Kuda
Troya Jokowi
Dahnil Anzar Simanjuntak ; Ketua Umum
Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
|
REPUBLIKA,
09 Maret 2015
Ketika maju menjadi calon presiden
Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo adalah calon presiden yang dianggap
paling sedikit dosa sejarahnya. Tokoh baru, menunjukkan komitmen transparansi
dan akuntabilitas yang terang.
Setidaknya saat itu Joko Widodo
sukses menampilkan diri sebagai politisi yang bersih dan memiliki komitmen
tinggi terhadap agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Bahkan, dengan
gagah dan percaya diri Joko Widodo menandatangani pakta integritas calon presiden
bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang salah satu isi klausul dari
pakta integritas itu adalah "membentuk pemerintahan yang bersih dan
bebas korupsi dan mengangkat men teri dan pejabat publik lainnya yang bersih
dan bebas dari korupsi". Maka, dukungan dari para aktivis antikorupsi
dan kelompok sipil lainnya pun mengalir tumpah kepada Joko Widodo.
Selang dilantik, tanda-tanda Joko
Widodo melanggar "baiat" beliau sebagai presiden yang akan
mendorong pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.
Mereka yang dianggap oleh publik
tidak bersih bahkan sudah diperingatkan oleh KPK dan PPATK, tetap menjadi
menteri Melanggar "baiat" sebagai imam pemerintahan yang bersih dan
antikorupsi pun berlanjut, melalui pengusulan calon tunggal kapolri Komjen
Budi Gunawan.
Padahal, sebelumnya KPK sudah
"mewanti-wanti" bahwa Budi Gunawan terkait dengan kepemilikan "rekening
gendut" dan "gratifikasi".
KPK kemudian mengumumkan penetapan
tersangka Budi Gunawan. Bersembunyi di balik asas hu kum praduga tak bersalah
(presumption of innocence), DPR
setuju dengan penunjukan Budi Gunawan dan meminta presiden segera melantik.
Tapi, suara publik sebaliknya.
Masyarakat sipil beramai-ramai
mendukung KPK untuk melajutkan kasus gratifikasi Budi Gunawan dan Presiden
tidak melantik yang bersangkutan.
Silang sengkarut pun dimulai, dengan
penangkapan yang tidak lazim oleh Bareskrim terhadap Bambang Widjojanto,
wakil ketua KPK, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Perlawanan
publik semakin kencang dan membesar.
Bareskrim Polri pun semakin berani
melakukan kriminalisasi terhadap komisioner KPK yang lain, Abraham Samad,
Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain.
Komjen Budi Gunawan menggugat
praperadilan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK. Dan, gugatan
terse- but dikabulkan oleh hakim tunggal, Sarpin. Namun, tekanan publik yang
begitu kuat ternyata didengar Presiden Joko Widodo. Beliau membatalkan
penunjukan Budi Gunawan sebagai kapolri, dan mengusulkan Komjen Badrodin
Haiti.
Bersamaan dengan dibatalkannya
Budi Gunawan sebagai calon kapolri, Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan
kepres pemberhentian sementara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sebagai
pimpinan KPK dan mengeluarkan perppu pengangkatan plt pimpinan KPK yang baru,
yakni Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi SP.
Keputusan tersebut dipuji oleh
beberapa tokoh berintegritas namun naif, juga dipuja-puji oleh banyak masyara
kat awam sebagai win-win solution yang
apik meskipun terkesan lambat. Tetapi Presiden Joko Widodo sudah membuat
keputusan yang tepat serta menentramkan.
Sikap serupa tidak ditunjukkan
oleh aktivis korupsi dan kelompok masyarakat sipil yang sejak awal mengawal
KPK dan agenda pemberantasan korupsi. Kekhawatiran memuncah. Era kegelapan
pemberantasan korupsi sudah di depan, sayangnya banyak publik tidak sadar.
Abraham Samad dan Bambang Widjojanto
dibiarkan menjadi martir, kriminalisasi terhadap mereka sama sekali tidak
disentuh Presiden.
Ketidaknyaman karyawan dan penyidik
KPK tersirat mudah dilihat, mereka tahu persis rekam jejak tiga orang yang diangkat
sebagai plt KPK oleh Presiden Joko Widodo tersebut, terutama dua nama yakni
Taufiequrachman Ruki dan Indriyanto Seno Adji. Keduanya diyakini tidak akan
menguatkan tetapi justru melemahkan KPK.
Membaca kebijakan Presiden Joko
Widodo berkaitan dengan silang sengkarut KPK-Polri, ingatan saya langsung
kepada Perang Troya yang sangat terkenal dalam mitologi Yunani. Perang Troya
berlangsung sepuluh tahun, antara pasukan Sparta dan Troya. Pertempuran
bertahun-tahun ternyata belum bisa membuat pasukan Yunani mampu menjebol
benteng Troya yang sangat kuat.
Pasukan Yunani depresi. Namun,
Odysseus melahirkan ide brilian. Pasukan Yunani membangun sebuah kuda kayu
raksasa yang diisi beberapa prajurit.
Pasukan Yunani kemudian meninggalkan
kuda kayu itu kemudian berpura-pura pergi meninggalkan Troya. Pasukan Troya
beranggapan pasukan Yunani mundur dan telah menyerah.
Pasukan Troya membawa kuda kayu ke
dalam kota dan merayakan kemenangan. Malam harinya, ketika pesta kemenangan
orang-orang Troya usai, dan tertidur lelap, para prajurit yang bersembunyi di
dalam kuda keluar dan membuka gerbang Kota Troya sehingga pasukan Yunani
dengan mudah masuk ke benteng. Pasukan Yunani dengan mudah menghancurkan Kota
Troya.
Hari-hari ini, publik bisa melihat
tontonan bagaimana Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki melalui pernyataan dan
tindakannya bukan memperkuat KPK tetapi justru menegasikan dan memperlemah semangat
juang perlawanan korupsi KPK. Seperti mempersilahkan kepolisian melanjutkan
proses hukum terhadap penyidik KPK yang diduga memiliki senjata api tanpa
izin, dan akan segera merekrut 50 penyidik baru untuk KPK dari kepolisian.
Dan terakhir, mengalihkan kasus Budi Gunawan kepada kejaksaan dan Bareskrim.
Kuda Troya Presiden Joko Widodo
sukses melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi. Publik tanpa sadar
bergembira di awal ketika Presiden membatalkan Budi Gunawan sebagai kapolri,
dan merasa menang. Sejatinya muslihat kuda troya diperankan dengan apik oleh
sang Presiden. Era kegelapan pemberantasan korupsi justru dibawa oleh
Presiden yang didukung oleh masyarakat sipil antikorupsi.
Nasi telah jadi bubur, dan publik
Indonesia tidak boleh lelah mengingatkan Presiden Joko Widodo. Publik harus
terus melawan, jangan biarkan karyawan-karyawan KPK di sana menjadi patriot
perlawanan terhadap korupsi sendiri. Kita harus berjamaah melawan korupsi
yang telah dilakukan secara berjamaah pula.. Karena masalah utama perlambatan
pembangunan dan kesejahteraan Indonesia hari ini adalah korupsi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar