Diskusi Kompas-Kemenko Kesra tentang “Perumahan
Rakyat”
Perlu Aksi
Pemerintah Penuhi Hak Bermukim
Pieter P Gero dkk. ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
17 Oktober 2014
PENYEDIAAN rumah bagi masyarakat mutlak karena diatur dalam
undang-undang. Nyatanya masih ada belasan juta warga Indonesia yang belum
punya rumah atau rumah layak huni. Diskusi Jaminan Kepastian dan Perlindungan
Hak Bermukim Masyarakat Miskin Kampung Perkotaan yang diadakan ”Kompas”
bersama Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat di Jakarta, 14 Oktober,
mencoba membedah masalah ini. Hadir sebagai pembicara Deputi Bidang
Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kemenko Kesra Chazali
Situmorang, pakar pertanahan dan akademisi Universitas Gadjah Mada Nurhasan
Ismail, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Budi Karya Sumadi, Bupati
Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia
Adrianto P Adhi, serta Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat
Sri Hartoyo. Diskusi dipandu Kepala Pusat Kajian Kebijakan Perumahan dan
Permukiman Universitas Gadjah Mada Budi Prayitno. Hasil diskusi dirangkum
wartawan ”Kompas” Pieter P Gero, A Handoko, Neli Triana, Pingkan Elita Dundu,
Andy Riza Hidayat, dan Mukhamad Kurniawan di halaman 1, 19, dan 26.
Beraneka undang-undang telah dibuat yang memastikan tugas Pemerintah
Indonesia, dari pusat sampai daerah, harus menjamin ketersediaan rumah bagi
masyarakat. ”Kalau mau diidentifikasi, mungkin sudah lebih dari lima truk
peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan untuk menjamin hak atas
papan setiap individu, setiap keluarga di Indonesia,” ujar seorang pembicara.
Nyatanya, sampai tahun lalu masih ada kekurangan pasokan rumah.
Kebutuhan sebesar 800.000 unit per tahun, tetapi hanya bisa dipenuhi 200.000
unit. Alhasil, total kekurangan pasokan rumah (backlog) sudah 15 juta unit.
Luas permukiman kumuh di negeri ini 59.000 hektar dengan 7,5 juta rumah tidak
layak huni. ”Angka ini juga masih diperdebatkan karena pro kontra soal
definisi permukiman kumuh,” ujar peserta.
Pertanyaan yang muncul, mengapa pemerintah di negeri ini tidak bisa
melakukan tugasnya? Karena fungsi pengawasan dan kehadiran aktif negara
belakangan ini praktis minim jika tak mau mengatakan tidak ada. Padahal,
tahun 1970-an pemerintahan Orde Baru sudah menghadirkan Bank Tabungan Negara
dan Perumnas yang menghasilkan jutaan rumah.
Setelah era itu, pemerintah tak bisa berbuat banyak. Bahkan, pemerintah
juga tidak bisa menyelesaikan rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang
merupakan turunan dari UU Perumahan dan Permukiman. Padahal, RPP berkaitan
dengan penyelenggaraan rumah susun dan Badan Pelaksana Pembangunan Perumahan
penting untuk pelaksanaan di lapangan.
Pemerintah kini tak bertenaga untuk menyediakan papan. Tidak ada dana
yang bisa disiapkan untuk menyediakan tanah dan membangun perumahan bagi
rakyat. RUU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) layu sebelum berkembang karena
soal dana ini. ”Selama orientasinya anggaran, tak pernah bisa jalan,” ujar
peserta.
Butuh
aksi berani
Kendala penyediaan lahan dan dana sebenarnya bukan masalah besar selama
pemerintah lebih berani bertindak menerapkan peraturan dan UU yang ada.
Selama tugas penyediaan rumah ini diserahkan kepada mekanisme pasar, tak akan
pernah masyarakat bawah bisa memiliki rumah. Pemerintah dicap gagal dalam
penyediaan papan bagi rakyat.
Pengembang swasta misalnya harus menjalankan ketentuan 1-2-3, yakni
satu rumah mewah, dua rumah sederhana, dan tiga rumah sangat sederhana. Ada
juga tanah-tanah milik swasta yang belum dioptimalkan, bahkan ditelantarkan.
Kehadiran dan aksi pemerintah harus ada. ”Ini harapan kita kepada pemerintah
baru,” ujar peserta.
Pemerintah juga bisa menggunakan tanah wakaf atau tanah telantar milik
BUMN, pemerintah daerah, atau BUMD. Soal dana, bisa menggunakan dana pensiun
ataupun dana abadi haji misalnya. Semuanya bisa direkayasa demi memenuhi
tugas pemerintah menyediakan rumah hunian bagi warga.
Aksi berani tetapi dengan hasil menyenangkan semua pihak sudah
diperlihatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengembangkan Waduk Pluit
dan penyediaan permukiman bagi warga tergusur. Selain itu, pembenahan rumah
kumuh di Petogogan. Hal serupa dilakukan Pemerintah Kabupaten Tangerang,
Banten.
Pemerintah harus hadir dan berbuat bagi penyediaan papan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar