“Memerdekakan
Indonesia dari Pinggiran”
Solusi
untuk Jokowi-JK
Diskusi Desk Opini ”Kompas” dengan
Lingkar Muda Indonesia (LMI)
|
KOMPAS,
07 Oktober 2014
VISI-MISI
pasangan presidensial terpilih Jokowi-JK dalam Butir 3 dari Sembilan Agenda
Pokok, Sembako, dan Nawacita menegaskan tekad mereka ”membangun Indonesia
dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara
Kesatuan”. Tekad ini mungkin akan sungguh-sungguh diwujudkan melalui rencana
Jokowi membangun kantor kepresidenan di Papua, tempat setiap enam bulan dia
akan berkantor. Terbaca isyarat, Jokowi akan mengoreksi ketimpangan parah
yang berlangsung lama antara Indonesia timur dan Indonesia bagian barat. Ketimpangan
erat berhubungan dengan belum maksimal pemanfaatan kekayaan laut kita untuk
kemakmuran rakyat.
Riza
Damanik mengusulkan empat solusi yang diprioritaskan Jokowi-JK lima tahun ke
depan. Pertama, menggeser 1.000 armada kapal besar (lebih dari 30 GT) ke
perairan ZEEI: selain memaksimalkan peningkatan ekonomi nelayan kecil
sekaligus mempersempit ruang gerak kapal asing pencuri ikan, juga mendukung
restorasi ekosistem pesisir. Kedua, memudahkan akses informasi dan teknologi
ke perkampungan nelayan demi memudahkan nelayan kecil memperoleh informasi
cuaca, lokasi penangkapan ikan, posisi nelayan di laut, serta harga 18 ikan
konsumsi. Jadi, nelayan kecil dapat dibebaskan dari eksploitasi rantai dagang
perikanan.
Ketiga,
memperkuat kelembagaan Kementerian Kelautan dan Perikanan: dalam postur yang
baru diharapkan mampu mengembalikan dan melindungi hak masyarakat rentan;
mengoptimalkan kekayaan sumber daya laut untuk kesejahteraan rakyat; dan
memperkuat adab kelautan kita.
Keempat,
pemerintahan Jokowi-JK juga seyogianya memfasilitasi dan menumbuhkembangkan
organisasi nelayan yang mandiri dan kuat. Lewat partisipasi organisasi
nelayan, peran pemerintah di kampung nelayan akan lebih dekat dan tepat
dengan kebutuhan nelayan.
Dalam
upaya pemerdekaan desa, komunitas adat dan para petani di perdesaan Indonesia
pinggiran, Yando Zakaria menekankan pentingnya keseriusan pemerintahan
Jokowi-JK segera menuntaskan penyelesaian sejumlah peraturan pemerintah yang
diperlukan untuk mendaratkan UU Desa Tahun 2013. Perlu diupayakan agar UU
yang sudah cukup progresif berpihak kepada rakyat pinggiran tak sampai
dipasung dan dibajak, baik hak kewenangan otonominya maupun pendanaannya oleh
berbagai lembaga birokrasi supra-desa.
Karlina
Supelli menyarankan pembangunan dari pinggiran dalam tiga hal: ekonomi,
pendidikan, dan hak-hak asasi manusia. Konsepsi ekonomi tak lagi bisa
dipahami sebagai urusan bekerjanya mekanisme pasar. Pembangunan dari
pinggiran menuntut konsepsi ekonomi dan kinerja ekonomi lebih
substantif-material, yaitu penataan penyediaan mata pencarian rakyat ketika
sistem pasar hanyalah salah satu instrumen. Misalnya, bagaimana potensi
masyarakat setempat (kerajinan rakyat, kemampuan petani menangkar benih,
pendirian perkebunan rakyat, kios-kios rakyat) dihidupkan dan tak boleh
dicaplok perusahaan besar. Ini tidak saja menuntut pembangunan besar-besaran
infrastruktur di daerah, tetapi juga mensyaratkan fakultas ekonomi di
perguruan tinggi memulai kajian kritis tentang ekonomi sebagai mata pencarian
rakyat, bukan semata-mata ekonomi yang bertopang kepada kinerja pasar serta
terintegrasi ke dalam sistem pasar bebas.
Membangun
dari pinggiran dalam bidang pendidikan adalah bagaimana membuat pendidikan
tersedia, terjangkau (tanpa diskriminasi), dan berterima (mutu). Tanggung
jawab menyediakan pendidikan yang memenuhi hak asasi dan hak atas rasa aman
haruslah pokok sentral dalam pemahaman human
security.
Khusus
tentang mutu, pendidikan seyogianya tak lagi mendikotomikan intelektualitas
dengan moralitas sehingga peningkatan pengajaran budi pekerti dan pembangunan
karakter tidak perlu mengorbankan pengajaran ilmu. Namun, bagaimana
pendidikan dipahami sebagai pembentukan orang per orang secara utuh di dalam
komunitas konkret melalui kurikulum yang memadukan aspek intelektual, emosional,
spiritual, dan fisik.
Pelanggaran HAM
Terkait
hak asasi manusia, membangun dari pinggiran adalah menyelesaikan kasus
pelanggaran HAM dengan memberi keadilan bagi korban dan keluarga korban.
Membangun dari pinggiran selayaknya membuat tiada lagi keluarga korban yang
melakukan aksi Kamis Diam di depan Istana. Bukan karena mereka letih atau
bosan, melainkan karena pemerintah baru berkemauan politik dan menyiapkan
seluruh sistem pendukung yang dibutuhkan untuk menghapus impunitas dari bumi
Indonesia tanpa ragu. Pemerintah baru tak lagi memakai alasan keamanan negara
dan stabilitas politik sebagai kedok.
Akhirnya Abdee Negara Slank mengharapkan agar pemerintahan Jokowi-JK
memfasilitasi dan memberi kesempatan kepada generasi muda umumnya, khususnya
mereka di Indonesia pinggiran, berkiprah dalam industri kreatif. Langkah
konkret yang diusulkan: membangun sentra khusus industri kreatif di sejumlah
kota menengah tempat hampir dua per tiga generasi muda dari daerah perdesaan
sekitarnya berkiprah membangun masa depan mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar