Perguruan
Tinggi dan Innovation Driven Economy
Firmanzah ; Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
|
KORAN
SINDO, 06 Oktober 2014
Laporan
Daya Saing Global 2014–2015 yang dikeluarkan World Economy Forum (WEF) awal
September lalu menempatkan Indonesia pada peringkat ke-34 atau naik 4
peringkat dari 2013–2014. Peningkatan daya saing Indonesia ini sekaligus
mengonfirmasi sejumlah hasil laporan yang menempatkan Indonesia sebagai
destinasi investasi utama.
Predikat
sebagai negara tujuan utama investasi didukung sejumlah faktor yang telah
dicapai dalam beberapa tahun ini, misalnya perbaikan infrastruktur, reformasi
birokrasi, kebijakan industrialisasi, dan pengembangan iptek. Dengan
peringkat daya saing di urutan ke-34 dari 144 negara yang menjadi sampel WEF,
Indonesia dikelompokkan dalam kategori negara efficiency-driven economies atau selangkah lagi menuju innovation driven economies. Salah
satu pilar yang mendorong peningkatan daya saing seperti yang dilaporkan WEF
adalah inovasi dan pengembangan iptek.
Inovasi
dan pengembangan iptek diyakini mampu memberi daya dorong yang lebih kuat,
tidak hanya terhadap peningkatan daya saing bangsa, melainkan juga terkait
perbaikan peradaban manusia. Salah satu entitas yang berperan penting dalam
pengembangan iptek dan inovasi adalah perguruan tinggi (PT). PT menjadi media
pembelajaran dan pendidikan yang diharapkan mampu melahirkan gagasan-gagasan
yang bermanfaat, baik dalam kehidupan sosial maupun ekonomi-politik.
Dorongan
pendidikan berbasis masyarakat sesuai arahan Undang-Undang (UU) Sistem
Pendidikan Nasional melahirkan berbagai ide kreatif dalam mengemas kurikulum
pendidikan tinggi semisal experiential learning, collaborative learning,
student center learning dan case study method. Salah satu pendekatan lain
yang kini telah banyak dikembangkan universitas-universitas terkemuka dunia
adalah kerja sama universitas serta dunia usaha dalam pengembangan iptek dan
inovasi. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025,
saat ini Indonesia berada pada periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional III (RPJMN 2015–2019).
Berlandaskan
kesinambungan RPJMN sebelumnya (2005– 2009, 2010–2014), RPJM III ditujukan
untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang
dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan
keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan
ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
Sinkronisasi
pembangunan iptek dalam pendidikan diharapkan dapat mendorong peningkatan
kualitas sumber daya manusia serta relevansi pendidikan dengan berbagai aspek
kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya mendorong ekonomi bernilai tambah.
Pembangunan iptek diarahkan untuk menciptakan dan menguasai ilmu pengetahuan,
baik ilmu pengetahuan dasar maupun terapan serta mengembangkan ilmu sosial
dan humaniora untuk menghasilkan teknologi dan memanfaatkan teknologi hasil
penelitian, pengembangan, dan perekayasaan bagi kesejahteraan masyarakat,
kemandirian, dan daya saing bangsa.
Pembangunan
iptek ini pulalah yang menjadi dasar pembangunan ekonomi yang berbasis
pengetahuan yang akan memberi dampak luas terhadap berbagai dimensi ekonomi
khususnya mengenai kesejahteraan masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir,
pendapatan per kapita masyarakat terus meningkat hingga mencapai USD4.000
saat ini. Dalam program MP3EI, pada akhir 2025 Indonesia ditargetkan menjadi
negara ekonomi maju (innovation- driven
economy) dengan target pencapaian pendapatan per kapita hingga 2025 dalam
dokumen MP3EI ada di kisaran USD14.000– 15.000 dengan economy size (PDB) USD4
triliun– 4,5 triliun.
Target
peningkatan pendapatan per kapita (PDB per kapita) menuju negara maju hanya
akan tercapai melalui pengembangan riset, iptek, dan budaya inovasi,
khususnya di perguruan tinggi. Melalui pengembangan pemanfaatan riset dan
inovasi, nilai tambah dan perluasan rantai nilai, baik dalam proses produksi
maupun distribusi, dapat terus meningkat sekaligus menjadi katalisator yang
mendorong peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Melalui pengembangan
pemanfaatan riset, iptek, dan budaya inovasi di perguruan tinggi, penguatan
sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses maupun pemasaran untuk
penguatan daya saing global yang berkelanjutan menuju innovation driven economy akan dapat dicapai.
Mengapa
demikian? Tentunya pada era ekonomi berbasis pengetahuan, mesin pertumbuhan
ekonomi sangat bergantungpada kapitalisasihasilpenemuan menjadi produk/jasa
inovatif. Dalam konteks ini, peran sumber daya manusia yang berpendidikan
menjadi kunci utama mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Oleh
karena itu, perguruan tinggi harus mampu menjadi salah satu pusat produksi
dan distribusi gagasan-gagasan/ produk/kebijakan yang inovatif, menjadi
medium penyelarasan berbagai entitas yang menyusun daya saing nasional.
Aliansi sektor pendidikan dengan sektor-sektor lain menjadi ”keharusan” yang
tidak bisa dihindari sebagai akibat derasnya perubahan yang terjadi di
sekitar kita.
Paradigma
pasar inputdan outputpendidikan yang selama ini terkesan tidak selaras dengan
lingkungannya, menegasikan kepekaan sosial, dan kecenderungan egoisme-sentris
menjadi tantangan dalam meredesain kembali model pembelajaran di pendidikan
tinggi. Redesain model pembelajaran yang dilakukan diharapkan dapat menjawab
tantangan dan tuntutan lingkungan serta peradaban sehingga kontribusi
pendidikan tinggi dapat lebih dirasakan oleh para pemangku kepentingan yang
ada. Di berbagai universitas terkemuka dunia, pengelolaan riset yang
dipadukan dengan kebutuhan dunia usaha telah menjadi patron yang terus
dipromosikan.
Bahkan
dengan model penyelarasan ini, sejumlah produk inovatif telah banyak
dihasilkan. Produk-produk ini bahkan telah mengubah tatanan peradaban
manusia. Di Universitas Osaka Jepang misalnya telah lama dilakukan program
kerja sama dengan berbagai industri khususnya dalam hal pengembangan
teknologi. Atau Universitas Bologna dengan menawarkan program desain fitur
dan model bagi industri makanan-minuman di dunia. Atau
universitas-universitas di Amerika yang telah lama mengembangkan research
park sebagai wahana untuk mempertemukan kegiatan riset dan kebutuhan dunia
usaha.
Taruhlah
Massachusetts Institute of Technology (MIT) dengan MITMedialab atau
University of Illinois Research Park yang berfungsi sebagai rumah inovasi
bagi perusahaan-perusahaan global seperti Yahoo!, Anheuser- Busch InBev, John
Deere, Caterpillar, Dow, Neustar, State Farm, Citrix, Raytheon, dan Abbott.
Atau misalnya Iowa State University Research Park yang memediasi dunia usaha,
peneliti, dan masyarakat dalam mengembangkan gagasan-gagasan inovatif tidak
hanya terkait dengan produk-produk komersial, tetapi juga humanity.
Bagi Indonesia, kebutuhan menghadirkan kemitraan-kemitraan seperti
contoh di atas menjadi urgensi dalam 5 hingga 15 tahun ke depan. Pola
kemitraan strategis seperti contoh di atas dapat diterapkan di Indonesia
melalui kemitraan strategis antara perguruan tinggi dan dunia usaha. Upaya
ini akan semakin terakselerasi jika mendapat dukungan atau skema stimulus
baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Selain itu, sejumlah lembaga
litbang di pemerintahan seperti LIPI, Puspitek, Lapan, dan Batan juga perlu
disinergikan dalam suatu gerakan yang terintegrasi dengan entias lain,
khususnya perguruan tinggi dan dunia usaha. Pengembangan research-entrepreneurial university menjadi salah satu solusi
yang dapat dikembangkan dalam meraih citacita pembangunan nasional. Dengan
semangat ini, target menjadi negara maju akan semakin mudah diwujudkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar