Kapal
Partai yang Dirindukan Rakyat
Suyatno ; Analis
politik pemerintahan FISIP Universitas Terbuka
|
MEDIA
INDONESIA, 12 Maret 2015
RENCANA pemberian bantuan dana Rp 1
triliun setiap partai dari negara (APBN) yang dilontarkan Mendagri Tjahjo Kumolo
akan berpengaruh luas bagi prospek kehidupan partai politik di Indonesia.
Partai politik memerlukan dana yang cukup besar untuk persiapan dan
pelaksanaan pemilu, pendidik an politik, kaderisasi, serta pelaksanaan
program partai. Pemerintah setidaknya melalui Kemendagri bercita-cita ke
depan partai politik bisa melahirkan pemimpin yang berkualitas tanpa dibiayai
dana hasil korupsi yang selama ini diambil dari petugas partai yang menjabat
atau menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Rakyat memang sangat membutuhkan
pelayanan kebutuhan dalam hidup bernegara dan pergantian pejabat publik
berjalan secara wajar.
Negara ini didirikan untuk tujuan
mengupayakan kesejahteraan, mencerdaskan, dan melindungi seluruh rakyatnya.
Hak untuk mewujudkannya lantas diserahkan kepada segenap pejabat negara yang
pengisiannya dilakukan oleh partai politik. Seluruh rakyat berhak untuk
mewujudkan cita-cita negara. Tetapi mengatur bersama-sama secara keseluruhan
ialah satu hal yang sulit dilakukan. Maka, dianutlah sistem perwakilan.
Rakyat memercayakan hak itu pada sebagian kecil elite negara. Harapannya para
elite terpilih juga akan menjaga kepercayaan itu dengan sebaik-baiknya dalam
sistem politik yang stabil dan fungsional.
Kapal
Ibarat kapal, partai ialah alat
angkut yang mengantarkan para penumpang dari pulau rakyat menuju pulau
kekuasaan. Adapun kedua pulau merupakan negara kesatuan yang dipersatukan
oleh laut kepentingan umum dan cita-cita bersama sebagai sebuah negara
bangsa.
Para calon penumpang berasal dari
rakyat. Mereka mendaftarkan diri sebagai penumpang dengan pilihan afiliasinya
pada kapal parpol. Kapal itu berlayar mengarungi laut perjalanan lima
tahunan. Kru kapal akan berusaha mengumpulkan calon penumpang. Kapal itu juga
menyampaikan fasilitas pengabdian kepada rakyat dan ciri khas program kerja
kerakyatan sebagai syarat menjadi penumpang. Bukan menawarkan kenyamanan
untuk menumpang sehingga kapal berubah menjadi tempat rebutan karena
kenyamanan dan kemewahannya. Apalagi kapal parpol bukanlah tempat untuk
menumpuk harta. Partai wajib dilengkapi dengan perencanaan dan keterbukaan
menejemennya.
Kapal harus berjibaku melawan
`badai' pergulatan pemilu.Merebut hati rakyat dengan sa nak pendukungnya.
Jumlah sanak yang mengantarkan para calon penumpang baik kelas legislatif
maupun eksekutif ditentukan. Semakin banyak pendukungnya, dialah kapal besar
dengan jumlah penumpang terbanyak sebagai pemenang pemilu. Menurut mantan
Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo, partai yang aktif dalam setahun membutuhkan Rp2
miliar-Rp3 miliar.
Setelah berhasil melewatinya,
kapal berlabuh di pantai-pantai kekuasaan menuju pintu-pintu gerbang jabatan
politik. Tidak semua kapal mampu berlabuh. Kurangnya stok akomodasi dan
perbekalan dari sanak pendukung pemilih dalam pemilu menyebabkan kapal
kehabisan bekal untuk menyeberang. Berbagai badai selama perjalanan lima
tahun termasuk badai persaingan kampanye pemilu menghadang kapal parpol.
Metamorfosis
Ada awak kapal dan nakhoda yang
tertarik ikut turun dan tinggal di pulau
kekuasaan dan memasuki pintu jabatan.Awak
itu bisa berupa pengurus parpol mulai tingkat pusat hingga daerah. Bisa
sekretaris jenderal dan jajaran pengurus dewan pimpinan pusat atau pengurus
dewan pimpinan cabang di tingkat awak yang terbawah.
Adapun sang nakhoda ialah ketua
umum parpol. Mereka ini bisa saja memasuki pintu-pintu jabatan sebagai hasil
atas sokongan yang cukup dari sanak pendukung yang memilihnya hingga jumlah
yang memadai.
Perusahaan kapal parpol harus
segera mengganti nakhoda dan awaknya yang sudah tinggal di pulau kekuasaan
itu. Ketua dan awak parpol yang sudah memasuki jabatan hendaknya dicarikan
penggantinya. Bukankah kapal harus senantiasa siap untuk berlayar? Anggaplah
jabatan nakhoda dan awak saat itu lowong.
Karena itu, meminjam argumen yang
dibangun oleh Barbara Geddes, bahwa seorang politikus harus bisa
bermetamorfosis dalam suatu keadaan. Artinya ia harus bisa menempatkan posisi
dan tingkah lakunya pada saat dan di mana ia berada, meskipun untuk itu
kadang-kadang yang bersangkutan harus berkorban; meninggalkan jabatan sebagai
nakhoda dan anak buah kapal.
Dalam kasus ini seorang politikus
yang sedang berkuasa tentu akan berbeda dengan yang tidak sedang berkuasa.
Politikus yang tidak sedang berkuasa bisa berkonsentrasi untuk berusaha
meraih kekuasaan melalui pemilu, tanpa dibayangi oleh ancaman terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan (jabatan). Politikus yang sekaligus pejabat negara
harus menyadari bahwa kekuasaan yang melekat kepadanya memberikan konsekuensi
bahwa ia milik publik.
Seluruh penumpang yang sudah
diturunkan akan menjalani hidup dan tugasnya di pulau kekuasaan. Penting
disadari bahwa syarat bisa menjadi penumpang kapal karena mereka sepakat
dengan fasilitas pengabdian pada rakyat dan ciri khas program kerja
kerakyatan partai yang dulu meloloskannya bisa menjadi penumpang
kapal.Fasilitas pengabdian itu berupa platform parpol. Tujuannya umumnya
ialah menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat.
Dari pulau kekuasaan dan melalui
pintu-pintu jabatan inilah para penumpang yang disebut pejabat publik ini
berkarya membuktikan diri sebagai penumpang sejati yang layak. Mereka ialah
milik seluruh rakyat.
Jika kemudian tidak diganti,
bagaimana kapal bisa berlayar tanpa awak? Kalau toh bisa, tentu tidak
sempurna jalannya. Bisa jadi kapalnya tidak lagi bisa melaut dalam pelayaran
lima tahun berikutnya. Perusahaan kapal parpol juga harus selalu berusaha
mencari para pengganti awak dan nakhoda yang kualitasnya semakin baik. Ini
penting bila ingin parpol semakin besar, bukan sebaliknya. Di sinilah
pentingnya kaderisasi dan rekrutmen menentukan bangunan sebagai kapal partai
yang modern.
Imbalan untuk kapal
Kapal boleh mendapat ongkos dari
para penumpang, tetapi dengan syarat kewajaran dan kepatutan. Kapal juga
menda pat sokongan dana dari pulau kekuasaan (pulau negara) yang akan dituju
secara wajar ber dasarkan aturan. Di sinilah pentingnya rencana anggaran
partai dan laporan pertanggung jawabannya berbicara.
Tiket penumpang kapal parpol
berupa tersalurkannya kepen tingan rakyat dalam produk produk aturan perundangan.
Tiket juga berupa tersalurkannya dana negara untuk proyek proyek pembangunan
dengan bersih. Tak berlebihan bila selama parpol begitu powerfull di semua bidang
dengan peluang meraih keuntungan ekonomi. Tidak boleh lantas justru uang
rakyat menjadi bancakan korupsi para penumpang.
Jerih payah perantauan para penumpang
kapal memang layak mendapatkan imbalan. Ibarat para pengadu nasib memang
berhak meraih sejumlah fasilitas kesuksesan. Imbalan
atas jerih payah mereka pantas mendapat
imbalan yang setimpal. Bahkan tak jarang rakyat menganugerahinya
sebagai pahlawan.
Namun, patut senantiasa diingat bahwa kapal bukan berarti
sebuah mesin pencari kepuasan atau kekuasaan pribadi dan kelompok. Jika tidak
bisa bertanggung jawab ke rakyat, kapal parpol tidak berhak berlayar di
lautan pemilu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar