Saatnya
Bangsa Bersatu
( Wawancara )
Zulkifli Hasan ; Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
|
KOMPAS,
09 Oktober 2014
HIDUP
ini diyakininya sebagai misteri. Dia tak menyangka, bahkan tak pernah
bercita-cita dipercaya mendapatkan amanah untuk menjadi Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat periode 2014-2019. Dulu, menjadi Menteri Kehutanan
juga tidak pernah ia sangka. Ini disebutnya sebagai takdir.
Dinamika
politik yang begitu cepat, Selasa hingga Rabu (8/10) dini hari, menentukan
nasib Zulkifli Hasan. Dia pun meyakini, tugas ini sebagai amanah dari Tuhan
yang ingin agar kita semua sesama warga menjaga bangsa ini dengan baik.
Zulkifli
yang berbesanan dengan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional
Amien Rais, saat didaulat menyampaikan visi-misinya sebagai calon ketua MPR,
tidak menutupi keterkejutannya. ”Hidup itu misteri. Saya tidak pernah
berencana menjadi Ketua MPR. Namun, garis tangan menuntun sampai kemari,”
ujarnya.
Paket
Koalisi Merah Putih (didukung Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat
Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat) pada akhirnya
memang mengungguli Paket Koalisi Indonesia Hebat (didukung Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasdem, Partai
Hanura, dan Partai Persatuan Pembangunan) dengan hanya 17 suara, yakni 347
suara berbanding 330 suara.
Zulkifli
Hasan menjadi Ketua MPR didampingi empat wakil ketua, yakni Mahyudin
(Golongan Karya), EE Mangindaan (Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), dan
Oesman Sapta Odang (Dewan Perwakilan
Daerah).
Selama percakapan dan wawancara yang berlangsung hangat dan ringan,
Zulkifli optimistis, suhu politik nasional akan menjadi sejuk. Komunikasi pun
bisa menjadi cair untuk kepentingan bangsa dan negara. Ketua Umum PDI-P
Megawati Soekarnoputri bahkan menunggu dirinya dilantik dan langsung memberi
ucapan selamat kepada dirinya sebagai Ketua MPR dan memberikan apresiasi.
Presiden terpilih Joko Widodo pun sudah mengucapkan selamat.
Di rumah
pribadinya di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Rabu, karangan bunga ucapan
selamat berjajar memenuhi halaman. Selama percakapan dan wawancara, Zulkifli
sesekali menerima telepon. Salah satunya dari adiknya yang memberikan ucapan
selamat.
Dengan
ramah, Zulkifli menyambut kedatangan Kompas untuk memasuki rumahnya. Berikut
petikan wawancara dengan Ketua MPR periode 2014-2019 ini:
Sebetulnya, bagaimana proses terpilihnya Anda
dalam Sidang Paripurna MPR pada Selasa malam hingga Rabu dini hari itu?
Saya
juga sama sekali tidak menyangka dipilih untuk menduduki posisi Ketua MPR.
Ada pimpinan partai politik yang berkomunikasi. Saya baru dipanggil pukul
21.00 dan diberi tahu untuk menjadi calon ketua MPR. Saya tidak memiliki
rencana dan ambisi.
Ada pembicaraan antara Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua
Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo
Subianto, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka berkomunikasi. Perhitungannya itu, Koalisi Indonesia Hebat sudah
sangat besar, bisa meraih suara, sekitar 380 suara.
Kami
juga sudah merencanakan adanya musyawarah mufakat. Saya juga sudah kontak
dengan Koalisi Indonesia Hebat, tetapi karena sudah malam, tidak berhasil.
Tiba-tiba sekitar pukul 21.00 malam sudah ada keputusan untuk melakukan voting dalam paripurna.
Saya sendiri
tidak berkampanye. Dari pukul 22.00 hingga pukul 02.00, saya hanya
mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada 30 anggota MPR dari kelompok Dewan
Perwakilan Daerah dan gubernur-gubernur serta teman-teman di daerah. Itu pun
hanya memohon doa dan dukungannya.
Apa yang akan Anda lakukan setelah terpilih?
Saya
berharap bisa mempersatukan semua komponen bangsa. Saya dengan Pak Joko
Widodo (presiden terpilih) itu kenal baik. Dari dulu, saat beliau masih
menjadi Wali Kota Solo, saya kenal baik dengan Pak Jokowi. Begitu juga dengan
Pak Jusuf Kalla (wakil presiden terpilih). Saya kenal baik sekali Pramono
Anung (politisi senior PDI-P) dan juga Pak Prabowo. Dengan Aburizal Bakrie
juga dekat sekali. Semua berteman baik.
Bagi
saya, ini salah satu peluang untuk membangun komunikasi lebih intens. Saya
percaya, sesulit apa pun masalah, kalau ada komunikasi, bisa terjadi
kesepahaman. Memang belum tentu sepakat, tetapi sudah sepaham. Kalau
komunikasi saja buntu, macet, itu baru persoalan. Yang ada hanya emosi dan
marah. Kalau kita bisa bertemu, kemarahan sudah bisa berkurang 30 persen.
Bagaimana Anda menyikapi adanya dua kubu koalisi
selama ini pasca Pilpres 9 Juli 2014?
Kalau
sudah di MPR, ya Indonesia, Merah Putih. Semua harus dilihat berdasarkan
kepentingan bangsa dan negara, bukan lagi kelompok atau kubu-kubu.
Saat ini, Indeks Harga Saham Gabungan turun.
Rupiah melemah. Publik tampaknya belum percaya. Apa yang Anda akan lakukan
untuk bisa meyakinkan publik?
Saya akan bersafari ke media-media. Saya juga akan membawa semua Wakil
Ketua MPR agar semua satu suara. Tidak boleh terpecah-pecah lagi
pandangannya. Media-media juga jangan panas terus beritanya. Ayolah, kita
jangan berpanas-panas terus. Rakyat butuh kesejukan. Kegaduhan politik ini
harus dihentikan.
Ada kekhawatiran publik, MPR ingin menggagalkan
pelantikan Jokowi-JK pada 20 Oktober?
Siapa yang mau menjegal? (sambil membuka kedua tangan). Itu sama saja
dengan bunuh diri! Kita mau semua berjalan lancar. Pelantikan 20 Oktober
harus bagus. Kita tunjukkan kepada Indonesia dan dunia, pemilu lalu itu hasil
dari proses demokrasi yang terbaik.
Sebagai
Ketua MPR, saya harus menjaga kepentingan bangsa. Saya harus mengayomi semua
berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kita punya garis konstitusi. Itu
pegangannya. Mari kita buat publik sejuk. Jangan ada lagi isu aneh-aneh itu.
Kalau melantik presiden saja tidak bisa, bagaimana kita mau memajukan
Indonesia?
Apakah benar akan ada rencana untuk mengamandemen
UUD 1945 terkait pemilihan presiden langsung oleh rakyat?
Saya
tegaskan, dulu itu, MPR sangat kuat, bisa memilih, melantik, dan
memberhentikan presiden dan wakil presiden. MPR juga membuat Garis-garis
Besar Haluan Negara. Setelah reformasi, itu semua
kita ubah. Masak kita mesti mundur lagi?
Catat
kata-kata saya. MPR itu dulu kuat sekali. Memilih dan memberhentikan serta
menyusun GBHN. Setelah reformasi, pelopornya kan kita dan senior-senior kita.
Sudah diputuskan, pemilihan presiden itu langsung oleh rakyat. Tak boleh kita
kembali lagi! Rakyat sudah memilih langsung, kok harus dikembalikan lagi
dipilih MPR.
Selagi
ada saya (sambil menunjuk dada), itu tidak akan terjadi. Kita sudah
memutuskan (pemilihan langsung). Rakyat sudah memilih langsung secara
demokratis. Sekarang mari kita utamakan agar proses demokrasi yang sudah
berlangsung ini berjalan dengan lebih baik, dan ekonomi kita juga tumbuh
dengan baik.
Bagaimana apabila ada desakan yang mengarah ke
pemilihan presiden oleh MPR?
Saya pagarnya. Selama saya ada di MPR, tidak akan
pernah ada. Itulah cita-cita reformasi. Kalau ada yang meminta mengamandemen
UUD 1945 agar presiden dipilih MPR, pokoknya tidak! Kita tidak boleh mundur
lagi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar