Rejuvinasi
Semangat Trisakti
Muchlas Rowi ; Peneliti Senior IndoStrategi Research and Consulting
|
KORAN
SINDO, 06 Oktober 2014
Penyelenggaraan
pilpres beberapa waktu lalu menegaskan kepada masyarakat internasional bahwa
Indonesia merupakan negara yang sukses mengimplementasikan praktik demokrasi.
Meski ada “riak-riak” sedikit, perkara itu tak membuat negara ini terancam
akibat perseteruan dua kubu pendukung calon presiden masing-masing.
Keterpilihan
Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden terpilih membawa angin segar
perubahan. Muncul harapan baru supaya pasangan ini mampu melaksanakan agenda
transformatif dan meneruskan prestasi pembangunan di bidang ekonomi, politik,
budaya, sosial, pertahanan, dan keamanan yang berhasil dicapai pemerintahan
sebelumnya. Karena itu, sebagai bagian dari upaya memikirkan kebaikan
bersama, setiap warga negara dan organisasi masyarakat diperkenankan untuk
mengusulkan kader-kader terbaiknya untuk masuk dalam pemerintahan.
Beberapa
waktu lalu, Indo-Strategi Research and
Consulting merilis hasil riset tentang siapa saja yang dianggap layak
masuk dalam jajaran kabinet Jokowi-JK. Penelitian mengenai desain kabinet
2014- 2019 tersebut dilakukan selama satu bulan (5/8-5/9/2014). Berbeda
dengan lembaga riset politik yang lain, IndoStrategi menggunakan metode
penggalian data berupa: (a) biografi dari tokoh-tokoh potensial yang selama
ini muncul di publik; (b) wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap 30 pakar di berbagai bidang; (c) focus group discussion tiga kali
dengan mengundang para pakar di bidangnya; dan (d) metaanalisis media.
Riset
yang diluncurkan ke publik pada 9 September 2014 itu menyebut kabinet Jokowi-
JK sebagai Kabinet Trisakti. Pemilihan nama “Trisakti” bukan tanpa alasan,
melainkan berdasar pada kajian mendalam dan kompherhensif: IndoStrategi
berharap semangat Tri Sakti yang dipidatokan Soekarno pada 17 Agustus 1964
tersebut kembali memotivasi pemerintahan mendatang. Saat itu, Bung Karno
menyampaikan pidato dengan judul “Tahun
Vivere Pericoloso” yang menyebut tiga paradigma besar yang hingga kini
menggema dan senantiasa menginspirasi anak bangsa di era kontemporer
sekarang.
Bapak
pendiri bangsa (founding father)
tersebut mencita-citakan supaya Indonesia berdaulat secara politik, berdikari
di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. Bung Karno menegaskan
bahwa kedaulatan politik bangsa Indonesia mutlak diwujudkan dengan menolak
segala bentuk intervensi bangsa lain. Dalam ungkapan Bung Karno, nation building dan character building harus diteruskan
sehebat- hebatnya demi menunjang kedaulatan politik kita. Sementara itu,
Indonesia yang memiliki kekayaan alam mesti dikelola sendiri bagi
kesejahteraan masyarakat secara utuh.
Tingkat
ketergantungan kita terhadap pihak asing (dari segi modal maupun dari segi
teknologi) selama ini sangat tinggi. Akhirnya, sumber daya alam yang tersedia
masih belum bisa dinikmati masyarakat. sebaliknya justru kekayaan ini lebih
banyak dinikmati bangsa lain. Tak ayal, bila Bung Karno pernah mengungkapkan
bahwa ketergantungan terhadap bangsa lain tidak akan menjamin kesejahteraan
rakyat meningkat. Selain itu, di bidang kebudayaan Bung Karno menginginkan
supaya bangsa ini berkepribadian di bidang ini.
Dia
beranggapan bahwa kebudayaan tidak kalah pentingnya dibandingkan kedua aspek
sebelumnya, politik dan ekonomi. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia harus
menghormati budaya warisan nenek-moyang dan menghargai nilai-nilai luhur
kebudayaan yang ada di masyarakat, karena hal itu akan membawa bangsa ke arah
kemajuan. Dari itu, perlu meremajakan kembali (rejuvinasi) semangat Trisakti
agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat memberi motivasi bagi
pemerintahan yang baru. Sebab untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan,
sebuah bangsa pertama- tama mesti berdaulat secara politik.
Kedaulatan
politik ini adalah syarat mutlak agar bangsa itu merdeka atau bisa bebas
mengatur dirinya sendiri. Jika kedaulatan politik didapat, langkah berikutnya
adalah menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan berdikari secara
ekonomi. Kita tentu mafhum bahwa tingkat kesejahteraan ekonomi sangat
berpengaruh pada berbagai aspek lain dari sebuah bangsa. Hal ini tentu tidak
sulit dilakukan jika pemerintah serius membenahi moral dan karakter bangsa
untuk menjadi negara maju.
Dengan
begitu, para generasi bangsa saat ini dapat mengelola dan memanfaatkan sumber
daya alam demi kesejahteraan masyarakat. Saat ini, publik seolah merasakan
falsafah Trisakti yang disuarakan Bung Karno semakin terkikis. Para pengelola
pemerintahan dan mereka yang terlibat di wilayah politik hanya sibuk
memikirkan kepentingan pribadi dan golongannya hingga sering kali abai
terhadap kebaikan dan kemajuan bangsa. Akibatnya, Indonesia sebagai sebuah
bangsa semakin hari semakin terasa tersegmentasi dan mudah dipicu untuk
melakukan aksi-aksi anarkistis.
Ironisnya,
kondisi seperti ini semakindiperburukdenganadanya praktik korupsi yang
semakin “membudaya”. Tak bisa dimungkiri, saat ini tindak korupsi semakin
terstruktur hingga ke berbagai lembaga pemerintahan, legislatif maupun
yudikatif. Pemerintahan Jokowi-JK mendatang, dengan dukungan yang luas dari
masyarakat, diharapkan dapat membentuk struktur kabinet yang mampu menjawab
tantangan dan masalah yang dihadapi masyarakat.
Memang, berbagai soal tersebut bukan hal mudah untuk dipecahkan. Namun
dengan kembali menghidupkan dan berpegang teguh pada falsafah Trisakti,
tantangan untuk membawa Indonesia berdaulat secara politik, berdikari di
bidang ekonomi, berkepribadian di bidang budaya, mampu menjawab tantangan
lokal dan global, dan memiliki kedudukan setara di dunia internasional, tentu
bukan impian yang tak bisa diwujudkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar