Infiltrasi
IS di Tanah Air
Chusnan Maghribi ; Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
|
SUARA
MERDEKA, 17 Maret 2015
KEKHAWATIRAN
ada infiltrasi kelompok militan Islamic
State (IS) di Tanah Air agaknya tidak berlebihan. Kekhawatiran itu mulai
menguat sewaktu sebuah video diunggah di media sosial menjelang akhir
Desember 2014. Video itu memperlihatkan seorang anggota IS tengah berbicara
serius, pada intinya mengancam membunuh anggota TNI dan Polri (SM, 27/12/14).
Sekitar
dua bulan berselang, tepatnya pada 26 Februari 2015, diberitakan 16 warga
negara Indonesia (WNI) dinyatakan ‘’hilang’’di Turki dan diduga kuat
bergabung dengan IS di Suriah. Belakangan ada 16 WNI dikabarkan ditangkap dan
ditahan oleh pihak keamanan Turki lantaran akan menyeberang perbatasan menuju
Suriah untuk bergabung dengan IS.
Di
luar itu, belum lama ini Kemenlu kita mengumumkan data yang menyebutkan 514
WNI sudah bergabung dengan IS, 6 di antaranya tewas dalam perang di Suriah.
Heterogenitas umat Islam Indonesia yang 90 persen dari total populasi
diperkirakan menjadi magnet sangat kuat bagi IS di Irak ataupun Suriah untuk
memperluas area perekrutan keanggotaannya.
Kita
tahu, banyak kelompok radikal di seantero jagat, semisal Boko Haram di
Nigeria, Tahreek e-Taliban Pakistan (TTP) di Pakistan dan Al-Qaedah Arab
Peninsula (AQAP) di Yaman sudah mengikrarkan sumpah setianya kepada pemimpin
IS, Abu Bakr Al-Bagdadi. Apabila jumlah WNI yang direkrut, baik secara sukarela
maupun paksa, masuk IS makin banyak, tak menutup kemungkinan kelak mereka pun
menyatakan ikrar sumpah setia kepada IS pimpinan Baghdadi.
Hal
itu tentu arus dicegah dengan cara menghentikan perekrutan WNI ke dalam IS.
Bagaimanapun IS walaupun mengklaim sebagai pergerakan Islam, sepak terjangnya
sejauh ini tidak mencerminkan ajaran Islam. Kelompok IS sangat kejam terhadap
tawanan perang ataupun pihak lain yang dianggapnya musuh. Pemenggalan kepala
dan pembakaran hidup-hidup tawanan kerap mereka lakukan sebagaimana sering
mereka unggah di media sosial.
Sudah
kelewat banyak tawanan, baik sipil maupun militer (aparat keamanan) di Irak
dan Suriah jadi korban keganasan dan kebiadabannya.
Selain
itu, mereka tak kenal negosiasi dan kompromi meski menyangkut urusan
kemanusiaan sekalipun. Terbukti UNICEF mengeluh karena tidak diberi akses
masuk sedikit pun guna menangani anak-anak korban perang di kampkamp
pengungsian di Irak Utara dan Suriah yang dikuasai IS.
Padahal
di wilayah kekuasaan IS di dua negara tersebut terdapat kurang lebih 6,5 juta
pengungsi, 2 juta di antaranya anak-anak.
Dalang-Donatur
Sungguh
tepat kalau kita berusaha semaksimal mungkin menutup pintu rapat-rapat bagi
perekrutan WNI masuk IS. Lantas, apa yang mesti diperbuat, terutama oleh pemerintah?
Terdapat banyak hal yang bisa diperbuat pemerintah untuk itu.
Salah
satu yang paling utama dan paling mendesak adalah mengungkap dalang dan
donatur perekrutan WNI masuk IS sejauh ini. Andai mastermind ataupun
donaturnya berhasil ditemukan diyakini bebagai hal terkait dengan perekrutan
WNI gabung IS, termasuk modus operandinya, bisa dengan mudah ditelusuri.
Sejauh
ini kita menduga kuat salah satu modusnya adalah IS memanfaatkan pengiriman
TKI ke Timur Tengah sebagai salah satu celah merekrut WNI (SM, 15/03/15).
Tidak menutup kemungkinan pula mereka memanfaatkan biro-biro perjalanan haji
dan umrah untuk merekrut WNI. Di luar itu semua, andai pasukan koalisi
pimpinan AS jadi menggelar serangan darat ke Irak dan Suriah guna menumpas
militan IS, dipastikan pasukan IS di dua negara Arab tersebut mudah
dikalahkan dan tercerai-berai.
Sejauh
ini pasukan IS di Irak, khususnya di Kota Tikrit dan Mosul, masih sanggup
bertahan dari gempuran pasukan Irak yang dibantu milisi bersenjata Syiah.
Adapun di Suriah, militan IS masih mengontrol sejumlah provinsi seperti
Aleppo dan Idlib.
Serangan-serangan
udara AS dan sekutunya secara sporadis sejak Agustus 2014 agaknya tidak
efektif 100 persen. Sebab itulah koalisi internasional pimpinan AS berencana
menggelar serangan darat di Irak dan Suriah. Sekali lagi, andai serangan
darat itu benar-benar dilancarkan dipastikan militan IS di Irak dan Suriah
kocar-kacir.
Anggotanya,
termasuk dari Indonesia, tercerai-berai dan kembali ke negara masing-masing.
Inilah hal lain yang juga perlu diantisipasi dan diwaspadai. Pasalnya, andai
mereka yang pernah bergabung IS di Irak ataupun Suriah pulang ke Tanah Air,
dikhawatirkan infiltrasi IS di Indonesia menjadi kian nyata dan berbahaya.
Mumpung
hal itu belum terjadi, alangkah baiknya jika dalang dan donatur perekrutan
WNI gabung IS bisa ditemukan, diketahui, sekaligus dijinakkan. Memang
tidaklah mudah untuk itu tapi pemerintah kita harus bisa melakukannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar