Implikasi
Pembatalan UU SDA
Dian Indrawati ; Praktisi
Sumber Daya Air;
Dosen Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Bandung
|
KORAN
SINDO, 10 Maret 2015
Keluarnya keputusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang
Pembatalan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA)
akan mengakibatkan banyak konsekuensi bagi pelaksanaan pengelolaan SDA
diIndonesia.
Semangat pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 serta antipati
terhadap swastanisasi secara membabi buta telah menyebabkan selain tidak
berlakunya keseluruhan isi dari UU Nomor 7/2004, puluhan turunan regulasi di
bawahnya, juga berbagai rencana pengelolaan SDA yang telah dilaksanakan,
disetujui, maupun disusun yang mana arahnya sudah lebih terfokus dan
sistematis.
Tulisan ini dibuat bukan karena pro swastanisasi atau
pembela intervensi asing terhadap pengelolaan sumber daya alam khususnya air
di wilayah Negara Republik Indonesia, namun seharusnya putusan MK harus lebih
jernih melihat UU No. 7/ 2004 ini dari segi historis hingga aplikasinya saat
ini.
Tidak dapat dimungkiri bahwa UU SDA 2004 merupakan salah
satu syarat peminjaman dalam kesepakatan pemerintah dan Dana Moneter Internasional
(IMF). Saat itu salah satu syarat pinjamannya adalah mengikuti program
penyesuaian struktural (structural
adjustment programs), salah satunya langsung berkaitan dengan pengelolaan
hutan dan sumberdaya alam lain.
UU ini juga secara langsung hampir merupakan duplikasi
dari regulasi serupa di Amerika Serikat yang bahkan hingga kini masih menjadi
perdebatan. Namun, keberatan akan beberapa pasal tentang keterlibatan swasta
dalam proses pengelolaannya melalui hak guna usaha air yang terdapat dalam
pasal 9 (1), pasal 11 (3), dan pasal 14 dengan membatalkan secara keseluruhan
undang-undang yang berjumlah 100 pasal tampaknya merupakan keputusan yang
tergesa-gesa.
Apalagi dengan dibatalkannya UU ini, pengelolaan SDA akan
kembali pada UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, yang secara kelengkapan
pengaturan belum selengkap UU No. 7/2004 akan menimbulkan banyak masalah
terkait pengelolaan SDA di wilayah sungai di Indonesia.
Terlepas anggapan ada beberapa pasal ”titipan”
kapitalisme, ada salah satu hal penting yang diatur dalam UU ini, yaitu
terkait pelayanan air bersih. Pelayanan air bersih yang sepenuhnya dilakukan
oleh PDAM sebelum UU ini dapat dikatakan belum sebaik pelayanan saat ini.
Solusi yang paling mudah saat itu adalah pelibatan peran swasta dalam
penyediaan air bersih, yang kemudian berdampak pada pembebanan biaya
pengelolaan air kepada pengguna air.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan kebijakan tersebut
selama dalam pelaksanaan pemberian izin hak guna usaha air oleh stake holders
daerah dilekatkan pada asas keadilan sosial sesuai Pasal 33 UUD 1945.
Namunpada kenyataannya, sejalan dengan arus desentralisasi, kebijakan
pemerintah daerah sangat beragam. Apabila dilihat dari kasus PDAM
Bandarmasih, Kota Banjarmasin, tentunya akankita dapatkan success story.
Namun apabila dilihat dari rekam jejak PAM Jaya, tentunya
akan ada beberapa catatan. Apalagi bila menengok ke beberapa kasus pemberian
izin eksploitasi sumber air akuifer untuk beberapa perusahaan air minum,
tentunya kita akan makin miris lagi. Dengan situasi yang beragam, sudah
selayaknya kita tidak serta-merta gegabah menganggap bahwa secara keseluruhan
UU SDA pro terhadap kapitalis dan harus dibatalkan seluruhnya demi rasa
keadilan.
Kondisi ketidakbenaran akan pelaksanaan hak guna usaha
menurut hemat kami lebih disebabkan karena kurangnya instrumen pengaturan hak
guna usaha yang akhirnya ”dimanfaatkan” oleh pihak-pihak tertentu untuk
mengeksploitasi sumber daya air secara berlebihan untuk kepentingan
industrialisasi dan komersialisasi air.
Ada kondisi lain yang harus dipertimbangkan UU SDA, yaitu
bahwa adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun
dan kebutuhan air yang semakin meningkat. Berdasarkan berbagai studi yang
telah dilakukan terkait kondisi neraca air di beberapa wilayah sungai, rata-rata
daerah perkotaan akan mengalami defisit (kekurangan) air mulai tahun 2020
untuk irigasi, air minum, industri, pertambangan, perikanan dan peternakan
apabila pembangunan berbagai sarana maupun prasarana sumber daya air tidak
segera dilaksanakan.
Selain itu, ada masalah tidak berjalannya mekanisme
pengelolaan air limbah yang dibuang ke sungai menjadikan kondisi air sungai
sebagai sumber utama air baku mengalami pencemaran yang cukup parah sehingga
pengelolaannya semakin mahal. Situasi tersebut ditambah dengan makin tidak
menentunya siklus musim penghujan dan kemarau di Indonesia akibat dari
perubahan iklim.
Hal ini menjadikan investasi di bidang SDA sangat mahal
dan mendesak sementara kondisi keuangan negara kurangmemungkinkan.
Sebagaicontoh, untuk pembangunan waduk penyedia air baku ratarata sumber
anggarannya merupakan pinjaman luar negeri. Dan apabila ditilik lebih dalam,
anggaran operasional dan pemeliharaan bangunan-bangunan SDA sangat terbatas.
Kembali ke UU No. 11/1974 tentunya bukan pilihan yang baik
bagi dunia sumber daya air Indonesia. Banyak hal yang belum tercakup dalam UU
yang berumur 40 tahun lebih itu. UU ini hanya memuat 12 bab dan 17 pasal,
sementara UU No. 7/ 2004 terdiri dari 18 bab dan 100. Ada beberapa hal
penting yang belum diatur UU No. 11/ 1974, contohnya asas pengelolaan, dan
hak guna air; detail wewenang dan tanggung jawab untuk masing-masing WS, lima
misi pengelolaan SDA: konservasi, pendayagunaan SDA, pengendalian daya rusak air,
sistem informasi SDA, peran serta masyarakat; pelaksanaan konstruksi, operasi
dan pemeliharaan; koordinasi; penyelesaian sengketa; gugatan masyarakat dan
organisasi serta pidana yang lebih logis untuk pelanggaran yang ada.
Maka, menurut hemat penulis, seharusnya yang dibatalkan
hanya pasal-pasal tertentu saja sehingga tidak keseluruhan isi dari UU
tersebut tidak berlaku, mengingat tidak semua dalam UU No. 7/2004 bermasalah.
Langkah yang harus ditempuh adalah memasukkan kembali UU SDA untuk kembali di-lakukan
judicial review untuk dua kemungkinan, yaitu membatalkan pasal-pasal yang
terkait dengan hak guna air atau menunggu sampai permasalahan tersebut
dianggap tidak bertentangan dengan konstitusi sambil. Sementara itu praktisi
bidang SDA harus menyiapkan berbagai infrastruktur hukum SDA sehingga UU
tersebut akan dapat diterima karena masyarakat sudah menganggap hak guna
usaha tersebut dapat dilaksanakan. ●
|
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.
Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan
Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com
Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak.