Jumat, 10 Oktober 2014

Saatnya Bangsa Bersatu

Saatnya Bangsa Bersatu

( Wawancara )
Zulkifli Hasan  ;   Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
KOMPAS,  09 Oktober 2014




HIDUP ini diyakininya sebagai misteri. Dia tak menyangka, bahkan tak pernah bercita-cita dipercaya mendapatkan amanah untuk menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2014-2019. Dulu, menjadi Menteri Kehutanan juga tidak pernah ia sangka. Ini disebutnya sebagai takdir.

Dinamika politik yang begitu cepat, Selasa hingga Rabu (8/10) dini hari, menentukan nasib Zulkifli Hasan. Dia pun meyakini, tugas ini sebagai amanah dari Tuhan yang ingin agar kita semua sesama warga menjaga bangsa ini dengan baik.

Zulkifli yang berbesanan dengan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais, saat didaulat menyampaikan visi-misinya sebagai calon ketua MPR, tidak menutupi keterkejutannya. ”Hidup itu misteri. Saya tidak pernah berencana menjadi Ketua MPR. Namun, garis tangan menuntun sampai kemari,” ujarnya.

Paket Koalisi Merah Putih (didukung Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat) pada akhirnya memang mengungguli Paket Koalisi Indonesia Hebat (didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasdem, Partai Hanura, dan Partai Persatuan Pembangunan) dengan hanya 17 suara, yakni 347 suara berbanding 330 suara.

Zulkifli Hasan menjadi Ketua MPR didampingi empat wakil ketua, yakni Mahyudin (Golongan Karya), EE Mangindaan (Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), dan Oesman Sapta Odang (Dewan Perwakilan
Daerah).

Selama percakapan dan wawancara yang berlangsung hangat dan ringan, Zulkifli optimistis, suhu politik nasional akan menjadi sejuk. Komunikasi pun bisa menjadi cair untuk kepentingan bangsa dan negara. Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri bahkan menunggu dirinya dilantik dan langsung memberi ucapan selamat kepada dirinya sebagai Ketua MPR dan memberikan apresiasi. Presiden terpilih Joko Widodo pun sudah mengucapkan selamat.

Di rumah pribadinya di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Rabu, karangan bunga ucapan selamat berjajar memenuhi halaman. Selama percakapan dan wawancara, Zulkifli sesekali menerima telepon. Salah satunya dari adiknya yang memberikan ucapan selamat.

Dengan ramah, Zulkifli menyambut kedatangan Kompas untuk memasuki rumahnya. Berikut petikan wawancara dengan Ketua MPR periode 2014-2019 ini:

Sebetulnya, bagaimana proses terpilihnya Anda dalam Sidang Paripurna MPR pada Selasa malam hingga Rabu dini hari itu?

Saya juga sama sekali tidak menyangka dipilih untuk menduduki posisi Ketua MPR. Ada pimpinan partai politik yang berkomunikasi. Saya baru dipanggil pukul 21.00 dan diberi tahu untuk menjadi calon ketua MPR. Saya tidak memiliki rencana dan ambisi.

Ada pembicaraan antara Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka berkomunikasi. Perhitungannya itu, Koalisi Indonesia Hebat sudah sangat besar, bisa meraih suara, sekitar 380 suara.

Kami juga sudah merencanakan adanya musyawarah mufakat. Saya juga sudah kontak dengan Koalisi Indonesia Hebat, tetapi karena sudah malam, tidak berhasil. Tiba-tiba sekitar pukul 21.00 malam sudah ada keputusan untuk melakukan voting dalam paripurna.

Saya sendiri tidak berkampanye. Dari pukul 22.00 hingga pukul 02.00, saya hanya mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada 30 anggota MPR dari kelompok Dewan Perwakilan Daerah dan gubernur-gubernur serta teman-teman di daerah. Itu pun hanya memohon doa dan dukungannya.

Apa yang akan Anda lakukan setelah terpilih?

Saya berharap bisa mempersatukan semua komponen bangsa. Saya dengan Pak Joko Widodo (presiden terpilih) itu kenal baik. Dari dulu, saat beliau masih menjadi Wali Kota Solo, saya kenal baik dengan Pak Jokowi. Begitu juga dengan Pak Jusuf Kalla (wakil presiden terpilih). Saya kenal baik sekali Pramono Anung (politisi senior PDI-P) dan juga Pak Prabowo. Dengan Aburizal Bakrie juga dekat sekali. Semua berteman baik.

Bagi saya, ini salah satu peluang untuk membangun komunikasi lebih intens. Saya percaya, sesulit apa pun masalah, kalau ada komunikasi, bisa terjadi kesepahaman. Memang belum tentu sepakat, tetapi sudah sepaham. Kalau komunikasi saja buntu, macet, itu baru persoalan. Yang ada hanya emosi dan marah. Kalau kita bisa bertemu, kemarahan sudah bisa berkurang 30 persen.

Bagaimana Anda menyikapi adanya dua kubu koalisi selama ini pasca Pilpres 9 Juli 2014?

Kalau sudah di MPR, ya Indonesia, Merah Putih. Semua harus dilihat berdasarkan kepentingan bangsa dan negara, bukan lagi kelompok atau kubu-kubu.

Saat ini, Indeks Harga Saham Gabungan turun. Rupiah melemah. Publik tampaknya belum percaya. Apa yang Anda akan lakukan untuk bisa meyakinkan publik?

Saya akan bersafari ke media-media. Saya juga akan membawa semua Wakil Ketua MPR agar semua satu suara. Tidak boleh terpecah-pecah lagi pandangannya. Media-media juga jangan panas terus beritanya. Ayolah, kita jangan berpanas-panas terus. Rakyat butuh kesejukan. Kegaduhan politik ini harus dihentikan.

Ada kekhawatiran publik, MPR ingin menggagalkan pelantikan Jokowi-JK pada 20 Oktober?

Siapa yang mau menjegal? (sambil membuka kedua tangan). Itu sama saja dengan bunuh diri! Kita mau semua berjalan lancar. Pelantikan 20 Oktober harus bagus. Kita tunjukkan kepada Indonesia dan dunia, pemilu lalu itu hasil dari proses demokrasi yang terbaik.

Sebagai Ketua MPR, saya harus menjaga kepentingan bangsa. Saya harus mengayomi semua berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kita punya garis konstitusi. Itu pegangannya. Mari kita buat publik sejuk. Jangan ada lagi isu aneh-aneh itu. Kalau melantik presiden saja tidak bisa, bagaimana kita mau memajukan Indonesia?

Apakah benar akan ada rencana untuk mengamandemen UUD 1945 terkait pemilihan presiden langsung oleh rakyat?

Saya tegaskan, dulu itu, MPR sangat kuat, bisa memilih, melantik, dan memberhentikan presiden dan wakil presiden. MPR juga membuat Garis-garis Besar Haluan Negara. Setelah reformasi, itu semua kita ubah. Masak kita mesti mundur lagi?

Catat kata-kata saya. MPR itu dulu kuat sekali. Memilih dan memberhentikan serta menyusun GBHN. Setelah reformasi, pelopornya kan kita dan senior-senior kita. Sudah diputuskan, pemilihan presiden itu langsung oleh rakyat. Tak boleh kita kembali lagi! Rakyat sudah memilih langsung, kok harus dikembalikan lagi dipilih MPR.

Selagi ada saya (sambil menunjuk dada), itu tidak akan terjadi. Kita sudah memutuskan (pemilihan langsung). Rakyat sudah memilih langsung secara demokratis. Sekarang mari kita utamakan agar proses demokrasi yang sudah berlangsung ini berjalan dengan lebih baik, dan ekonomi kita juga tumbuh dengan baik.

Bagaimana apabila ada desakan yang mengarah ke pemilihan presiden oleh MPR?

Saya pagarnya. Selama saya ada di MPR, tidak akan pernah ada. Itulah cita-cita reformasi. Kalau ada yang meminta mengamandemen UUD 1945 agar presiden dipilih MPR, pokoknya tidak! Kita tidak boleh mundur lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar