Kamis, 12 Maret 2015

Provokasi Netanyahu

Provokasi Netanyahu

Dinna Wisnu  ;  Co-Founder & Direktur Program Pascasarjana
Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina
KORAN SINDO, 11 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                

Minggu lalu terjadi sebuah peristiwa ganjil dalam sejarah sistem politik di Amerika Serikat (AS) dan mungkin juga di dunia. Kepala pemerintahan Israel, Benyamin Netanyahu, memberikan pidato di depan Kongres AS tanpa melewati protokol diplomatik dari GedungPutih.

Netanyahu datang atas undangan dari Ketua DPR (House of Representative) yang berasal dari Partai Republikan John Boehner dan berpidato di hadapan Kongres. Isi pidato Netanyahu adalah ajakan agar masyarakat Amerika menolak dialog damai antara Iran dan AS. Ia ingin meyakinkan publik bahwa perundingan tersebut adalah usaha yang sia-sia dan akan memberikan peluang bagi Iran untuk mengembangkan teknologi senjata nuklirnya.

Ia juga mengkritik kerja Badan Atom Internasional yang dianggap tidak dapat mendeteksi kelihaian Iran dalam menyembunyikan maksud sesungguhnya dari rekayasa program nuklir Iran. Presiden AS Barack Obama mencemooh pidato Netanyahu sebagai tidak menyediakan alternatif apa pun untuk membangun komunikasi dengan Teheran.

Obama sendiri menyatakan tidak mau bertemu dengan Netanyahu yang dalam minggu ini telah diprotes melalui serangkaian unjuk rasa di dalam negeri. Kunjungan Netanyahu ke Washington DC itu sendiri adalah bagian dari langkah diplomatiknya untuk mengganggu perundingan nuklir yang sedang dilakukan Menteri Luar Negeri John Kerry dan mitranya dari Iran, Mohammed Javad Zarif.

Jika selama ini dalam perundingan isu Iran John Kerry memberikan update perkembangan kepada Israel, kali ini kebiasaan tersebut tidak dilakukan karena dikhawatirkan akan mengganggu proses perundingan. Hal ini tentu membuat Israel naik pitam karena mereka dibiarkan “dalam gelap” dan hanya bisa menebak-nebak apa isi dari perundingan AS-Iran.

Perundingan nuklir Iran dengan P5+1 setelah terpilihnya Hassan Rouhani sebagai presiden Iran adalah proses yang panjang dan melelahkan. P5+1 adalah kelompok negara yang membuka jalur diplomasi dengan Iran atas isu program nuklirnya, yakni 5 negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman. Banyak orang yang awalnya pesimistis bahwa Rouhani akan membawa Iran mendekat kepada dunia Barat karena kekuatan Dewan Ulama yang masih menjadi penentu arah modernisasi Iran.

Kesangsian ini sedikit demi sedikit berkurang dengan konsistennya Iran dan enam negara besar lain untuk mendiskusikan masa depan teknologi nuklir Iran. Meski demikian, di lain sisi, banyak pihak, khususnya Israel, yang menganggap perundingan tersebut hanya tarik-ulur Iran saja untuk secara diamdiam meningkatkan teknologi pengayaan uranium mereka.

Dalam pidatonya di depan Kongres AS, Netanyahu ingin meyakinkan Kongres bahwa kesepakatan AS-Iran adalah kesepakatan yang sangat buruk dan itu sebabnya harus ditolak. Netanyahu berharap akan muncul kesadaran Iran adalah ancaman yang lebih besar bagi dunia dibandingkan ancaman dari NIIS (Negara Islam Irak dan Suriah). Isi pidatonya itu juga ditujukankepada negara-negara Arab Sunni dan Timur Tengah, mulai dari Arab Saudi hingga Mesir, yang saat ini juga memandang curiga perundingan Iran dengan P5+1.

Negara-negara Arab Sunni di Timur Tengah saat ini melihat meluasnya pengaruh Iran ke Irak, Suriah, Lebanon dan saat ini di Yaman sebagai suatu ancaman. Alasan ini juga yang menjadi penyebab penanganan NIIS yang setengah hati meskipun NIIS telah menelan korban ribuan orang, termasuk para relawan kemanusiaan dari negara-negara Barat yang bekerja di sana.

 Dibandingkan dengan bantuan yang diberikan kepada para pejuang yang melawan Rezim Assad, bantuan untuk perlawanan NIIS terbilang tidak penuh. Rasa khawatir ini yang juga dieksploitasi Netanyahu untuk mengadu domba negara-negara di Timur Tengah, khususnya antara Sunni dan Syiah. Dalam pidatonya di hadapan 435 anggota parlemen yang terdiri atas 245 dari Partai Republik dan 188 dari Partai Demokrat, Netanyahu mengatakan bahwa Iran dan NIIS adalah setali tiga uang.

Ia dengan terang-terangan mengatakan bahwa peperangan yang terjadi di lapangan adalah perang antara NIIS dengan Iran sehingga membantu memerangi NIIS tidak berarti lantas mendorong Iran menjadi teman. Provokasi ini tentu ditujukan kepada negara-negara Timur Tengah yang menjadi aliansi AS saat ini.

Netanyahu memanfaatkanrasakhawatirnegara- negara tersebut terkait dengan ide AS untuk memasukkan Iran sebagai kawan aliansi di kawasan Timur Tengah. Israel mencoba membangun dinding pemisah ideologi yang lebih lebar dan tinggi antara muslim Sunni dan muslim Syiah. Hal ini dilakukan karena beberapa hari sebelumnya, John Kerry telah melakukan safari politik ke negara-negara Timur Tengah untuk mendiseminasi hasil perundingan dengan Iran.

Padahal ketika John Kerry bertemu dengan Raja Salman dari Arab Saudi dan menteri luar negeri dari Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi, dan Uni Emirat Arab, ia telah menegaskan bahwa perundingan AS tidak akan membuat Iran berpeluang menggunakannya senjata pemusnah massal. Ia juga menegaskan komitmen AS untuk mencegah ekspansi Iran di Timur Tengah.

Kekhawatiran Netanyahu cukup beralasan setelah Yordania melakukan penyerangan dan komitmen untuk memberantas NIIS setelah pilot mereka dibakar hidup-hidup. Demikian pula dengan Mesir yangmemberikan respons keras terhadap NIIS setelah 21 warganya yang beragama Kristen dipenggal hidup-hidup.

Israel menjadi khawatir bahwa negara-negara Arab yang sebelumnya masih setengah hati memerangi NIIS menjadi motor untuk menghancurkan NIIS sehingga artinya juga secara politik memberi peluang pengaruh pada Iran untuk berkembang. Sepak terjang Israel dan polarisasi politik Sunni-Syiah di Timur Tengah tampaknya memperberat perundingan Iran dan kelompok P5+1.

Provokasi Netanyahu jelas telah menjauhkan proses perdamaian. Pidatonya di Kongres AS juga bukan kebetulan karena dari sisi waktu pihak-pihak yang terlibat telah berkomitmen untuk menyelesaikan perundingan di akhir bulan Maret ini. Pidato itu juga bukan kebetulan karena dalam beberapa minggu terakhir Netanyahu telah mendapat serangan politik dari lawan politik baik di dalam maupun di luar partainya.

Terakhir ia didemo 40.000 orang di Rabin Square, Tel Aviv, minggu lalu. Bagi Iran, perundingan nuklir ini memiliki implikasi ekonomi penting terkait dengan rencana untuk menghapuskan sanksi ekonomi yang telahmembuat ekonomi mereka terpuruk dalam lima tahun terakhir. Di dalam negeri, Iran sendiri pun mendapatkan banyak tekanan kepada Rouhani terkait dengan perundingan nuklir ini.

Oleh sebab itu, dalam perundingan, Iran menghendaki pencabutan sejumlah sanksi yang efeknya dapat langsung dirasakan masyarakat seperti pembukaan rekening Iran di pasar Eropa dan Asia agar negara-negara lain dapat segera membeli minyak dari Iran. Bagi Indonesia, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, kita patut mewaspadai gagasan-gagasan yang mirip dengan ide Netanyahu, yakni gagasan yang bertujuan memecah belah persaudaraan antarumat Islam yang demokratis dan moderat. Jangan sampai kecurigaan menghentikan langkah menuju perdamaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar