Rabu, 18 Maret 2015

Berapa APBN untuk Parpol?

Berapa APBN untuk Parpol?

Anas Urbaningrum  ;  Ketua Presidium Nasional Perhimpunan Pergerakan Indonesia
KORAN SINDO, 18 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

Hampir tidak ada perdebatan tentang urgensi bantuan anggaran negara kepada partai politik. Ketentuan imperatif ihwal ini malah sudah tertuang di dalam Undang-Undang (UU) tentang Partai Politik sejak awal reformasi, yakni UU No 2 Tahun 1999. UU Parpol yang terakhir— UU No 2 Tahun 2011— juga memuat ketentuan yang sama. Dasar pemikirannya adalah tanggung jawab negara untuk ikut menghadirkan parpol yang sanggup menuaikan fungsinya sebagai pilar demokrasi.

Tak terbantahkan, parpol mempunyai posisi penting dalam sistem negara demokrasi. Wilayah debatnya adalah pada tataran implementasi. Bagaimana konstruksi falsafah dan ketentuan UU tersebut diselenggarakan dengan tepat. Berapa besarannya, apa saja peruntukannya, bagaimana memastikan akuntabilitasnya, adalah tema-tema yang menonjol.

Besaran terkait dengan kebutuhan partai dan kemampuan APBN, peruntukan menyangkut isu ketepatan sasaran dan efektivitas, sedangkan akuntabilitas berhubungan dengan bagaimana pertanggungjawabannya.

Formula Bantuan APBN

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 Tahun 2009 yang berlaku hingga sekarang, formula bantuan APBN kepada parpol sebesar Rp108 untuk setiap suara. UU Parpol sudah mengatur bahwa dasarnya adalah jumlah suara hasil pemilu legislatif dari parpol yang mempunyai kursi di parlemen.

Jadi bantuan dari APBN hanya berlaku bagi parpol yang lolos threshold, tanda parpol tersebut didukung oleh rakyat. Jika patokannya hasil Pemilu 2014, ada 10 parpol yang lolos threshold. Perolehan suara total 10 parpol tersebut untuk tingkat DPR adalah 124.972.491 suara.

Yang terbesar PDI Perjuangan dengan perolehan 23.681.471 suara dan yang terkecil adalah Hanura dengan capaian 6.579.498 suara. Kalau ketentuan PP dilaksanakan, total bantuan APBN kepada seluruh parpol adalah Rp13,17 miliar. Penerima terbesar adalah PDIP dengan jatah Rp2,55 miliar dan diikuti oleh parpol-parpol lain secara proporsional.

Dibanding dengan kebutuhan dana partai per tahun, angka Rp2,55 miliar sangat jauh dari cukup. Bahkan jikapun PDI Perjuangan atau parpol lainnya masing-masing mendapatkan Rp13,17 miliar (angka total bantuan), juga belum mendekati memadai. Dari pengalaman berbagai parpol yang serius, angka Rp2,55 miliar tidak lebih dari 2% saja angka kebutuhan riil.

Belum lagi pada tahun menjelang pemilu dan tahun penyelenggaraan pemilu, kebutuhan dana mengalami lonjakan serius. Tidak berlebihan jika dikatakan formula yang berlaku sekarang tergolong sangat minimalis. Mari bandingkan dengan formula lama yang berlaku pasca- Pemilu 1999. Saat itu perhitungannya adalah Rp1.000 untuk setiap suara hasil pemilu legislatif, angka yang jauh lebih besar dari pola minimalis sekarang.

Jika diambil contoh lima besar parpol berdasarkan hasil Pemilu 1999, berturut-turut perolehan suaranya adalah: PDI Perjuangan 35.689.073, Partai Golkar 23.741.749, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 13.336.982, Partai Persatuan Pembangunan(PPP) 11.329.905, Partai Amanat Nasional (PAN) 7.528.956 suara.

Partai-partai tersebut masing-masing mendapatkan sekitar Rp35,68 miliar, Rp23,74 miliar, Rp13,33 miliar, Rp11,32 miliar, dan Rp7,52 miliar. Dengan formula 1999 saja, jumlah bantuan dari APBN belum memadai. Apalagi dengan formula yang berlaku saat ini. Faktanya, setiap parpol dituntut untuk membiayai urusan rutin operasional dan pelaksanaan program yang diterjemahkan ke dalam bentuk ragam kegiatan.

Karena faktor keterbatasan dana, semua parpol terjebak urusan rutin. Program-program yang terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi utama parpol tidak optimal diselenggarakan, terutama kaderisasi, pencerahan anggota dan konstituen. Jika pun dilaksanakan, skalanya masih terbatas.

Inilah musabab mengapa parpol sering absen dari kehidupan rakyat dan hanya hadir menjelang atau saat pemilu. Realitas itulah yang meniscayakan adanya penyesuaian besaran bantuan APBN. Dasar perhitungannya harus lebih rasional agar benar-benar bisa dirasakan faedahnya bagi peningkatan kinerja parpol. Tentu saja tidak perlu bicara triliun.

Gagasan suntikan Rp1 triliun per tahun bagi setiap parpol terlalu jumbo. Malah bisa mengganggu rasionalitas dan mengusik perasaan publik. Harus ada kepantasan dan ukuran daya manfaatnya yang nyata. Ambil contoh, angka perhitungannya dinaikkan menjadi Rp3.000 untuk setiap suara. Dengan angka itu maka 10 parpol yang sekarang mempunyai kursi di DPR akan mendapatkan alokasi bantuan cukup lumayan.

Kalau dihitung, masingmasing akan mendapatkan sekitar: Rp71 miliar untuk PDI Perjuangan, Rp54 miliar Golkar, Rp44 miliar Gerindra, Rp38 miliar Demokrat, Rp34 miliar PKB, Rp28 miliar PAN, Rp25 miliar Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rp25 miliar Nasdem, Rp24 miliar PPP, dan Rp20 miliar buat Hanura.

Meski jika dikalkulasi angka-angka tersebut belum cukup untuk mengongkosi seluruh kegiatan parpol, setidaknya telah cukup menunjukkan keseriusan negara untuk mengambil tanggung jawab mendukung kehidupan parpol yang lebih fungsional. Jikapun masih dianggap belum cukup memadai, dasar angka perhitungan sebesar Rp3.000 dapat dinaikkan lagi.

Tetapi hemat saya, untuk kondisi sekarang ini angka tersebut sudah relatif rasional, bisa dijelaskan, dan akan bermanfaat nyata bagi parpol untuk semakin bergiat. Harus juga ditegaskan bahwa tidak pada tempatnya jika parpol hanya menggantungkan diri pada bantuan dari anggaran negara.

Parpol tidak boleh menjadi ”anak manja” negara. Ada potensi iuran anggota yang harus digali secara sungguh-sungguh. Ada pula sumbangan dari perorangan dan korporasi yang bisa dioptimalkan dengan kreativitas meyakinkan calon penyumbang. Trisula sumber dana: iuran, sumbangan, dan bantuan anggaran negara harus berjalan seiring.

Terang dan Akuntabel

Justru lantaran ada potensi dari iuran dan sumbangan, maka peruntukan bantuan dari APBN harus diatur ketat dan terang. Tidak elok kiranya jika bantuan tersebut digunakan untuk membiayai urusan rutin operasional, seperti biaya kantor, pegawai, dan keperluan rutin pengurus.

Lebih tepat dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan dalam konteks penguatan kelembagaan dan peran parpol, terutama kaderisasi dan penguatan relasi dengan konstituen. Kegiatan diklat, kursus kader, pencerahan konstituen, bakti sosial dan pelayanan, adalah sebagian contoh yang bisa disebut.

Hal terakhir yang tak kalah penting adalah memastikan semuanya akuntabel. Dana APBN wajib dipertanggungjawabkan. Parpol harus menyiapkan SDM yang cakap untuk mengelola dan mempertanggungjawabkan dana yang diterima menurut standar keuangan negara.

Pemerintah bertugas menyiapkan juklak-juknis dan melakukan supervisi. BPK bertugas melaksanakan audit sebagaimana mestinya. Karena itulah, mesti ada konsekuensi administratif dan pidana. Pelanggaran administratif paling serius layak dijatuhi sanksi tidak mendapatkan jatah bantuan tahun berikutnya.

Pelanggaran pidana diproses berdasarkan ketentuan pidana yang berlaku. Dengan cara demikian, parpol dan pengurusnya dipaksa untuk bergegas profesional dan akuntabel dalam mengelola bantuan dari APBN. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar