Minggu, 15 Maret 2015

Konflik Partai dan Mandeknya Demokrasi Kita

Konflik Partai dan Mandeknya Demokrasi Kita

Muhammadun  ;  Analis pada Program Pascasarjana UIN Yogyakarta
SINAR HARAPAN, 13 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

Konflik yang mendera Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar menyisakan problem serius dalam proses demokratisasi bangsa ini. Gugat-menggugat dalam mahkamah partai dan pengadilan bukanlah tradisi para negarawan.

Gugat-menggugat itu justru mengindikasikan lahirnya generasi kerdil yang masih terbelenggu ambisi kekuasaan, bukan generasi bermartabat yang rela berkorban dan berjuang. Kalau gugat-menggugat ini terus dijalankan, selain merugikan partai tersebut, juga merugikan anak bangsa yang “rusak nalarnya” karena mendapatkan asupan konflik yang tidak bervisi negarawan.

Publik mesti menyadari bahwa konflik partai ini merupakan konflik psikologis kaum elite. Ini harus didudukkan semestinya, sehingga konflik partai tidak merusak tatanan sosial masyarakat bawah.

Konflik kaum elite jangan sampai menyeret di bawah karena bisa mengganggu proses demokrasi masyarakat bawah. Konflik partai juga mencerminkan sistem multipartai yang masih kusut, sehingga elite partai politik mudah pecah untuk menelurkan partai baru. Sistem multipartai tanpa dibarengi kedewasaan berpolitik bisa merusak internal partai itu sendiri.

Konflik PPP dan Golkar juga mencerminkan problem regenerasi partai politik di Indonesia masih mandek. Tokoh lama masih mendominasi, sementara kader muda sedikit mendapatkan ruang untuk berkarya.

Dalam politik, status quo memang tidak mudah digeser. Mempertahankan kekuasaan adalah kenikmatan tersendiri. Namun, kader muda yang tidak mendapatkan ruang berkarya akan menjadikan nalar politik bangsa ini jumud, mandek, tidak berkembang, dan sulit menjawab tantangan zaman. Regenerasi semestinya berjalan baik walaupun ketegangan bisa saja terjadi.

Melawan Lupa

Konflik apa pun semestinya hadir sebagai epos melawan lupa: bahwa kekuasaan yang diraih jangan sampai digunakan untuk kesewenang-wenangan, melainkan untuk memulihkan dan menegakkan martabat bangsa. Lihat saja yang dilakukan Bung Karno untuk menggerakkan perlawanan melawan agresi militer Belanda pascakemerdekaan, Bung Karno konflik dengan Jenderal Sudirman, tetapi sang jenderal terus bergerak melawan penjajah tanpa “menghiraukan” konfliknya. Bung Karno dengan gayanya mengajak kaum intelektual berdiplomasi sekuat tenaga. Semua itu untuk melawan lupa.

Kiai Hasyim Asy’ari dalam Resolusi Jihad 22 Oktober, menggelorakan perjuangan masyarakat Jawa Timur melawan Inggris dan sekutunya.
Gelora perjuangan ini menyebar sangat luas. Banyak rakyat dari pesisir utara Jawa bergerak melawan kolonial di daerah masing-masing.
Pergerakan surat resolusi jihad menyebar mulai Surabaya, Gresik, Tuban, Rembang, Pati, sampai Semarang. Gemuruh ini kemudian mengobarkan semangat rakyat Bandung. Pecahlah kemudian “Bandung Lautan Api” pada 25 Maret 1946.

Semangat yang sama digelorakan Natsir melalui suratnya bertajuk “Mosi Integral Natsir”. Pada 5 April 1950, Natsir mengajukan mosi integral.
Dengan mosi integralnya, ia mampu menyatukan kembali Indonesia yang terpecah belah dalam pemerintahan negara-negara bagian atau federal buatan Van Mook, menjadi NKRI yang kita kenal sekarang ini.

Mosi integral berawal dari kekecewaan terhadap hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag, Belanda, 23 Agustus-2 November 1949. Perdana Menteri (PM) RIS Mohammad Hatta menugaskan Natsir dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX melakukan lobi untuk menyelesaikan berbagai krisis di daerah.

Lobi Natsir ke pemimpin fraksi di Parlemen Sementara RIS dan pendekatannya ke daerah-daerah lalu ia formulasikan dalam dua kata, “Mosi Integral” dan disampaikan ke parlemen pada 3 April 1950. Mosi diterima baik oleh parlemen dan pemerintah, sehingga PM RIS Mohammad Hatta menegaskan akan menggunakan mosi integral sebagai pedoman dalam memecahkan persoalan.

Mosi integral Natsir saat Indonesia terbagi-bagi dalam beberapa negara bagian, terbukti menjadikan Indonesia kembali bersatu dalam pangkuan NKRI. Mosi integral Natsir sangat mengejutkan kalangan politikus saat itu, bahwa ia mampu melihat jauh ke depan tentang kepentingan yang lebih besar.

Demokrasi yang Berkeadaban

Teladan para pendiri bangsa ini bukanlah teladan dalam kertas. Keteladanan mereka terbukti membawa bangsa ini tegak sampai sekarang. Generasi politik hari ini jangan sampai merusak tatanan kebangsaan, sementara tenun kebangsaan sudah dijalin sedemikian rupa. Partai politik jangan terjebak dalam konflik yang mengerdilkan, melainkan harus bergerak membangun generasi berjiwa besar untuk mengisi peradaban Indonesia masa depan.

Tentu saja manajemen konflik harus diperbaiki, bersamaan dengan sistem politik bangsa dan sistem internal partai itu sendiri. Konflik partai sejatinya adalah pencarian ilmu politik yang ditekuni kaum elite, untuk menemukan kebenaran dalam berpolitik.
Ini sejalan dengan yang disampaikan Bung Hatta, “Pencarian atas ilmu pengetahuan adalah pencarian kebenaran dan keberanian membela kebenaran yang diyakini.”

Bagi Bung Hatta, demokrasi bisa tegak berdiri ketika pendidikan bukan sekadar proses mendapatkan ijazah formal, melainkan proses lahirnya kebenaran dan lahirnya manusia baru yang berani lantang membela kebenaran yang diyakini. Di sanalah demokrasi yang berkeadaban akan lahir.

Kini, dunia digital-teknologis menjadikan konflik politik hadir dengan wajahnya yang mengerikan: merusak nalar generasi bangsa. Untuk itu, kaum elite harus tampil dengan jiwa kenegarawanan.

Generasi hari ini mungkin berbeda skema dan dimensinya, tetapi secara filosofis dan etos perjuangan, apa yang dilakukan para pendiri bangsa ini selalu aktual untuk diaplikasikan sekarang dan masa depan. Kalau gajah mati meninggalkan gading, konflik partai harus meninggalkan jejak politik yang menggugah untuk kemajuan bangsa ini di masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar