Politik
Bantuan China-Afrika
Dinna Wisnu ; Co-Founder & Direktur Program
Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina
|
KORAN
SINDO, 18 Maret 2015
Sekretaris
Kabinet Andi Widjajanto mengatakan dalam laman resmi Sekretariat Kabinet
bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengadakan kunjungan ke China dan
Jepang dalam waktu dekat. Apabila terlaksana, kunjungan tersebut adalah kedua
kalinya bagi Presiden Jokowi dalam 149 hari masa kerjanya. Masyarakat
internasional dapat menginterpretasikan kunjungan tersebut sebagai tanda
semakin mesranya hubungan Indonesia dengan China. Namun, apakah hubungan
mesra itu merupakan tanda semakin menjauhnya hubungan Indonesia dengan
Amerika Serikat (AS) dan Eropa adalah tanda tanya besar yang dapat dijawab
hanya lewat aksi-aksi diplomatik ke depan.
Ada
kemungkinan, menurut Andi Widjajanto, Presiden Jokowi akan mengunjungi AS
setelah kunjungannya ke China dan Jepang. Kunjungan ke AS mungkin dapat
mengimbangi kekhawatiran dunia Barat yang semakin galau menghadapi meluasnya
pengaruh China di berbagai kawasan.
Semakin
rapatnya Indonesia ke China dapat dilihat dari program Nawa Cita Presiden
Jokowi tentang Poros Maritim. Juga kebutuhan Indonesia untuk mendapatkan
bantuan keuangan demi mendanai pembangunan infrastruktur yang diperlukan,
terutama pembangunan pelabuhan, jalan raya, kereta api, bandar udara, dan
yang paling penting adalah pembangkit listrik.
China
adalah salah satu lumbung dolar terbesar di dunia dan hampir seluruh negara
yang butuh utang akan datang ke China. Cadangan devisa mereka dalam mata uang
dolar, merujuk pada data September 2014, mencapai USD4 triliun (Bloomberg,
10/6/ 2014). Bandingkan dengan cadangan dolar Indonesia yang hanya mencapai
USD111,2 miliar atau kurang dari 2,8% cadangan dolar China.
Posisi
keuangan yang signifikan itu membuat posisi China dalam politik luar negeri
pun sangat berpengaruh. Posisi tersebut terutama untuk mengamankan dua prinsip
”Kebijakan Satu China” dan ”Kebijakan Nonintervensi”.
Beberapa
negara yang menerima bantuan dari China memberikan timbal balik dukungan
politik seperti di dalam Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB atau dalam World
Trade Organization (WTO). Dalam meluaskan pengaruh China mendirikan
lembaga-lembaga keuangan untuk menyalurkan bantuan.
Misalnya,
New Development Bank BRICS yang didirikan bersama Rusia, Brasil, Afrika
Selatan, dan India; kemudian China-Africa Development Fund. Atau yang
terakhir dan menyedot perhatian setelah Inggris bergabung adalah Bank
Infrastruktur yang akan mendanai proyek di kawasan Asia.
Dampak
nyata dari pengaruh China dan kekuatan keuangannya adalah menguatnya politik
nonintervensi. Hal ini yang membedakan antara bantuan dari lembaga keuangan
”tradisional” seperti Bank Dunia atau IMF dengan bantuan yang disalurkan oleh
lembaga keuangan yang didukung oleh China.
Lembaga-lembaga
bantuan keuangan ”tradisional” sudah terkenal selalu memberikan syarat mulai
dari perlindungan lingkungan hidup, transparansi anggaran, hingga
HAM–sebelum, sesaat, dan setelah bantuan disalurkan.
Hal
ini yang tidak terjadi pada bantuan yang diberikan oleh China. Negara yang
menerima bantuan dari China relatif tenang karena tidak khawatir bantuannya
akan diputus ketika terjadi gejolak politik di dalam atau luar negeri mereka.
Negara-negara yang diuntungkan dengan model politik bantuan China adalah
praktis negara-negara yang saat ini menjadi ”musuh” Barat.
Negara
tersebut terutama negara-negara Afrika seperti Angola, Sudan, Etiopia, Ghana,
Zimbabwe, atau negara-negara yang masuk dalam kategori ”negara gagal” menurut
standar masyarakat Barat.
Dalam
White Paper Foreign Aid yang ditulis oleh Pemerintah China, bantuan ke Afrika
menempati prioritas pertama selama tahun 2010-2014. Dari total bantuan
USD14,41 miliar sepanjang periode tersebut, 51,8 % tersalur ke negara-negara
kawasan Afrika dan 30,5 persennya ke kawasan Asia. Jumlah yang diterima oleh
negara-negara Afrika bertambah 6% sejak 2006.
Bantuan
kepada negara-negara di kawasan Afrika tidak semata- mata untuk mengisi
kekosongan bantuan akibat ditinggalkan oleh lembaga keuangan ”tradisional”
atau demi ”membeli pengaruh” dari negara-negara Afrika. Tetapi juga untuk
mengamankan pasokan energi dan sumber daya alam yang menyokong pertumbuhan
ekonomi China yang pesat.
Negara-negara
di Afrika memiliki cadangan energi berupa minyak dan gas bumi dalam jumlah
besar, juga sumber daya alam yang kaya sepertiemas, platinum, mangan,
tembaga, dan lainnya. China melakukan hubungan jual beli langsung dengan
negara-negara tersebut.
Salah
satu tujuannya adalah mengurangi ketergantungan dari harga di pasar dunia
yang biasanya sangat dinamis terpengaruh oleh faktor-faktor politik luar
negeri yang sensitif. Pendekatan ini berhasil untuk kedua belah pihak.
Perdagangan negaranegara Afrika dan China meningkat pesat dalam sepuluh tahun
terakhir.
Sebagai
perbandingan, pada tahun 2013 perdagangan Afrika dengan AS untuk barang dan
jasa masing-masing USD85 miliar dan USD11 miliar. Bersama masyarakat
Uni-Eropa, nilai total perdagangan Afrika mencapai USD137 miliar, sementara
nilai perdagangan Afrika-China mencapai USD200 miliar.
Hubungan
positif antara bantuan yang diberikan dan perdagangan yang meningkat di
antara China dan Afrika tentu menggiurkan bagi Indonesia yang sedang
giat-giatnya menjual proyek-proyek infrastruktur ke beberapa negara.
Indonesia telah menjadi anggota Bank Infrastruktur Asia tahun lalu yang
dipelopori oleh China dan berharap segera mendapatkan dana segar.
Harapan
tersebut mungkin akan semakin nyata dengan rencana kunjungan Presiden Jokowi
dalam waktu dekat ke Beijing. Meski demikian, Indonesia juga perlu waspada
terhadap konsekuensi politik atas pilihan untuk mendekat ke China.
Negara-negara Afrika melihat ke China karena posisi tawar mereka relatif
rendah ke lembaga-lembaga keuangan ”tradisional”.
Selain
itu, negara-negara tersebut menganut sistem politiknya nondemokrasi sehingga
cocok dengan model politik luar negeri China. Sebaliknya, kondisi Indonesia
bertolak belakang dengan Afrika. Kedekatan dengan China perlu dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat sipil dan parlemen. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar