Menyoal
Bantuan Dana Parpol
Aminuddin ; Peneliti
Politik di Bulaksumur Empat;
Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
|
SINAR
HARAPAN, 12 Maret 2015
Masih segar dari ingatan kita bahwa anggota legislatif
telah mengesahkan dana rumah aspirasi yang dibiayai negara. Kini ada lagi
usulan yang menggelitik terkait dana partai politik (parpol). Pemerintah
melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, menggulirkan wacana
bantuan dana kepada parpol untuk dibiayai uang rakyat.
Dana parpol tersebut akan dibiayai negara Rp 1 triliun.
Artinya, negara akan menanggung anggaran parpol melebihi dana yang telah
ditanggung sebelumnya, yaitu Rp 13,7 miliar. Mendagri yang juga mantan
sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut beralasan,
dana dari negara ini bertujuan mengikis budaya korupsi parpol yang memang
sedang marak terjadi. Selama ini, korupsi selalu dilakukan kader partai di
legislatif, dengan tujuan mendanai parpol sekaligus sebagai balas budi yang
telah mengusungnya.
Terkait dana parpol yang akan dibiayai negara, banyak
kalangan dari legislator yang merespons positif. Salah satunya Wakil Ketua
DPR yang juga kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah. Menurutnya,
dana dari negara akan memutus akar korupsi dari parpol. Namun, tidak sedikit
kalangan yang menolak wacana tersebut. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla
terkejut mendengar wacana tersebut.
Selama ini, parpol yang berkontestasi dalam demokrasi
memang selalu bermasalah dengan pendanaan parpol. Parpol selalu galau ketika
dihadapkan pada pendanaan. Dana parpol selalu diserahkan kepada tiga sumber
pokok: iuran anggota, sumbangan yang sah menurut kacamata hukum, dan bantuan
keuangan dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN)/anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD).
Khusus yang pertama, iuran dari anggota menjadi problem
tersendiri. Pasalnya anggota dan kader parpol kerap menjadi ujung tombak.
Ketika menjadi ujung tombak dalam pendanaan parpol, berbagai cara pun
dilakukan, termasuk korupsi di institusinya.
Mahalnya dana parpol di negeri ini harus dipikul bersama
oleh kader maupun legislatif. Dana parpol merupakan roh bergerak/tidaknya
mesin parpol. Ketika dana parpol sehat, mesin parpol akan bergerak. Di
sinilah semua elemen parpol bergerak cepat mencari dana parpol. Bisa-bisa
modal untuk menghidupkan parpol tersebut adalah melakukan dengan cara tidak
halal.
Parpol dan biaya politik memang menjadi sebuah keniscayaan
dalam mengarungi kontestasi politik Tanah Air. Tanpa dana parpol, akan sulit
untuk menjalankan mesin parpol itu sendiri. Terkait beban biaya parpol yang
semakin menggunung, banyak cara yang diakali elite parpol untuk menambal
sulam biaya parpol.
Pendanaan untuk parpol untuk saat ini memang sudah
diberikan terhadap parpol yang lolos di ambang batas parlemen. Tercatat, ada
10 parpol yang lolos dan menghabiskan dana Rp 13,17 miliar.
Di antara parpol yang memperoleh dana paling tinggi adalah
PDIP karena memenangkan Pemilu 2014. Dari bantuan keuangan tersebut, PDIP
yang memperoleh 109 kursi di DPR mendapat kucuran dana Rp 2,55 miliar per
tahun. Parpol yang memperoleh dana paling sedikit adalah partai Hati Nurani
Rakyat (Hanura) dengan Rp 701,58 juta.
Miskin Pengawasan
Jika wacana pembiayaan parpol itu benar-benar
direalisasikan, negara benar-benar terbebani ongkos politik yang semestinya
ditanggung 0kader parpol. Sebenarnya, dana yang dikucurkan negara senilai Rp
13,17 miliar sudah tergolong tinggi. Terlebih, perolehan dana tersebut sudah
dihitung berdasarkan kursi yang diperoleh pada Pemilu 2014.
Akar masalah yang akan timbul jika wacana tersebut
direalisasikan adalah miskinnya pengawasan dari masyarakat terhadap
pengelolaan parpol. Selama ini, kita jarang mendapatkan informasi mengenai
pengelolaan dana parpol. Hal ini terjadi karena pengelolaan dana parpol
cenderung tertutup dan tidak transparan.
Akar masalah berikutnya adalah, dana tersebut tidak
menjamin bahwa praktik korupsi akan ditekan di internal parpol. Pasalnya,
korupsi dewasa ini telah menjadi budaya dan sudah mendarah daging.
Ketika budaya korupsi tetap masih dilakukan, siapa yang
akan mengontrol di internal parpol itu sendiri? Tentunya tidak akan ada
jaminan dari parpol untuk memberi pengawasan dan pengelolaan transparan untuk
diketahui publik.
Menjadi janggal bila dana parpol yang rencananya akan
dibebankan kepada negara senilai Rp 1 triliun tersebut benar-benar
terealisasi. Dana yang sedemikian tingginya juga belum tentu mendorong parpol
ke arah lebih baik, baik dari kinerja maupun perekrutan kader berkualitas. Ini
membuat regulasi pembatasan dana parpol dalam aktivitas kampanye, merupakan
cara yang cukup realistis guna menekan biaya politik yang tinggi.
Regulasi tersebut dapat direalisasikan kepada seluruh
parpol. Jika ada parpol yang melanggar regulasi tersebut, jangan segan-segan
mediskualifikasi parpol tersebut agar tidak ikut dalam pilkadav maupun pemilihan legislatif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar