Rasionalitas
Investasi Prasekolah
Elfindri ; Profesor
Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Unand
|
KORAN
SINDO, 11 Maret 2015
Salah satu karya ekonom James Heckman (2008) yang
memudahkan beliau meraih hadiah Nobel Ekonomi adalah pembuktian bahwa
investasi manusia semasa dini memberikan pengembalian terbesar dibandingkan
investasi untuk semasa sekolah dan pada masa pasar kerja. Di antaranya
investasi masa prasekolah, baik untuk perbaikan kesehatan, gizi maupun
pendidikan prasekolah.
Luput dari Ukuran
Semenjak tahun 2000, konsensus PBB dalam mengukur dampak
pembangunan terhadap dimensi pembangunan manusia salah satunya adalah dengan
mengamati capaian akses pendidikan dasar dan penuntasan buta aksara penduduk
dewasa. Capaian itu kelihatannya hampir bisa diraih Indonesia pada 2015
mengingat angka partisipasi pendidikan usia 7-12 tahun telah mendekati 98%,
sekitar 2% lagi anak-anak usia sekolah dasar masih perlu kerja keras agar
mereka dapat mengecap pendidikan.
Capaian demikian merupakan prestasi tersendiri selama
pembangunan 10 tahun terakhir walaupun tidak bisa diabaikan bahwa persoalan
yang masih tersisa adalah menyelesaikan agenda akses pada pendidikan yang
bermutu serta menyapu habis penduduk dewasa yang masih buta aksara. Tapi kita
lupa mengingat bukti empiris yang ditemukan James Heckman bahwa investasi
pendidikan pada masa prasekolah memberikan pengembalian yang lebih besar
dibandingkan dengan investasi pendidikan usia sekolah.
Temuan ini memberikan sinyal bahwa secara rasional, negara
dapat menjadikan pendidikan prasekolah sedemikian rupa sehingga anak-anak
usia 4-6 tahun juga memperoleh haknya secara universal untuk
mengecappendidikanprasekolah sekalipun di negara kita undang-undang tidak
mewajibkannya.
Oleh karenanya, ketika Millennium Development Goals (MDGs)
selesai tahun 2015, kemudian dilanjutkan dengan usulan pengukuran baru
terhadap pembangunan manusia melalui Multifactors Poverty Index (MPI), akses
penduduk untuk dapat pendidikan prasekolah akan lebih relevan digunakan
sebagai ukuran dari upaya-upaya pembangunan pada masa yang akan datang
mengingat korelasi yang jelas antara akses universal prasekolah dengan
produktivitas kerja ketika mereka sudah menjadi tenaga kerja. Kita lalai akan
sinyal empiris itu yang membuat capaian pendidikan prasekolah di negara kita
masih jauh panggang dari api.
Akses Prasekolah
Cukup mudah menelusuri bagaimana performance pendidikan
prasekolah di Indonesia. Data Susenas tahun 2012 dapat mengungkapkan
bagaimana capaian dari akses pendidikan yang dimaksud. Secara internasional,
rata-rata lama tahun anak memperoleh pendidikan sebelum memasuki jenjang
pendidikan formal mulai dari yang terendah di negara-negara Sub-Sahara,
selama 0,3 tahun, kemudian di negara-negara Amerika Latin, selama 1,6 tahun,
sampai di negara-negara Eropa daratan selama 3,2 tahun. Artinya anakanak yang
lahir dan besar di Eropa daratan sudah mengecap pendidikan prasekolah mulai
usia 3 sampai 4 tahun. Dengan arti kata di negara maju, universal pendidikan
tidak saja ditujukan pada usia wajib belajar sebagaimana yang diberlakukan di
Indonesia, tetapi justru ditarik pada usia lebih awal lagi.
Norma akses pendidikan yang diterapkan di negara maju
sejalan dengan temuan yang dihasilkan James Heckman di atas. Kita tengok
capaian akses pendidikan prasekolah di Indonesia. Data Susenas tahun 2012
memperlihatkan, dari 14,4 juta anak berusia 4-6 tahun, baru sekitar 52% dari
mereka yang mendapatkan pendidikan prasekolah.
Dengan arti kata jika saja negara menargetkan 75% dari
akses pendidikan prasekolah, sebanyak 5,7 juta-5,8 juta anak setiap tahun
mesti diberi akses yang mudah untuk mereka memperoleh pendidikan prasekolah.
Dengan target itu saja, kapasitas jumlah sekolah PAUD mesti ditingkatkan
sekitar 23% poin lagi. Itu jumlah sekolah dan keperluan guru PAUD yang tidak
sedikit.
Dengan berpedoman pada angka-angka itu, penyediaan guru TK
yang bermutu, kepala sekolah TK PAUD, kurikulum PAUD adalah rangkaian
komponen pendidikan prasekolah yang mesti direncanakan secara terintegrasi. Sebanyak
itu pula semestinya proses pemahaman yang juga mesti diberikan kepada orang
tua mereka tentang pentingnya pendidikan prasekolah beserta
komponen-komponennya.
Mengingat masih banyak model yang bisa dikembangkan untuk
memberikan pendidikan anak prasekolah, sebesar 78% mengecap pendidikan pada
sekolah taman kanak-kanak (TK) atau sejenisnya. Belum banyak yang
mengembangkan model akses prasekolah berupa kelompok bermain, pasca-PAUD,
tempat penitipan anak, home schooling, dan alternatif model lain. Dengan
memahami begitu pentingnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan
PAUD, arah investasi pendidikan pada masa yang akan datang tidak kalah
pentingnya ditujukan pada pencapaian pemerataan akses pendidikan prasekolah
yang bermutu.
Satu PAUD Satu Desa
Jika ingin menggenjot capaian investasi prasekolah pada
capaian di atas 75%, perlu upaya yang sangat intensif dilakukan pemerintah
daerah. Pertama, menjamin agar keterlibatan masyarakat dalam menyediakan
pendidikan PAUD, termasuk penyediaan tempat pendidikan, guru, dan proses
pembelajaran.
Pemerintah daerah dapat mengambil inisiatif agar
penyediaan pendidikan prasekolah tersedia pada tiap desa. Kedua, saat
bersamaan, pemodelan pendidikan PAUD mesti mengintegrasikan keperluan anak
prasekolah dengan peningkatan pemahaman orang tua terhadap relevansi dan
urgensi pendidikan prasekolah untuk anak-anak mereka.
Belakangan inisiatif untuk melibatkan orang tua dalam
pendidikan prasekolah merupakan sebuah target baru dalam Direktorat
Keayahbundaan dengan maksud untuk lebih meningkatkan nilai pemahaman orang
tua terhadap arti penting pendidikan anak sekaligus meningkatkan akses orang
tua terhadap pendidikan.
Ketiga, sudah saatnya model penyediaan pendidikan
prasekolah tidak saja terpaku pada model pendidikan TK, tetapi terbuka luas
untuk mengintegrasikannya dengan aktivitas-aktivitas lainnya yang ada dan
berkembang di perdesaan. Mengingat tidak mudah menyediakan sarana pendidikan,
model integrasi kegiatan keagamaan, arisan, pelayanan kesehatan ibu dan anak
dapat dilakukan dengan pendidikan prasekolah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar