Jumat, 13 Maret 2015

Etika Penegakan Hukum

Etika Penegakan Hukum

Janedjri M Gaffar  ;  Alumnus Program Doktor Ilmu Hukum,
Universitas Diponegoro, Semarang
KORAN SINDO, 12 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                

Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Negara hukum mengandung konsekuensi tidak hanya penyelenggaraan negara yang harus memiliki dasar dan sesuai dengan aturan hukum, melainkan juga berarti tindakan warga negara tidak boleh melanggar aturan hukum yang berlaku.

Terhadap pelanggaran hukum, akan diberikan tindakan hukum yang berujung pada penjatuhan sanksi. Dalam kerangka negara hukum, penegakan hukum merupakan elemen penting karena menentukan apakah negara hukum akan menjadi slogan semata atau mewujud dalam keseluruhan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tanpa adanya penegakan, hukum akan kehilangan maknanya sebagai pedoman perilaku dan kehilangan sifat paksaan sebagai karakter utama. Di sisi lain, dalam proses penegakan hukum juga terdapat potensi menimbulkan permasalahan dan pertentangan, bahkan terhadap tujuan hukum itu sendiri.

Karena itu, pelaksanaan oleh aparat penegak hukum menjadi wilayah krusial dalam rangka mewujudkan negara hukum. Tidak mengherankan jika BM Taverne menyatakan, ”Beri aku hakim yang baik, jaksa yang baik, dan polisi yang baik, maka aku akan berantas kejahatan walau tanpa undang-undang secarik pun.”

Tujuan Penegakan Hukum

Pernyataan Taverne adalah suatu pernyataan ekstrem. Setidaknya ada dua hal penting dari penyataan tersebut. Pertama, aparat penegak hukum yang diwakili hakim, jaksa, dan polisi memiliki peran penting dalam penegakan hukum untuk memberantas kejahatan, bahkan walau tanpa undang-undang. Tentu saja dalam kondisi saat ini tidak mungkin menegakkan hukum tanpa ada dasar aturan hukum tertulis.

Kedua, pernyataan ”tanpa undang-undang secarik pun” menunjukkan bahwa hukum tidak harus selalu dimaknai sebagai undang-undang. Tidak adanya undang-undang tidak berarti tidak ada hukum. Konsekuensinya, penegakan undang- undang tidak selalu sama dengan penegakan hukum.

Karena itu, penegakan hukum tidak boleh dimaknai sekadar sebagai pelaksanaan ketentuan dalam undang-undang. Penegakan hukum harus diabdikan untuk mencapai tujuan hukum itu sendiri, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Ketiga tujuan hukum tersebut bermuara pada terwujudnya tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Ketertiban hanya akan tercapai jika ada keadilan, kepastian, dan keputusan hukum yang bermanfaat. Dalam pelaksanaannya mungkin saja terdapat kondisi atau peristiwa di mana pelaksanaan aturan ternyata menimbulkan ketidakadilan bahkan mengganggu ketertiban sosial. Tentu saja tujuan hukum harus lebih dikedepankan jika hal itu terjadi. Untuk itulah aparat penegak hukum dibekali dengan kewenangan diskresi dan tentu saja harus memperhatikan etika penegakan hukum.

Etika Penegakan Hukum

Etika secara sederhana dapat diartikan sebagai seperangkat nilai yang menentukan baik atau buruk suatu tindakan yang akan dipilih untuk dilakukan. Ukuran baik buruk dapat bersumber pada nilai universal atau ditentukan oleh keadaan khusus suatu peristiwa. Etika lebih terkait dengan persoalan sikap dan tata cara bertindak, bukan dengan substansi dari tindakan itu sendiri.

Ada kalanya dari sisi substansi suatu tindakan adalah benar, tetapi pilihan cara dari tindakan itu tidak baik. Etika penegakan hukum sangat penting untuk dikembangkan dan dijalankan karena beberapa alasan. Pertama, hukum adalah norma yang bersumber pada tata nilai yang dipandang adil dan benar yang menjadi salah satu ciri puncak peradaban manusia.

Karena itu, penegakan hukum juga harus dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan standar etika bangsa beradab. Hukum yang ditegakkan dengan cara biadab dengan sendirinya akan menurunkan derajat substansi hukum menjadi sekadar nafsu untuk menghukum atau menuntut balas. Kedua, etika semakin diperlukan mengingat semakin berkembangnya kelembagaan aparat penegak hukum.

Yang dimaksud dengan penegak hukum saat ini bukan hanya hakim, jaksa, dan polisi, tetapi telah berkembang sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan jenis pelanggaran hukum yang semakin kompleks dan membutuhkan keahlian spesifik untuk menanganinya dan tidak dapat dibebankan hanya kepada polisi dan jaksa.

Selain itu, mengingat aparat hukum diberi kuasa memaksa oleh negara, diperlukan mekanisme untuk mengawasi agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Upaya untuk menciptakan aparat penegak hukum yang baik dilakukan dengan membentuk aparat penegak hukum lain yang memiliki kewenangan koordinasi dan supervisi, bahkan penindakan jika ada aparat penegak hukum yang melakukan pelanggaran hukum.

Salah satu potensi negatif dari perkembangan aparat penegak hukum itu adalah kemungkinan tumpang tindih kewenangan dan perlawanan dengan menggunakan kuasa hukum yang dimiliki. Hal inilah yang terjadi misalnya dalam hubungan antara KPK dan Polri. Tentu saja hal ini tidak berarti penegakan hukum harus dikembalikan kepada satu lembaga saja karena tidak sesuai dengan kompleksitas persoalan yang dihadapi dan justru akan memperbesar kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan.

Etika penegakan hukum menjadi penting untuk mencegah terjadinya gesekan antaraparat penegak hukum. Apabila proses penegakan hukum, terutama terkait dengan aparat penegak hukum yang lain, dilakukan dengan cara-cara yang menjunjung etika, tentu pertentangan antaraparat penegak hukum tidak perlu terjadi.

Penegakan hukum yang etis tentu tidak boleh dimaknai sebagai pembiaran jika ada aparat penegak hukum yang melanggar hukum. Etika lebih pada cara menangani pelanggaran hukum. Hal ini dapat dimulai sejak ada indikasi awal pelanggaran hukum yang sebaiknya segera berkoordinasi antarpimpinan sehingga pelanggaran tidak berlanjut.

Etika juga terkait dengan momentum tindakan penegakan hukum yang harus tepat sehingga tidak menimbulkan persepsi perlawanan atau pembalasan serta tidak mencederai martabat kelembagaan. Demikian pula jika memang harus ada tindakan terhadap aparat penegak hukum, tentu harus dilakukan dengan cara-cara beradab dan sudah pada tempatnya tetap memerhatikan status sebagai aparat penegak hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar