Selasa, 21 Oktober 2014

Orkestra Besar dengan Konduktor Baru

Orkestra Besar dengan Konduktor Baru       

A Tony Prasetiantono  ;   Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM
KOMPAS,  20 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


SETELAH berbulan-bulan digempur ”pertarungan” politik pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang melelahkan, akhirnya hari ini kita mendapatkan presiden dan pemerintahan baru yang memberi harapan. Setidaknya, harapan besar itu ditangkap majalah Time edisi pekan ini, yang memuat foto Joko Widodo sebagai gambar sampul. ”Joko Widodo may be the world’s most modest national leader,” tulis Time. Joko Widodo bisa jadi merupakan pemimpin dunia yang paling sederhana dan rendah hati.

Time menulis, bagaimana Jokowi duduk di kursi belakang kelas ekonomi nomor 42K maskapai penerbangan Garuda GA226 dari Jakarta menuju Solo. Ketika ditanya mengapa naik kelas ekonomi, Jokowi menjawab enteng, ”Tubuh saya kerempeng, tidak memerlukan ruang yang luas di kelas bisnis.” Jawaban yang mengejutkan sekaligus memperkuat kesimpulan mingguan terkemuka tersebut bahwa presiden baru Indonesia ini merakyat. Bahasa tubuhnya yang lugu rasanya sulit berbohong.

Lebih dari itu, hanya tiga hari menjelang pelantikan presiden, Jokowi mengunjungi Prabowo Subianto dalam suasana penuh keakraban dan kedamaian. Hasilnya, rupiah langsung menguat dari Rp 12.250 menjadi
Rp 12.100 per dollar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat dari 4.950 menjadi 5.028. Penguatan ini mengindikasikan faktor nonteknis ekonomi—berupa sentimen politik—telah berpengaruh besar terhadap pergerakan pasar finansial pada hari-hari menjelang pelantikan presiden.

Momentum membaiknya perekonomian Indonesia telah kembali terbuka setelah buntu akibat dominasi koalisi oposisi di parlemen. Rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo sudah terbuka. Namun, seberapa lama momentum ini berlanjut?

Saya menduga pelantikan Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden hari Senin (20/10) ini akan memberi kesempatan rupiah dan IHSG melanjutkan pergerakan. Rupiah bisa kembali di bawah Rp 12.000 dan IHSG akan mendaki ke level yang pernah dicapai sebelumnya, yakni 5.200. Namun, apakah ini akan berlanjut?

Dalam jangka pendek, ada dua momentum yang harus dipelihara Jokowi. Pertama, ia harus membentuk kabinet yang kredibel dengan menteri-menteri yang bereputasi tinggi. Kesalahan pemerintahan sebelumnya tidak boleh diulangi. Kesalahan tersebut berupa memberikan ruang terlalu lebar bagi para politisi untuk ”ikut mengabdi” menjadi menteri. Akibat menterinya kurang kompeten, terpaksa direkrut 17 wakil menteri. Para menteri seperti ”dipersilakan” sibuk mengurus partai, sementara para wakil menteri harus ”pasang badan” berjibaku mengurus hal-hal yang teknis dan operasional. Memang tidak semua seperti itu, tetapi sebagian besar.

Keputusan Jokowi untuk tidak lagi menghidupkan posisi wakil menteri merupakan langkah awal yang baik karena berarti dia benar-benar akan menunjuk orang yang berkompeten daripada sekadar ”politisi yang ingin mengabdi sebagai menteri”. Keputusan untuk tidak membeli mobil dinas baru juga merupakan pertanda awal yang baik bahwa kabinet baru akan diisi para menteri dengan etos kerja yang tinggi, tanpa pamrih material, sederhana, dan rendah hati. Ini bisa merebut simpati rakyat dan pasar.

Kedua, kinerja kabinet dalam 100 hari pertama akan dinilai publik. Mengapa? Karena 100 hari adalah periode yang cukup bagi publik untuk menilai apakah para menteri tersebut benar-benar cakap dan sesuai dengan ekspektasi. Berbeda dengan yang lain, saya tidak peduli soal pencapaian kinerja para menteri dalam 100 hari. Tidak begitu penting mengenai apa yang berhasil mereka capai dalam 100 hari. Kita perlu diyakinkan, apakah dalam 100 hari tersebut para menteri bisa menunjukkan dirinya mampu mengikuti irama kerja presiden, yakni mempunyai visi yang jelas di bidang penugasan masing-masing, cekatan, berani mengambil keputusan strategis, serta memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat.

Jika dalam 100 hari kita dapat menangkap gesture kepemimpinan yang kuat, kita boleh berharap akan bisa mengulangi apa yang terjadi di India. Perdana menteri baru Narendra Modi menjadi sosok yang mendapat kepercayaan pasar sehingga menyebabkan modal asing masuk cukup masif. Mata uang India menguat dari 64 rupee per dollar AS menjadi 60 rupee per dollar AS.

Saat Jokowi dilantik menjadi presiden, harga minyak dunia juga sedang turun ke level terendah sejak krisis 2007, yakni di bawah 85 dollar AS per barrel (dari sebelumnya di atas 100 dollar AS per barrel). Kendati harga minyak dunia kini turun, tidak berarti Jokowi terbebas dari tugas menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Bisa dipastikan, kebijakan subsidi BBM yang terlalu besar adalah konsep yang salah. Di Tiongkok, subsidi diberikan kepada penduduk miskin dalam bentuk transfer langsung, bukan subsidi kepada komoditas. Dengan transfer langsung, akan tercipta daya beli sehingga perekonomian tumbuh.

Saat ini ada 65 juta penduduk Indonesia yang daya belinya 1,25 dollar AS atau Rp 15.000 per hari. Mereka inilah yang dikategorikan miskin. Jika subsidi energi Rp 350 triliun sebagian diberikan kepada mereka, akan tercipta efek pengganda yang besar, yang memungkinkan perekonomian Indonesia tumbuh lebih dari 7 persen.

Banyak tugas yang harus dikerjakan Jokowi dan kabinetnya. Harapan terhadap era baru Indonesia dimulai hari ini. Tugas kita untuk membantu mendukungnya. Begitu pula bagi para politisi, ”drama” pemilihan presiden sudah usai, kini saatnya bahu-membahu untuk bekerja keras. Pertumbuhan ekonomi 5 persen hingga 6 persen tidaklah cukup bagi negara sebesar Indonesia. Kita harus mengejar pertumbuhan tinggi minimal 7 persen, atau semoga bisa 10 persen, seperti disarankan Profesor Gustav Papanek (Universitas Boston) bersama Raden Pardede dan Suahasil Nazara.

Untuk mencapai pertumbuhan tinggi, perlu kolektivitas dari kita semua, tidak bisa bekerja sendirian. Perekonomian Indonesia adalah sebuah orkestra besar dengan konduktor baru yang segar. Selamat bekerja keras Pak Jokowi, seperti biasanya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar