Perlunya
Sentra Penjualan Hewan Kurban
Sumiati Anastasia ; Kolumnis dan Muslimah di Balikpapan
|
JAWA
POS, 03 Oktober 2014
TIAP perayaan atau momen
keagamaan, seperti Idul Adha yang menurut pemerintah jatuh pada 5 Oktober,
para pedagang memang pintar memanfaatkan peluang. Simaklah, di berbagai sudut
jalan di kota besar seperti Surabaya, bermunculan tempat penjualan hewan
kurban musiman. Kehadiran pedagang hewan musiman itu sudah tentu membawa
dampak bagi kota-kota besar dan para warganya.
Banyaknya tempat penjualan hewan
kurban musiman memang jelas mempermudah warga untuk membeli. Namun, penjualan
hewan korban yang tersebar di semua sudut kota jelas membawa dampak ikutan
yang tidak selalu bagus. Semisal, kotoran hewan jelas bisa mengganggu,
terlebih di Surabaya atau Malang masih sering turun hujan. Lagi pula, di
dekat tempat penjualan hewan kurban juga rentan terjadi kemacetan.
Dampak lain, dengan tempat
penjualan yang tersebar di mana-mana, pengontrolan penyakit atau pertimbangan
animal welfare bisa terabaikan.
Padahal, pengontrolan penyakit dan pertimbangan animal welfare sangat penting karena salah satu syarat hewan
kurban adalah harus sehat. Pemeriksaan kesehatan itu tidak hanya berupa
pemeriksaan dari bentuk fisik, tapi juga penyakit dalam seperti cacingan
serta penyakit mulut dan kuku, bahkan antraks.
Hewan kurban memang harus
melewati seleksi yang ketat, baik dari aspek kesehatan maupun aspek
syariatnya. Adapun kriteria sesuai dengan syariat Islam di antaranya adalah
harus sehat, tidak cacat seperti pincang dan buta, di telinga tidak boleh
terdapat bekas potongan atau sobekan, cukup umur, serta tidak kurus.
Untuk kambing, umur harus di
atas satu tahun, ditandai dengan gigi susu yang sudah tanggal dan sudah
berganti dengan sepasang gigi tetap. Untuk sapi dan kerbau, umurnya harus di
atas dua tahun dan juga ditandai tumbuhnya gigi tetap. Hewan kurban juga
harus berkelamin jantan, tidak dikebiri, dan buah zakarnya lengkap serta
sebaiknya simetris.
Ciri kambing yang sehat bisa
dilihat dari matanya yang bersih dan bersinar (tidak belekan), bulunya bersih
dan mengkilat, tidak skabies, kotoran tidak cair, dan kedua tanduknya utuh.
Untuk ciri sapi, kulit juga harus bersih, moncong selalu basah, mata bersih
dan bersinar, serta kotoran tidak terlalu cair.
Jangan lupa, zoonosis (penyakit
yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan sebaliknya) merupakan ancaman
baru bagi kehidupan manusia di dunia. Berbagai fakta telah menunjukkan bahwa
zoonosis berpotensi merugikan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan
kerugian akibat perang. Dua puluh tahun terakhir, 75 persen dari
penyakit-penyakit baru (emerging
diseases) pada manusia terjadi karena perpindahan patogen hewan ke
manusia atau bersifat zoonotik dan 1.415 mikroorganisme patogen pada manusia
yang telah diketahui sebesar 61,6 persen bersumber dari hewan (Brown, 2004).
Untuk itu, diperlukan surat
keterangan kesehatan hewan (SKKH). Ini penting guna menjamin hewan yang
dikurbankan benar-benar sehat sehingga masyarakat sasaran benar-benar mengonsumsi daging yang sehat. Untuk
mengantisipasi peredaran ternak yang tidak sehat dan demi melindungi
masyarakat, khususnya yang merayakan Idul Adha, setiap pedagang wajib
melengkapi hewan kurban yang akan dijual dengan surat semacam itu.
HAS (hak asasi satwa) atau biasa
disebut animal welfare
(kesejahteraan hewan) juga jangan diabaikan. Paling tidak, ada tiga
permasalahan dalam hal ini, yaitu transportasi, tempat penampungan, dan
ketersediaan pakan. Pada transportasi, ternak sering ditumpuk tanpa
memperhatikan kapasitas demi menekan biaya transportasi. Tempat penampungan
juga sempit, kotor, dan becek sehingga dapat meningkatkan stres pada ternak.
Demikian juga masalah ketersediaan pakan.
Sudah tentu produksi rumput di kota
sangat tidak memadai sehingga ternak tidak cukup mendapat pakan, bahkan
sangat mungkin kelaparan.
Proses pemotongan demikian juga.
Kurangnya pengalaman mengakibatkan sering terjadi pemaksaan pada proses
perobohan ternak sehingga ternak menjadi kesakitan dan tersiksa. Padahal,
menurut syariat, pemotongan hewan harus dilakukan dengan baik, menggunakan
pisau yang tajam untuk mengurangi rasa sakit, dan harus memotong tiga unsur
sekaligus, yaitu jalan napas, darah, dan makanan. Pemotongan yang tidak
sempurna mengakibatkan daging cepat membusuk.
Mempertimbangkan hal tersebut,
kota-kota besar seperti Surabaya atau Malang perlu melakukan penataan dan
penertiban, mengingat Hari Raya Idul Kurban adalah rutinitas tahunan.
Alangkah baiknya jika tempat penjualan hewan kurban disatukan dalam beberapa
tempat sentra, tidak tersebar seenaknya sehingga menambah kesemrawutan kota.
Selain
dapat memudahkan pengontrolan terhadap penyakit dan animal welfare-nya,
adanya sentra penjualan hewan kurban itu menjadikan keindahan, kebersihan,
dan kesucian tempat ibadah serta kesehatan lingkungan lebih terpelihara.
Demikian juga halnya bagi pedagang musiman. Ketersediaan sentra penjualan
tersebut akan memudahkan mereka mendapatkan tempat untuk menjual ternaknya.
Akhirnya, dengan adanya sentra penjualan hewan kurban, masyarakat muslim di
kota-kota besar dapat memperoleh hewan kurban yang terjamin kesehatannya
serta memenuhi persyaratan sesuai dengan syariat Islam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar