Efek
Kemenangan Golkar Ancol
Arifki ; Analis
Politik dan Pemerintahan
UKM Pengenalan Hukum dan Politik, Universitas Andalas
|
HALUAN,
12 Maret 2015
Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan surat dengan Nomor: M.HH.AH.11.03-
26 tertanggal 10 Maret 2015 tentang kepengurusan Partai Golkar. Gejolak
partai Golkar, dengan pertarungan dua versi kongres: Bali dan Ancol, sudah
menemukan titik temu, dengan disahkannya oleh pemerintah kepengurusan Partai
Golkar versi Ancol.
Sebenarnya pemerintah, melanjutkan
keputusan yang telah ditetapkan oleh mahkamah partai. Dalam hal ini,
Mahkamah Partai Golkar, jelas telah menyatakan kemenanagan kepada Golkar
versi Ancol. Dengan itu, mahkamah partai tetap memberikan ruang kepada
Golkar versi Bali untuk tetap menggugat melalui pengadilan. Disnilah
terlihat, kepintaran Golkar dalam “berpolitik”, tak bisa berjauhan dengan
kekuasaan. Makanya, dengan disahkannya Golkar versi Agung Laksono,
posisi tawar Golkar dalam pemerintahan Jokowi-JK akan kembali menguat dalam
barisan “penguasa”, karena kedekatan JK dengan Agung Laksono.
Bermain Cantik
Politik Golkar dalam pemerintahan
selama ini, tak bisa kita pungkiri sebagai partai yang licin dalam berpolitik
praktis. Semua itu terbukti, meskipun Golkar telah tumbang setelah Soeharto
dilengserkan, oleh gelombang reformasi. Dalam hal ini, Golkar kembali
bernyali dengan munculnya ia pada era reformasi dan memenangkan pemilu
legislatif pada tahun 2004.
Permainan cantik Golkar, dengan
tetap berada pada pemerintahan adalah saat ia memegang posisi ‘sentral” dalam
kabinet Indonesia Bersatu SBY Jilid satu dan dua. Pada periode pertama SBY,
Golkar tak memberikan suaranya kepada Jusuf Kalla yang saat itu, digandeng
oleh Demokrat. Tetapi, Golkar mendukung Wiranto. Dalam hal ini, permainan
cantik Golkar terlihat, saat masa pemerintahan SBY-JK—posisi tawar sangat
kuat karena mempertimbangkan kekuatan parlemen. Pada periode kedua SBY, yang
berpasangan dengan Boediono, Golkar dengan calon Jusuf Kalla sebagai calon
presiden tidak berhasil memenangkan kursi kepresidenan. Tetapi, dalam
matematika politik Golkar, mereka tetap mendapatkan bagian dalam “jatah
kursi menteri” pada pemerintahan SBY-Boediono.
Sejarah kembali berulang, maka
dalam memandang Golkar kita tak bisa lepaskan dari rekam jejak partai ini
dalam berpolitik. Saat pemerintahan Jokowi-JK, meskipun ada dua bentuk
kongres Golkar. Versi Aburizal Bakrie, itu melaksanakan kongres di Bali, dan
versi Agung Laksono melaksanakan kongres di Ancol. Perdebatan panjang
kekuasan di “internal” Golkar kembali menjadi sorotan tajam, bahwa Golkar tak
akan bisa lari dari kekuasaan, bahwa mereka adalah “Play maker” dalam setiap
kekuasaan pemerinatah.
Karena alasan kader Golkar
yang tak memiliki posisi tawar yang kuat, makanya Golkar menjadi
bagian dari Prabowo sebagai tim pemenangan dalam pemilu presiden 9 Juli
2014. Makanya, dalam hal ini terlibat jelas bahwa masalah Golkar tiap musim
pemilu adalah figur ketokohan yang akan mereka calonkan menjadi presiden.
Untuk mesin partai daerah, Golkar sampai saat ini, masih bisa dikatakan
sebagai partai yang kuat dalam pengelolaan partai.
Pilkada
Sebentar lagi daerah banyak
melaksanakan Pilkada secara serentak ataupun tidak. Sebagai partai yang masih
bisa dikatakan mengakar dalam kesatuan akar rumput, Golkar sebagai partai
yang kadernya banyak menjadi Kepala Daerah. Dalam hal ini bisa akan
kehilangan “posisi” di daerah. Peringatan itu, juga pernah disampaikan oleh
Akbar Tandjung mengenai penyelesaian konflik internal dan mempersiapkan
diri untuk pertarungan kepala daerah.
Golkar selama pemerintahan
Orde Baru, sudah menjadi partai yang mengakar dari pusat sampai dengan
daerah. Meskipun, habisnya masa Orde Baru dalam perpolitikan nasional, saat
ritme singkat Soeharto telah habis. Maka, Golkar tetap menjadi bagian penting
dalam demokrasi pasca reformasi.
Generasi Tua
Golkar bisa dikatakan sebagai
partai veteran, masa ideologis partai ini masih bekas “pengagum” Orde Baru.
Kehawatiran yang akan diterima oleh Golkar untuk kedepan adalah dengan memudarnya
generasi tua dalam perpolitikan Golkar masa depan. Munculnya, kebijakan
yang memenagkan Agung Laksono dalam “sengketa internal” soal pemegang
kepengurusan yang sah. Ini adalah solusi bagi Golkar, sebagai partai yang
banyak menarik kader baru dalam kepengrusan Golkar akan memberikan arah baru,
komposisi kepengrusan Golkar dalam mempersiapakan estafet yang cepat kepemimpinan
generasi muda.
Golkar Ancol yang bergabung
dengan Agung Laksono, lebih dominan pada persatuan organisasi sayap yang
ingin berperan dalam “kepengurusan “partai. Sebagai partai yang panjang kaderisasinya,
Golkar membuka peluang tersebut dengan munculnya “kepengurusan” generasi
muda, dalam kepemimpinan Agung Laksono.
Memang tak terlalu tua juga
kepengurusan Ical, tetapi kekuatan di kepengurusan Ical tak memberikan
peluang kepada kader-kader pontensial dari organisasi sayap Golkar untuk berkarir
di kepengrusan Golkar. Hal inilah, yang kita sambut positif dari kemenangan
dari kepengurusan Golkar, yang disahkan oleh pemerintah. Pengaruh kekuatan
modal Ical dalam membangun partai dengan pundi-pundi uang. Menyebabkan,
pergerakan dan mesin partai tidak militan sampai ke akar dalam garis ideologi
yang terjaga.
Harapan kader baru, untuk
berperan dalam “politik nasional” adalah terobosan Golkar sebagai partai
yang banyak melahirkan pentolan-pentolan politisi papan atas. Dalam
berpolitik yang matang, Golkar selalu menjadi kiblat partai lainnya dalam
mengelola sumber daya anggaran dan manusiannya. Kita berharap, Golkar tak
menjadi partai dinasti, yang menghambat pergerakan kader-kader terbaik
Indonesia untuk berproses di Golkar.
Kepemimpinan Agung Laksono,
dengan merangkul anak-anak muda yang ada di barisan organisasi sayap partai,
bukti bahwa Golkar menjadi alternatif partai yang tak bisa dianggap sepele
dalam perpolitikan Indonesia dari masa ke masa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar