Selasa, 17 Maret 2015

Infiltrasi IS di Tanah Air

Infiltrasi IS di Tanah Air

Chusnan Maghribi  ;  Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
SUARA MERDEKA, 17 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

KEKHAWATIRAN ada infiltrasi kelompok militan Islamic State (IS) di Tanah Air agaknya tidak berlebihan. Kekhawatiran itu mulai menguat sewaktu sebuah video diunggah di media sosial menjelang akhir Desember 2014. Video itu memperlihatkan seorang anggota IS tengah berbicara serius, pada intinya mengancam membunuh anggota TNI dan Polri (SM, 27/12/14).

Sekitar dua bulan berselang, tepatnya pada 26 Februari 2015, diberitakan 16 warga negara Indonesia (WNI) dinyatakan ‘’hilang’’di Turki dan diduga kuat bergabung dengan IS di Suriah. Belakangan ada 16 WNI dikabarkan ditangkap dan ditahan oleh pihak keamanan Turki lantaran akan menyeberang perbatasan menuju Suriah untuk bergabung dengan IS.

Di luar itu, belum lama ini Kemenlu kita mengumumkan data yang menyebutkan 514 WNI sudah bergabung dengan IS, 6 di antaranya tewas dalam perang di Suriah. Heterogenitas umat Islam Indonesia yang 90 persen dari total populasi diperkirakan menjadi magnet sangat kuat bagi IS di Irak ataupun Suriah untuk memperluas area perekrutan keanggotaannya.

Kita tahu, banyak kelompok radikal di seantero jagat, semisal Boko Haram di Nigeria, Tahreek e-Taliban Pakistan (TTP) di Pakistan dan Al-Qaedah Arab Peninsula (AQAP) di Yaman sudah mengikrarkan sumpah setianya kepada pemimpin IS, Abu Bakr Al-Bagdadi. Apabila jumlah WNI yang direkrut, baik secara sukarela maupun paksa, masuk IS makin banyak, tak menutup kemungkinan kelak mereka pun menyatakan ikrar sumpah setia kepada IS pimpinan Baghdadi.

Hal itu tentu arus dicegah dengan cara menghentikan perekrutan WNI ke dalam IS. Bagaimanapun IS walaupun mengklaim sebagai pergerakan Islam, sepak terjangnya sejauh ini tidak mencerminkan ajaran Islam. Kelompok IS sangat kejam terhadap tawanan perang ataupun pihak lain yang dianggapnya musuh. Pemenggalan kepala dan pembakaran hidup-hidup tawanan kerap mereka lakukan sebagaimana sering mereka unggah di media sosial.

Sudah kelewat banyak tawanan, baik sipil maupun militer (aparat keamanan) di Irak dan Suriah jadi korban keganasan dan kebiadabannya.

Selain itu, mereka tak kenal negosiasi dan kompromi meski menyangkut urusan kemanusiaan sekalipun. Terbukti UNICEF mengeluh karena tidak diberi akses masuk sedikit pun guna menangani anak-anak korban perang di kampkamp pengungsian di Irak Utara dan Suriah yang dikuasai IS.

Padahal di wilayah kekuasaan IS di dua negara tersebut terdapat kurang lebih 6,5 juta pengungsi, 2 juta di antaranya anak-anak.

Dalang-Donatur

Sungguh tepat kalau kita berusaha semaksimal mungkin menutup pintu rapat-rapat bagi perekrutan WNI masuk IS. Lantas, apa yang mesti diperbuat, terutama oleh pemerintah? Terdapat banyak hal yang bisa diperbuat pemerintah untuk itu.

Salah satu yang paling utama dan paling mendesak adalah mengungkap dalang dan donatur perekrutan WNI masuk IS sejauh ini. Andai mastermind ataupun donaturnya berhasil ditemukan diyakini bebagai hal terkait dengan perekrutan WNI gabung IS, termasuk modus operandinya, bisa dengan mudah ditelusuri.

Sejauh ini kita menduga kuat salah satu modusnya adalah IS memanfaatkan pengiriman TKI ke Timur Tengah sebagai salah satu celah merekrut WNI (SM, 15/03/15). Tidak menutup kemungkinan pula mereka memanfaatkan biro-biro perjalanan haji dan umrah untuk merekrut WNI. Di luar itu semua, andai pasukan koalisi pimpinan AS jadi menggelar serangan darat ke Irak dan Suriah guna menumpas militan IS, dipastikan pasukan IS di dua negara Arab tersebut mudah dikalahkan dan tercerai-berai.

Sejauh ini pasukan IS di Irak, khususnya di Kota Tikrit dan Mosul, masih sanggup bertahan dari gempuran pasukan Irak yang dibantu milisi bersenjata Syiah. Adapun di Suriah, militan IS masih mengontrol sejumlah provinsi seperti Aleppo dan Idlib.

Serangan-serangan udara AS dan sekutunya secara sporadis sejak Agustus 2014 agaknya tidak efektif 100 persen. Sebab itulah koalisi internasional pimpinan AS berencana menggelar serangan darat di Irak dan Suriah. Sekali lagi, andai serangan darat itu benar-benar dilancarkan dipastikan militan IS di Irak dan Suriah kocar-kacir.

Anggotanya, termasuk dari Indonesia, tercerai-berai dan kembali ke negara masing-masing. Inilah hal lain yang juga perlu diantisipasi dan diwaspadai. Pasalnya, andai mereka yang pernah bergabung IS di Irak ataupun Suriah pulang ke Tanah Air, dikhawatirkan infiltrasi IS di Indonesia menjadi kian nyata dan berbahaya.

Mumpung hal itu belum terjadi, alangkah baiknya jika dalang dan donatur perekrutan WNI gabung IS bisa ditemukan, diketahui, sekaligus dijinakkan. Memang tidaklah mudah untuk itu tapi pemerintah kita harus bisa melakukannya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar