Kamis, 05 Maret 2015

Paradigma Sehat sebagai Ujung Tombak Kesehatan Masyarakat

Paradigma Sehat

sebagai Ujung Tombak Kesehatan Masyarakat

Nila Farid Moeloek  ;  Menteri Kesehatan
MEDIA INDONESIA, 04 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                

SEHAT merupakan salah satu sendi dasar kehidupan manusia. Di sisi lain, setiap orang punya hak dan juga tanggung jawab untuk hidup sehat. Dari sudut pemerintah, konsep Nawa Cita secara jelas menyebutkan untuk `meningkatkan kualitas hidup manusia', dengan kesehatan tentu merupakan salah satu komponen utamanya.

Jika kita lihat indeks pembangunan manusia (IPM), nyatanya Indonesia di posisi 108 dari 187 negara. Dari penilaian IPM juga, berdasarkan lama sekolah yang saat ini, Indonesia mempunyai lama sekolah 8,14 tahun. Untuk kesehatan, peringkat Indonesia meningkat karena telah dimulai universal health coverage,dan penilaian ketiga ialah ekonomi yang sekaligus merupakan tantangan tersendiri bagi dunia kesehatan.

Dengan pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional awal 2014, masyarakat yang tak mampu membayar iuran, mendapat bantuan dari pemerintah berupa bantuan iuran/PBI. Jumlahnya mencapai 86,4 juta dari data 90,7 juta orang tak mampu.Begitu juga dengan pemberlakuan Kartu Indonesia Sehat (KIS), jumlah penyandang masyarakat kesejahteraan sosial, bayi baru lahir, dan penderita pascarehabilitasi narkoba yang mendapat bantuan pemerintah menjadi meningkat.

Asuransi kesehatan (Askes) awalnya dibuat untuk PNS. Ketika itu, Askes, sebagai BUMN, mengembalikan dana kepada pemerintah jika premi tak terpakai. Askes juga melaksanakan pengadaan obat-obatan bagi PNS yang berobat. Selain itu ada juga asuransi yang dipunyai Asabri dan Jamsostek. Untuk kesehatan bagi masyarakat yang tak terkover dan tak mampu, dibuatlah Askeskin yang kemudian menjadi Jamkesmas oleh pemerintah pusat. Setelah otonomi daerah, asuransi ini berubah namanya menjadi Jamkesda. Kita sudah mengenalnya saat Presiden Joko Widodo menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, dengan membuat kartu Jakarta Sehat.

Inti dari semua ini seluruh masyarakat seharusnya punya askes sebagai payung ketika sakit, yang dapat mengakses ke layanan kesehatan. Bagi masyarakat mampu, mereka dapat tetap membeli askes swasta (private insurance).
Jaminan kesehatan Nasional (JKN) ditandai dengan KIS yang dikelola Badan Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS). Bagi PBI, data diperoleh dari Kementerian Sosial berdasarkan data BPS yang divalidasi oleh TPN2K. Data Askes, Asabri, dan kemudian bagi peserta mandiri yaitu peserta yang ikut masuk mendapatkan askes nasional. Total peserta saat ini berjumlah 133 juta jiwa.

Sistem ini baru berjalan 1 tahun dan masih banyak yang perlu dibenahi untuk kekurangan yang terjadi. Baik secara administrasi ataupun cara pembayaran ke rumah sakit ataupun layanan primer serta kerja sama dengan berbagai layanan kesehatan. Tujuan asuransi ini ialah asuransi sosial dengan sifat gotong royong. Diharapkan, iuran orang sehat dipakai untuk membantu membiayai yang sakit pada saat itu.Premi KIS, untuk kelas 3 Rp25.500, kelas 2 (Rp42.500), dan kelas 1 (Rp59.500). Untuk peserta PBI dibayar pemerintah Rp19.225.

Sebagai gambaran, pada Januari-Juni 2014, penderita gagal ginjal ada 889.356 orang dan menelan biaya Rp869.598.888.142.Untuk rawat inap penderita gagal ginjal sebanyak 138.779 penderita dengan biaya Rp750.610.932.614. Jika dibiarkan masyarakat jatuh sakit, biaya atas kesehatan akan semakin meningkat.
Sebagian masyarakat memang punya kemudahan akses akan berobat, seperti di Pulau Jawa. Sebagian yang lain harus diakui berada di daerah dengan geografis yang sulit, sehingga membuat tingkat berobat masyarakat masih rendah dan sistem pembiayaan belum optimal.

Masalah kedua, masyarakat belum menyadari adanya sistem dalam layanan kesehatan. Jika layanan primer dapat mengatasi sebagian besar penyakit saat dini, diharapkan, hanya sekitar 10%-20% yang ditangani di layanan sekunder dan lebih sedikit lagi di layanan tertier. Keadaan saat ini masih terbalik, banyaknya penderita yang perlu ditangani di layanan sekunder dan tertier.

Fakta kesehatan

Tantangan kesehatan kini amat beragam. Kalau dari sudut penyakit, Indonesia saat ini menghadapi beban ganda. Penyakit menular tertentu masih jadi masalah kesehatan, sementara penyakit tidak menular (PTM) sudah meningkat dan bahkan sudah lebih tinggi dari penyakit menular. Tahun 1990 penyakit tak menular sebanyak 37% menjadi 58% di 2010.

Penyakit stroke, kecelakaan lalu lintas, penyakit jantung iskemik, kanker, diabetes melitus, paru-paru obstruksi kronis, secara berurutan merupakan masalah saat ini dan berbiaya tinggi. Di samping itu masih terbebani pula oleh neglected tropical diseases dan new-emerging diseases, yaitu filariasis, kusta, cacingan, rabies, frambusia, leptospirosis, dan schisosomiasis.

Maraknya pengguna napza serta perilaku seks bebas masih menjadi beban bangsa untuk HIV/AIDS. Penderita HIV/AIDS rentan terhadap penyakit TB dan hepatitis C. HIV/AIDS termasuk penyakit menular langsung, juga termasuk TB, hepatitis, dan ISPA terutama pada bayi. Banyak lagi kejadian yang sering dialami seperti diare, demam berdarah, malaria, serta termasuk kekurangan gizi, atau malnutrisi.

Beban ganda mengenai gizi, obesitas juga meningkat paralel dengan kekurangan gizi. Jika dilihat negara kita dengan GDB meningkat, namun untuk kekurangan gizi pada ibu hamil menyebabkan stunting pada anak yang dilahirkan, dengan nilai rata-rata sebesar 37%, yang menyebabkan gangguan kognitif pada generasi mendatang.

Hal ini terjadi pada masyarakat kurang mampu dan akan menjadi siklus kembali dalam kehidupan mereka. Sebaliknya obesitas juga terjadi yang mengartikan masyarakat tak mengerti tentang berperilaku gizi seimbang. Walau telah dicanangkan 1.000 hari kehidupan dan scalling up nutrition oleh PBB, pengertian tentang nutrisi belum sepenuhnya diimplentasikan masyarakat.

Semua penyakit ini perlu menjadikan perhatian kita semua, karena berdampak pada kerugian ekonomi yang akan ditanggung negara dan tidak tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas. Selain penyakit atau dunia kesehatan kita amat dipengaruhi aspek lain, yaitu social determinant of health, antara lain perilaku, perubahan pola demografi, aspek sosio budaya, dan bahkan sisi ekonomi dan politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar