Mendorong
Kemandirian Parpol
Tasroh ; PNS di Pemkab
Banyumas,
Alumnus Ritsumeikan Asia Pacific University Jepang
|
SUARA
MERDEKA, 12 Maret 2015
RENCANA pemerintah memberikan dana penyelenggaraan partai
politik Rp 1 triliun, mengambil dari APBN, menuai pro dan kontra. Adalah
Mendagri Tjahjo Kumolo yang menggulirkan gagasan itu, dengan mendalihkan
meminimalkan risiko korupsi lewat kader partai (SM, 9/3/15). Merunut ke
belakang, lontaran gagasan dia yang juga Sekjen PDIP sebetulnya bukan hal
baru mengingat rezim sebelumnya berulang kali mewacanakan.
Dana bantuan untuk parpol sudah jamak di beberapa negara,
semisal di Tiongkok, Jepang, atau beberapa negara di Eropa. Di Jepang bahkan
diembel-embeli syarat bahwa dana itu hanya diberikan kepada parpol yang
mempunyai ’’visi dan misi serta ideologi positif’’ bagi kepentingan negara.
Sebaliknya, parpol yang tidak mampu menjalankan kinerja politik sesuai dengan
aspirasi rakyat, justru berisiko dibubarkan. Bantuan itu pun diaudit ketat
sehingga memacu kinerja parpol.
Sebaliknya, dalam lanskap politik di Indonesia, lebih
banyak elite mendirikan parpol hanya untuk mengeruk kekuasaan dan modal atau
fasilitas negara. Kajian ICW (2006) menyebutkan bahwa perilaku dan tabiat
parpol di Indonesia menjadi hotbed korupsi sehingga banyak politikus terjerat
kasus hukum.
Riset Fitra (2014) juga menyebutkan dana parpol di
Indonesia datang dari berbagai pos. Artinya, parpol Indonesia bukan sedang
kekurangan duit tetapi kurang berideologi demokrasi politik yang bersih dan
profesional. Maka perhatian pemerintah kita kepada parpol bukannya membantu
on cash melainkan sebesar-besarnya fasilitasi guna membangun kemandiriannya.
Berkaca pada tabiat parpol di Indonesia yang sarat
perilaku korup, sebenarnya pewacanaan dana bantuan itu mencederai agenda
membangun kemandirian dan kedaulatan parpol. Kita bisa melihat, meskipun
tertatih-tatih beberapa parpol mampu mandiri secara keuangan, lantaran
mendapatkan pasokan dana berlebih dari berbagai pos, baik sah, abu-abu,
maupun tidak sah.
Ada beberapa alasan kenapa parpol harus mandiri. Pertama;
menjaga independensi sebagai pengawas jalannya pemerintahan. Problem terberat
kerja parpol adalah melakukan
kerja-kerja kenegaraan dalam hal pengawasan, pengendalian, dan pemantauan
jalannya pemerintahan, sekaligus pengawasan terhadap fungsi-fungsi negara.
Netralitas Parpol
Kasus dana siluman di DKI Jakarta pun terjadi karena
legislator yang semestinya menjadi
watch dog pemanfaatan keuangan negara, berubah menjadi pengerat uang
rakyat. Termasuk anggota DPR yang semestinya mengawasi tata kelola negara
justru sering bertindak sebagai eksekutif yang sering ’’membegal’’ anggaran
negara dengan berbagai agendanya.
Kedua; mencegah kekacauan peran dan kewenangan. Ruang
gerak parpol sebagai alat checks and balances sebagaimana disebutkan
Christian Joe dalam Politic Integrity
(2006) hakikatnya agar kerja parpol benar-benar terpisah dari kerja
pemerintah. Untuk itu, parpol harus netral dan tak perlu dibiayai negara
karena bisa memengaruhi kualitas kerja parpol itu.
Bahkan Joe berpendapat andai parpol sepenuhnya didanai
negara, nantinya tak hanya memicu kekacauan kewenangan dan tugas tapi juga
mengerdilkannya. Partai itu secara otomatis akan bertindak sebagai client dan
mereka cenderung menjadi pembebek yang pasif submisif terhadap apa pun
keputusan pemerintah.
Ketiga; mencegah praktik KKN. Omong kosong bila parpol
diberi bantuan dana pemerintah secara otomatis bisa mencegah perilaku korup
di antara kadernya. Riset ICW (2005) menyebutkan tak ada korelasi positif
terkait dengan besaran bantuan pemerintah kepada pihak mana pun guna mencegah
korupsi.
Hal itu selaras dengan pendapat pakar keuangan dari
Jepang, Kun Yamato dalam Politic Business (2007) yang mengatakan, terkait
masalah uang, siapa pun dan kapan pun tidak akan memengaruhi watak dan
tabiatnya untuk berubah. Justru yang terjadi makin banyak mendapat uang,
semisal dari banyak sumber maka naluri menguasai uang pun makin besar.
Buktinya, meski ada pegawai kementerian/institusi sudah mendapat remunerasi
besar, perilaku korup masih saja terjadi.
Untuk itu, pemerintah semestinya mendorong parpol untuk
mandiri dengan cara menguatkan manajemen, menyederhanakan jumlah parpol, dan
menegakkan hukum politik. Selain itu, memberdayakan peran parpol dalam
membangun ideologi yang prorakyat, serta sebaliknya berhenti menjinakkan
parpol karena hanya akan mengancam kedaulatan pemerintah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar