Minggu, 15 Maret 2015

Traditional Marketing vs Event Based Marketing

Traditional Marketing vs Event Based Marketing

Eddy Anthony ;  Pengamat Teknologi Informasi Perbankan
KORAN SINDO, 14 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

Pemasaran dengan cara tradisional ”marketing/ product driven campaigns ” di perbankan adalah bagian dari integrated marketing communication. Pada perbankan, pemasaran tradisional dimulai dengan manajemen memutuskan sesuatu produk baru yang mau diluncurkan.

Setelah itu ditentukanlah target ke semua pelanggan melalui data pelanggan yang tersedia. Lalu, seterusnya dilakukan promosi besar-besaran melalui flyer, stand di berbagai lokasi, media cetak, maupun media elektronik hanya untuk satu produk yang mau diluncurkan.

Dengan berkembangnya teknologi informasi yang memungkinkan komputer mampu menampung dan mengolah semua data nasabah, pemasaran dengan marketing/product driven campaigns akan susah bersaing pemasaran dengan customer driven campaigns berbasis peristiwa (event based marketing/EBM).

Bank percaya bahwa sulit menjual produk dan layanan kepada nasabah jika bank sendiri tidak mengetahui kebutuhan nasabah secara perorangan, sedangkan kebutuhan utama nasabah akan berubah dari waktu ke waktu. Dibutuhkan analytic driven marketing agar bank mampu bereaksi cepat terhadap perubahan perilaku nasabah individu dan bank mampu secara proaktif menghubungi nasabah pada waktu yang tepat (timely) dengan produk (bisa lebih dari satu) atau layanan (bisa lebih dari satu) yang relevan dengan kebutuhan nasabah saat ini (maksimum 48 jam terakhir). Pendekatan ini disebut event based marketing (EBM).

Event based marketing disebut juga event driven marketing atau trigger based marketing. EBM pertama kali diimplementasikan di National Australian Bank (NAB) pada 1995-1996 atas prakarsa Ray OBrien (Teradata) dan Fernando Riccardo (NAB). Gagasan mereka didasarkan pada kenyataan bahwa pendekatan pemasaran tradisional yaitu mengelola data dengan variabel dan kualitas terbatas hanya menghasilkan respons 1- 4%.

Mereka mendalilkan bahwa, kalau saja mereka bisa memantau aktivitas pelanggan dengan cara yang lebih tepat waktu (timely), relevan, dan signifikan, mereka secara akurat dapat menentukan kebutuhan terkini dari nasabah. Gagasan di atas dapat diwujudkan karena Teradata mempunyai kemampuan yang tak tertandingi dalam mengelola dan memproses data dalam jumlah besar, dan NAB menyediakan jumlah transaksi nasabah yang signifikan.

Hasil kerja sama antara Teradata dan NAB sangat spektakuler, respons nasabah bisa mencapai 40-50%. NAB memutuskan untuk menjaga kerahasiaan atas pendekatan baru ini (EBM) karena takut direplikasi oleh saingan mereka. Namun, pada 1999- 2000 NAB mengubah kebijakan dan memutuskan untuk memublikasikan EBM hasil kerja sama NAB dengan Teradata.

Sejak saat itu NAB telah menjadi presenter utama EBM di seluruh dunia dan saat itulah EBM mulai berkembang pesat di kalangan akademis maupun di kalangan praktisi. Cara kerja EBM dilakukan berbagai tahapan dimulai dengan; pertama, analisis dan modeling yaitu model dan aturan apa yang akan digunakan untuk menentukan (a) kebutuhan nasabah, (b) penawaran yang paling relevan berdasarkan profil nasabah, (c) peristiwa atau kegiatan terkini dari nasabah yang terdeteksi dari sistem di bank, dan (d) prioritas ulang jika terdapat perilaku nasabah yang berubah mendadak.

Kedua , event detection yaitu mesin pencari yang secara terus menerus mendeteksi data transaksi dan interaksi nasabah individu mana yang (a) perilakunya berubah sangat signifikan, (b) produk atau layanan yang sedang dibutuhkan, (c) rencana nasabah mendatang, dan (d) kegiatan eksternal nasabah. Ketiga, fatigue and optimization yaitu untuk memastikan bahwa kapasitas bank yang digunakan adalah optimal (untuk nasabah yang paling prospektif).

Fatigue adalah aturan yang diterapkan untuk memastikan agar kita tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan nasabah individu karena nasabah akan lelah dan akhirnya merespons negatif. Respons cepat dibutuhkan untuk permintaan sensitif dari nasabah. Keempat, campaign management adalah berbagai sarana yang dapat kita gunakan untuk berkomunikasi dengan nasabah dapat berupa telepon, SMS, e-mail, serta social media.

Bank merespons nasabah sesuai kanal komunikasi yang digunakan oleh nasabah. Dengan mengetahui kebutuhan terkini dari nasabah, nasabah tidak akan merasa terganggu jika mendapat telepon, SMS, atau e-mail dari bank, malah sebaliknya nasabah menganggap bank tanggap akan kebutuhan nasabah.

Harapan dari nasabah adalah bank memberikan layanan secara personal, mengetahui kebutuhan nasabah secara individu, berkomunikasi dengan nasabah pada waktu yang tepat, dan menawarkan sesuatu produk atau layanan yang sesuai kebutuhan terkini. Jika semua itu terpenuhi, nasabah akan puas dengan pelayanan bank. Sedangkan harapan bank dengan mengimplementasikan EBM adalah penjualan produk dan layanan akan bertambah, retensi nasabah, efektivitas, dan efisiensi karena respons mencapai 40-50% dibandingkan dengan cara tradisional (1- 4%).

Risk and compliance juga sangat mendukung karena tepat sasaran kepada nasabah yang benar-benar membutuhkan dan mempunyai rekam jejak yang bagus dan akhirnya akan memberikan keuntungan kepada bank. Saat ini beberapa bank besar di Indonesia telah menggunakan EBM dan hasilnya sangat menakjubkan yang berakhir dengan penambahan keuntungan bagi bank dan EBM juga akan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dari segi integrated marketing communication.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar