Rumah
Aspirasi
Aminuddin ; Peneliti
Sosial dan Politik di Bulaksumur Empat
|
KORAN
TEMPO, 10 Maret 2015
Jika tidak ada aral melintang, wakil rakyat melalui Dewan
Perwakilan Rakyat akan memiliki Rumah Aspirasi yang akan dibiayai oleh
negara. Setiap anggota DPR akan memperoleh dana sekitar Rp 12,5 juta per
bulan. Anggaran untuk Rumah Aspirasi tersebut telah disahkan oleh DPR pada 13
Februari. Dengan demikian, keuangan negara akan terbebani oleh Rumah Aspirasi
yang dibentuk oleh wakil rakyat.
Rumah Aspirasi dirancang ada di setiap daerah pemilihan
anggota DPR. Biaya Rp 1,78 triliun dibagikan kepada 560 orang anggota Dewan.
Masing-masing mendapat sekitar Rp 150 juta per tahun, yang ditransfer
langsung ke rekening pribadi (editorial Koran Tempo, 6 Maret 2015). Dana
tersebut digunakan untuk menampung aspirasi rakyat.
Dasar pembentukan Rumah Aspirasi tertuang dalam Pasal 234
ayat (3) huruf (j) UU MD3 hasil revisi tahun 2014. Rumah Aspirasi diatur pula
dalam Tatib DPR, Pasal 1 ayat (18) yang menyatakan bahwa Rumah Aspirasi
adalah kantor setiap anggota sebagai tempat penyerapan aspirasi rakyat yang
berada di daerah pemilihan anggota yang bersangkutan. Jika membaca bunyi
pasal tersebut, jelas sekali bahwa dana Rumah Aspirasi dibiayai dengan uang
negara.
Rumah Aspirasi yang diusulkan oleh DPR sudah lama
menggaung. Namun dalam beberapa bulan terakhir baru disahkan. Pada 2010, dana
aspirasi tersebut pernah dilontarkan di meja wakil rakyat. Namun, karena ada
banyak penolakan dari fraksi, terutama dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, yang ketika itu menjadi partai oposisi, wacana tersebut hilang.
Penolakan tersebut bahkan keluar dari ketua umum sendiri, yaitu Megawati
Soekarno Putri. Namun sekarang, dana aspirasi tersebut disetujui. Bahkan anggota
Fraksi PDIP, Budiman Sudjatmiko, menyatakan bantuan Rp 12,5 juta per bulan
dari APBN itu akan meningkatkan pelayanan di Rumah Aspirasi (Kompas, 26
Februari 2015).
Rumah Aspirasi seharusnya dibangun wakil rakyat dengan
uang pribadi. Hal ini karena Rumah Aspirasi tidak hanya dipakai untuk
kepentingan rakyat, bisa saja dipakai oleh partai politik. Anggota DPR adalah
representasi dari partai politik. DPR dan partai memiliki keterkaitan yang
sangat intim. Ketika DPR membutuhkan dukungan politik, otomatis partai yang
akan menjadi basis dukungannya. Begitu pun dengan partai politik. Ketika
partai politik membutuhkan semacam tempat, bukan tidak mungkin Rumah Aspirasi
yang dibiayai dengan uang rakyat yang akan digunakan sebagai fasilitas
partai. Jadi, sangat tidak masuk akal apabila Rumah Aspirasi dibiayai oleh
uang negara. Bahkan tidak mungkin Rumah Aspirasi tersebut akan digunakan
untuk berkampanye ketika menjelang pemilu.
Melihat hal tersebut, fungsi Rumah Aspirasi berpotensi
tidak digunakan sebagaimana mestinya. Kepentingan partai politik dan
kepentingan rakyat otomatis akan tumpang tindih. Kita sebagai rakyat akan
kesulitan membedakan siapa wakil rakyat dan siapa wakil partai.
Sebelum terlambat, semestinya DPR mempertimbangkan kembali
agar dana untuk Rumah Aspirasi tersebut tidak berasal dari uang negara.
Selayaknya dana tersebut keluar dari kantong anggota Dewan, agar tidak ada
tumpang tindih antara kepentingan rakyat dan kepentingan partai politik. Jika
kedua kepentingan tersebut berbaur, transparansi anggaran tersebut sulit
dilakukan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar