Senin, 16 Maret 2015

Narkoba dan Bonus Demografi

Narkoba dan Bonus Demografi

Yodfiatfinda ;  Dosen Universitas Trilogi;
Direktur Pusat Studi Global Strategic Management
MEDIA INDONESIA, 14 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

KONDISI darurat narkoba memang semakin jelas terlihat dinegara ini. Semakin hari, kasus peredaran narkoba yang bisa diungkap Badan Narkotika Nasional (BNN) semakin mencengangkan. Di antaranya ada kasus ganja seberat 8 ton yang dikirim melalui darat dan sabu seberat hampir 1 ton yang dikirim dari luar negeri melalui laut.Lemahnya penegakan hukum telah mendorong negeri ini jadi surga bagi sindikat narkotika internasional. Ini ancaman serius terhadap ketahanan bangsa, khususnya terhadap generasi muda.

Selain itu, dalam banyak kasus penyalahgunaan narkoba, ternyata pelaku yang tertangkap berasal kalangan generasi muda dengan berbagai profesi, mulai artis, pejabat, pengusaha, mahasiswa, bahkan hingga pelajar. Umumnya para pengguna berada dalam usia produktif (15-60 tahun).Penduduk dalam golongan usia tersebut sebenarnya sangat diharapkan untuk menjadi motor penggerak kemajuan bangsa.

Bonus demografi

Bonus demografi dicirikan ledakan jumlah penduduk usia kerja 15-60, diiringi menurunnya jumlah penduduk belum bekerja (0-15 tahun), sedangkan proporsi penduduk yang sudah pensiun (berumur 60 tahun ke atas) meningkat. Secara teoretis, setiap negara hanya mengalami bonus demografi satu kali. Dalam sebuah focus group discussion tentang bonus demografi di Indonesia yang diselenggarakan Universitas Trilogi baru-baru ini, mantan Kepala BKKBN Haryono Suyono mengungkapkan bonus demografi di Indonesia ternyata datang lebih cepat daripada yang diperkirakan. Semula para ahli memprediksi struktur penduduk Indonesia mengalami bonus demografi antara 2030 dan 2040.Kenyataannya saat ini tanda-tanda adanya bonus demografi sudah terlihat.

Negara harus mengambil manfaat mak simal dari bonus demografi karena itu merupakan saat yang tepat untuk mencapai kemajuan di segala bidang. Namun, pertanyaannya, apakah kemajuan ini otomatis terjadi pada negara yang mengalami bonus demografi? Jawabannya bisa ya bisa juga tidak, tergantung produktivitas angkatan kerja yang jumlahnya melimpah tersebut.Jika semua bisa bekerja dan produktif, bonus demografi akan menjadi rahmat.Sebaliknya, jika banyak yang menganggur, ia akan menjadi bencana sosial. Jadi permasalahan sebenarnya bukan tentang kapan bonus demografi itu datang, melainkan bagaimana kualitas dari generasi pekerja yang menjadi pemeran utama dalam bonus demografi tersebut.

Pengaruh narkotika dan obat-obatan terlarang bermacam-macam tergantung jenisnya. Akan tetapi, pengaruh yang jelas tidak hanya terhadap fisik saja, tetapi juga menyebabkan gangguan mental dan kejiwaan, seperti depresi berat, apatis, gugup dan gelisah, mengantuk, rasa lelah berlebihan, pemalas, dan yang lebih berbahaya ialah tekanan pada susunan saraf yang mengakibatkan ketagihan. Bila sudah sampai pada tahap ketagihan, inilah awal dari malapetaka bagi si pemakai. Kalau tidak punya uang untuk membeli, pengguna akan melakukan berbagai cara asal ketagihan bisa dipenuhi termasuk tindakan kriminal. 

Beberapa kasus kecelakaan lalu lintas akhir-akhir ini yang mengakibatkan banyak korban tewas disebabkan pengendaranya sedang mabuk akibat mengonsumsi narkoba. Artinya narkoba tidak hanya berbahaya bagi si pemakai, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya, keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Merebaknya pecandu narkoba di kalangan penduduk usia produktif menjadi serangan telak terhadap kualitas bonus demografi. Berdasarkan laporan statistik, rata-rata usia penduduk Indonesia adalah 28,2 tahun. Ini median age yang berada dekat dengan titik tengah selang umur 1560 tahun. Artinya sebagian besar penduduk Indonesia usia produktif. Karier dan penghasilan kelompok usia tersebut umumnya sedang menanjak. Jika dicemari pengaruh narkoba, ini kerugian besar bagi bangsa.Kemampuan berpikir jernih, membangun keluarga yang harmonis, dan semangat mempertahankan muruah bangsa akan hilang. Kalau generasi muda rapuh, tidak punya semangat juang, dan ingin hasil instan, Indonesia tidak dapat memanfaatkan momentum bonus demografi untuk kemajuan bangsa.

Persaingan bangsa-bangsa di dunia terhadap akses sumber daya alam (SDA) tidak akan pernah mengendur. Dua kali Perang Dunia dan perang-perang besar lainnya di belahan dunia, sejatinya, disebabkan perebutan SDA. Bangsa Indonesia harus bersyukur dikaruniai Tuhan kekayaan alam yang melimpah. 

Namun, untuk menjaga dan mempertahankan SDA tersebut dari `serbuan' bangsa lain yang selalu berusaha ikut mencicipi dengan segala cara, diperlu kan generasi muda yang kuat, bersemangat, dan tidak pemalas. Ironisnya, jumlah kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda, khususnya pelajar dan mahasiswa, semakin tinggi. Tidak hanya di kota-kota besar, pengaruh negatif narkoba juga sudah merebak sampai ke desa-desa.Bahkan di Bangkalan Madura, menurut wakil bupatinya, 50% kepala desa di sana mengonsumsi narkotika.

Tanggung jawab siapa?

Upaya menghindarkan generasi muda dari pengaruh narkoba harus dilakukan sejak dini. Biasanya kecanduan narkoba diawali dengan kebiasaan merokok dan minum minuman keras. Ketika rokok sudah biasa, pergaulan bebas akan membawa ke arah mencoba-coba narkotika seperti ganja, ekstasi, sabu, sampai akhirnya menjadi pencadu. Cara yang paling dapat diandalkan untuk mencegahnya ialah melalui pendidikan yang melibatkan peran keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tidak cukup hanya guru di sekolah melarang anak-anak sekolah merokok sementara di rumah dibiarkan dan masyarakat pun tidak ikut mengawasi. Di negara-negara maju, seperti di Jepang, kalau ada anak di bawah umur membeli rokok pasti akan dimarahi penjualnya. Rokok tidak dijual di vending machine tetapi harus di tempat yang dijaga, misalnya dekat kasir. Sementara itu, di In donesia, penjual rokok dengan senang hati melayani pembeli termasuk pelajar.

Kesibukan orangtua modern, materi berlimpah, justru sering tidak menyisakan waktu dan perhatian bagi keluarga, teru tama anak-anak. Itu sebabnya semua pihak harus satu suara menjaga generasi muda terutama anak-anak sekolah dan ma hasiswa agar tidak terjerumus dalam kasus narkoba.

Pemerintah punya posisi penting dalam menjaga generasi muda agar tidak semakin terpuruk oleh narkoba. Peran pemerintah dalam hal ini setidaknya ada tiga poin, yaitu pencegahan, penindakan tegas kepada pengedar, dan rehabilitasi terhadap pengguna. Selama ini penegakan hukum bagi para pengedar narkoba masih kurang tegas. Sukar dinalar akal sehat, banyak terpidana narkoba justru lebih leluasa menjalankan bisnis mereka dari da lam penjara. Beberapa terpidana mati justru terungkap mengendalikan bisnis narkoba dari balik tembok tahanan. Lebih parah lagi, ada terpidana narkoba yang malah membuat pabrik sabu dan ekstasi di dalam penjara Cipinang yang kasusnya terkuak pada 2013. Schapelle Leigh Corby yang memasuk kan 4,2 kg ganja ke Bali dan dituntut seumur hidup hanya divonis 20 tahun penjara dan akhirnya dibebaskan se telah menjalani hanya setengah masa hukuman.

Berbeda dengan sikap ambivalen pemerintah sebelumnya, Presiden Jokowi meng awali pemerintahannya dengan mengek sekusi mati enam terpidana narkoba. Eksekusi gembong narkoba gelombang kedua tidak boleh ditunda lagi. Indonesia negara berdaulat dan penegakan hukumnya tidak boleh dicampuri negara mana pun. Dalam beberapa hari mendatang, kita akan melihat bagaimana keberanian seorang Presiden yang memimpin negara dengan jumlah penduduk keempat terbanyak di dunia ini dalam perang melawan bandar narkoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar