomi global, dan AIIB
dengan pendanaan awal sebesar 100 miliar dollar AS adalah komponen penting
dalam menggelar strategi itu. Secara terbuka, Tiongkok menantang tatanan
ekonomi global yang selama ini dikendalikan AS, tetapi tetap menerima status
quo dominasi militer AS.
Ini bagian penting
dalam mengembangkan kesetimbangan kepentingan nasional Tiongkok-AS walaupun
sampai sekarang tak ada yang bisa memastikan apakah berhasil atau tidak
karena merupakan fenomena baru dalam hubungan internasional. Kesatuan AIIB
dan OBOR adalah bagian upaya Tiongkok membangun tata regional baru di Asia
dan dunia.
Sejak era Mao Zedong,
Tiongkok menjalankan berbagai model eksperimen, baik ideologi, politik,
ekonomi, maupun sosial. Kehadiran AIIB dan OBOR harus dipahami sebagai bagian
dari eksperimen skala masif karena dilakukan di luar Tiongkok, melibatkan
banyak negara yang selama ini hanya mengenal model pembangunan yang
dikembangkan negara-negara Barat.
Ada faktor yang perlu
disimak. Pertama, sebagai bagian strategi model pembangunan, Indonesia dan
negara-negara ASEAN perlu memiliki kesatuan pandangan menjadi bagian inklusif
dari strategi ini, dan bukan subordinat memenuhi kebutuhan pertumbuhan
Tiongkok. Artinya, model investasi infrastruktur yang ditawarkan AIIB harus
memiliki dimensi sekaligus nasional dan regional bagi kesejahteraan bersama.
Kedua, tatanan global
dalam kerja sama multilateral selamanya harus berpijak pada menjaga
pertumbuhan ekonomi domestik serta menghindari terjadinya komitmen berlebihan
dalam kerja sama keuangan internasional. Perlambatan ekonomi Tiongkok
mengisyaratkan akan adanya pergeseran industri-industri domestik mengikuti
aliran strategi AIIB dan OBOR ini.
Kita merasakan dampak
yang ditimbulkan oleh pelemahan mata uang yuan terhadap ketahanan keuangan
global. Kita belum memahami dampak perubahan pertumbuhan ekonomi Tiongkok
yang diumumkan hanya 6,9 persen untuk tahun 2015. Karena itu, substansi
strategi kesetimbangan kepentingan nasional dan regional menjadi kajian
penting sebelum memasuki komitmen berlebihan, khususnya Indonesia dan ASEAN,
agar eksperimen Tiongkok ini tidak berdampak merugikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar