Minggu, 19 Oktober 2014

Perlu Aksi Pemerintah Penuhi Hak Bermukim

                               Diskusi  Kompas-Kemenko Kesra tentang “Perumahan Rakyat”

Perlu Aksi Pemerintah Penuhi Hak Bermukim
Pieter P Gero dkk.  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  17 Oktober 2014

                                                                                                                       


PENYEDIAAN rumah bagi masyarakat mutlak karena diatur dalam undang-undang. Nyatanya masih ada belasan juta warga Indonesia yang belum punya rumah atau rumah layak huni. Diskusi Jaminan Kepastian dan Perlindungan Hak Bermukim Masyarakat Miskin Kampung Perkotaan yang diadakan ”Kompas” bersama Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat di Jakarta, 14 Oktober, mencoba membedah masalah ini. Hadir sebagai pembicara Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kemenko Kesra Chazali Situmorang, pakar pertanahan dan akademisi Universitas Gadjah Mada Nurhasan Ismail, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Budi Karya Sumadi, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia Adrianto P Adhi, serta Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat Sri Hartoyo. Diskusi dipandu Kepala Pusat Kajian Kebijakan Perumahan dan Permukiman Universitas Gadjah Mada Budi Prayitno. Hasil diskusi dirangkum wartawan ”Kompas” Pieter P Gero, A Handoko, Neli Triana, Pingkan Elita Dundu, Andy Riza Hidayat, dan Mukhamad Kurniawan di halaman 1, 19, dan 26.

Beraneka undang-undang telah dibuat yang memastikan tugas Pemerintah Indonesia, dari pusat sampai daerah, harus menjamin ketersediaan rumah bagi masyarakat. ”Kalau mau diidentifikasi, mungkin sudah lebih dari lima truk peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan untuk menjamin hak atas papan setiap individu, setiap keluarga di Indonesia,” ujar seorang pembicara.

Nyatanya, sampai tahun lalu masih ada kekurangan pasokan rumah. Kebutuhan sebesar 800.000 unit per tahun, tetapi hanya bisa dipenuhi 200.000 unit. Alhasil, total kekurangan pasokan rumah (backlog) sudah 15 juta unit. Luas permukiman kumuh di negeri ini 59.000 hektar dengan 7,5 juta rumah tidak layak huni. ”Angka ini juga masih diperdebatkan karena pro kontra soal definisi permukiman kumuh,” ujar peserta.

Pertanyaan yang muncul, mengapa pemerintah di negeri ini tidak bisa melakukan tugasnya? Karena fungsi pengawasan dan kehadiran aktif negara belakangan ini praktis minim jika tak mau mengatakan tidak ada. Padahal, tahun 1970-an pemerintahan Orde Baru sudah menghadirkan Bank Tabungan Negara dan Perumnas yang menghasilkan jutaan rumah.

Setelah era itu, pemerintah tak bisa berbuat banyak. Bahkan, pemerintah juga tidak bisa menyelesaikan rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang merupakan turunan dari UU Perumahan dan Permukiman. Padahal, RPP berkaitan dengan penyelenggaraan rumah susun dan Badan Pelaksana Pembangunan Perumahan penting untuk pelaksanaan di lapangan.

Pemerintah kini tak bertenaga untuk menyediakan papan. Tidak ada dana yang bisa disiapkan untuk menyediakan tanah dan membangun perumahan bagi rakyat. RUU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) layu sebelum berkembang karena soal dana ini. ”Selama orientasinya anggaran, tak pernah bisa jalan,” ujar peserta.

Butuh aksi berani

Kendala penyediaan lahan dan dana sebenarnya bukan masalah besar selama pemerintah lebih berani bertindak menerapkan peraturan dan UU yang ada. Selama tugas penyediaan rumah ini diserahkan kepada mekanisme pasar, tak akan pernah masyarakat bawah bisa memiliki rumah. Pemerintah dicap gagal dalam penyediaan papan bagi rakyat.

Pengembang swasta misalnya harus menjalankan ketentuan 1-2-3, yakni satu rumah mewah, dua rumah sederhana, dan tiga rumah sangat sederhana. Ada juga tanah-tanah milik swasta yang belum dioptimalkan, bahkan ditelantarkan. Kehadiran dan aksi pemerintah harus ada. ”Ini harapan kita kepada pemerintah baru,” ujar peserta.

Pemerintah juga bisa menggunakan tanah wakaf atau tanah telantar milik BUMN, pemerintah daerah, atau BUMD. Soal dana, bisa menggunakan dana pensiun ataupun dana abadi haji misalnya. Semuanya bisa direkayasa demi memenuhi tugas pemerintah menyediakan rumah hunian bagi warga.

Aksi berani tetapi dengan hasil menyenangkan semua pihak sudah diperlihatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengembangkan Waduk Pluit dan penyediaan permukiman bagi warga tergusur. Selain itu, pembenahan rumah kumuh di Petogogan. Hal serupa dilakukan Pemerintah Kabupaten Tangerang, Banten.

Pemerintah harus hadir dan berbuat bagi penyediaan papan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar