Kekuasaan
untuk Rakyat
( Wawancara )
Joko Widodo ; Presiden RI 2014-2019
|
KOMPAS,
20 Oktober 2014
HARI ini, Senin 20 Oktober 2014, pukul 10.00, Joko Widodo akan dilantik
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Presiden RI periode 2014-2019.
Kekuasaan, bagi sebagian orang, sering dianggap segala-galanya. Demi
memuaskan nafsu berkuasa, tak sedikit pula yang menghalalkan segala cara
memperebutkannya, lalu menyalahgunakannya. Bagaimana Joko Widodo memaknai
kekuasaan besar yang kini sudah ada dalam genggamannya itu?
Dalam bincang-bincang dengan redaksi Kompas, pekan lalu, Joko Widodo
yang lahir dari rakyat biasa itu ternyata mempunyai pandangan-pandangan
dengan perspektif yang berbeda dari politisi kebanyakan. Gayanya pun masih
apa adanya. Meski akan menjadi RI-1, tidak banyak yang berubah darinya.
Perangainya ramah dan hangat, bicaranya masih apa adanya, tak jauh beda
saat dia masih menjadi rakyat biasa, pengusaha kayu, menjadi Wali Kota
Surakarta selama dua periode, ataupun saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Kalaupun ada perubahan, hanya sedikit. Sekarang dia terkadang berpikir
sejenak sebelum berbicara.
Dia juga tidak ingin dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya,
Jokowi tetap ingin menjadi presiden dengan gayanya sendiri. ”Jokowi is
Jokowi,” ujarnya sambil tertawa lepas. Berikut petikan wawancara dengan
Jokowi, sapaan Joko Widodo.
Anda
pernah bercita-cita jadi presiden?
Cita-cita tidak, berpikir juga tidak. Saya ini dari keluarga biasa,
pengusaha kayu, dan saya studi teknologi kayu. Cita-cita saya, ya, ingin
menjadi pengusaha kayu dan memang itu terlaksana sampai mengekspor
produk-produk kayu. Menjadi Wali Kota Surakarta tidak bermimpi, Gubernur DKI
juga begitu, apalagi menjadi presiden, berpikir saja tidak, apalagi
bercita-cita.
Jadi,
cita-cita Anda diselewengkan oleh rakyat? (Jokowi pun spontan tertawa dan
berkelakar.)
Ini ”kecelakaan”. Dimulai dari Solo. Dari Solo ke Jakarta juga
sebenarnya tidak nyambung. Tetapi, bagaimana lagi, memang garisnya seperti
itu.
Anda
tidak merencanakan untuk meraih kekuasaan?
Wali kota tidak, gubernur juga tidak. Maka, saat saya mengatakan,
”tidak mikir, tidak mikir”, itu memang benar-benar tidak memikirkannya.
Banyak orang memang tidak percaya. Soalnya, secara logika atau kalkulasi
politik memang tidak masuk akal. Saya harus bicara apa adanya. Saya ini, kan,
bukan ketua umum partai. Saya menyadari hal itu.
Lalu,
kekuatan apa yang Anda miliki sehingga bisa terpilih menjadi wali kota,
gubernur, dan kini presiden? (Saat ditanya itu, Jokowi malah
tertawa dan balik bertanya.)
Apa, ya? Saya mau tanya balik. Menurut saya, mungkin membaca perubahan
yang ada di akar rumput. Hal ini yang tidak pernah dibaca. Wong kehendaknya
sudah lain, kok, dikirimi sesuatu yang sama terus. Sekarang ini, masyarakat
itu ingin dilibatkan, diberi peran, tidak hanya dilayani. Saat ini, dilayani
saja tidak, apalagi diberi peran dan dilibatkan. Harapan rakyat itu sudah
berubah dan untuk itu kita harus selalu berada di lapangan.
Bagaimana
Anda memaknai kekuasaan?
Kekuasaan itu untuk kemanfaatan, untuk masyarakat, untuk rakyat dan
bangsa. Karena itu, saya selalu mengatakan harus selalu dekat dengan rakyat,
selalu mendengar rakyat. Tujuannya agar kebijakan pemerintah itu bisa
bermanfaat untuk rakyat. Bagi orang lain, hal ini mungkin dianggap sebagai
hal biasa, tetapi bagi saya itu prinsip.
Dekat
dengan rakyat itu bukan pencitraan?
Sejak menjadi Wali Kota Solo, saya melakukan itu. Saya tidak ingin
dipagari. Malam hari saya keluar. Sekarang juga saya sudah mencoba, meski
dijaga Pasukan Pengamanan Presiden, saya tetap ke pasar karena memang merasa
perlu mendengar. Kalau setiap hari tidak bertemu rakyat, saya pastikan tidak
akan tersambung dengan rakyat. Jika ada yang menulis sebagai pencitraan,
terserah. Dibicarakan apa pun, terserah. Saya melihat ini sebagai kebutuhan
agar bisa terus tersambung dengan rakyat. Bagaimana mau sambung kalau dekat
saja tidak. Presiden itu harus mengerti persoalan makro dan mikro.
Bagaimana
Anda akan mendayagunakan rakyat?
Pemimpin yang benar itu pemimpin yang bisa mengorganisasi rakyat, bukan
hanya mengorganisasi birokrasi dan pemerintahan. Hal itu bisa dilakukan jika
ada kepercayaan dari rakyat. Jika tak dipercaya, akan sulit. Kepercayaan itu
yang harus dibangun.
Ajakan
Anda untuk masyarakat?
Pada masa awal-awal ini mungkin kita harus bersakit-sakit dahulu.
Manfaatnya mungkin baru terasa setelah tiga tahun. Kita tidak mungkin menjadi
negara besar tanpa mau melalui rintangan-rintangan besar. Kita harus bekerja
keras.
Apa yang
akan Anda wujudkan dalam waktu dekat untuk memenuhi harapan rakyat?
Apa yang sudah kita ucapkan harus kita lakukan. Kita mulai dari
memperhatikan keluhan-keluhan rakyat, contohnya sulit mengurus KTP,
perizinan, dan pelayanan rumah sakit. Keluhan-keluhan ini, yang bagi orang
lain mungkin dianggap sepele, harus bisa dibuktikan menjadi lebih mudah.
Sekarang ini banyak program dalam APBN dan APBD, tetapi tidak tersampaikan
langsung kepada rakyat.
Kita akan segera membagikan Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia
Sehat. Paling tidak, seminggu setelah pelantikan.
Program
yang akan ditonjolkan oleh pemerintahan Anda?
Sama seperti perusahaan atau korporasi, jika mau kompetitif, haruslah
fokus. Saya melihat kekuatan kita itu di sektor pangan meski kenyataannya
saat ini kita itu justru menjadi pengimpor. Hal ini menunjukkan ada miss
management.
Target saya, tiga tahun ke depan sudah swasembada beras, jagung, dan
gula. Setelah produksi melimpah, ada pengembangan industri hilir. Kita harus
siap. Arahnya harus fokus. Kita harus jelas mau menjadi negara seperti apa
dan potensi ini besar sekali.
Apakah
akan ada pembagian tugas dengan Jusuf Kalla?
Bukan pembagian tugas, tetapi pemberian tugas-tugas khusus. Sejumlah
tugas bisa didelegasikan kepada wapres. Pemberian tugas itu bisa sebanyak
banyaknya. Kenapa tidak? Wong masalahnya banyak. Kerja sama presiden dengan
wapres nanti lebih kurang sama seperti saat saya memimpin di Solo atau di DKI
Jakarta.
JK
dikenal dengan slogan ”lebih cepat, lebih baik”. Slogan Anda?
Jauh lebih cepat, jauh lebih baik. (Jokowi pun tertawa.)
Bagaimana
Anda akan mendesain kantor kepresidenan?
Kantor kepresidenan akan didesain agar benar-benar bisa memberi masukan
kepada presiden berdasarkan data yang lengkap, cepat, dan akurat sehingga
keputusan bisa diambil presiden lebih cepat dan tepat. Akan ada direktur
strategi, kebijakan, pengantaran, komunikasi, dan intelijen. Saya lihat di
banyak pemerintah juga menerapkan hal ini.
Bagaimana
dengan postur kabinet Anda?
Kementerian koordinator akan ada penajaman dan lebih kuat agar kekuatan
besarnya lebih terlihat. Setiap menteri juga akan ada target dan tanggung
jawabnya.
Untuk memastikan garis kebijakan dari pusat hingga daerah sama, mulai
dari kantor kepresidenan, menteri koordinator, para menteri, direktur
jenderal, hingga ke bawah, akan ada perintah yang jelas, panduan yang jelas,
dan target yang jelas.
Saya ingin semua kebijakan nanti implementatif, operasional. Kerjakan
ini, ini, ini.... Menurut saya, hal ini yang kedodoran sekarang ini.
Figur
menteri-menteri Anda?
Nanti silakan dilihat, sehari atau dua hari setelah pelantikan. Banyak
yang profesional, banyak pekerja. Mereka sudah bukan yang berteori lagi
karena perintahnya adalah bekerja.
Figur-figurnya
pro pasar?
Saya kira pro rakyat dan bisa dilihat hasilnya setelah mereka bekerja
1-2 tahun. Mereka ini pekerja, tak hanya duduk di kantor, tak hanya
konseptor. Rekam jejaknya sudah kita lihat, integritasnya kita lihat, kemampuan
manajerialnya pun kita lihat.
Melibatkan
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam seleksi?
Kami minta pendapat saja. Partai politik juga kita ajak bicara meskipun
pada akhirnya merupakan hak prerogatif presiden.
Apa yang
akan Anda lakukan agar anggota kabinet tidak KKN, seperti sebelum-sebelumnya?
Kami sudah berupaya memilih yang terbaik. Akan tetapi, kalau nanti
digoda terus dan tergoda, ya, bagaimana lagi? Apabila yang bersangkutan
mempunyai masalah sebelumnya, yang kita tidak ketahui, sulit juga bukan? Saya
bicara apa adanya. Rekam jejak sudah kita lihat, tetapi bisa juga ada
jejaknya yang tidak terekam. Akan tetapi, jika ada yang seperti itu, ya,
risiko, mohon maaf, langsung selesai. Saya tidak suka formalitas-formalitas,
seperti tanda tangan pakta integritas, tekan-teken sudahlah... (sambil
tertawa). Kamu tidak benar, ya tendang. Ya gitu saja. Manajemen, ya, seperti
itu. Tidak benar, ya, ganti. (Kali ini mimiknya tampak tegas.)
Bagaimana
Anda menghadapi wakil rakyat di DPR?
Hal itu masalah komunikasi saja. Masyarakat tidak usah terlalu
khawatir. Saat saya memimpin DKI Jakarta juga hanya didukung 18 persen kursi
di DPRD, tetapi nyatanya bisa berjalan.
Sekarang juga sudah mulai mencair. Lima sampai enam bulan nanti sudah
akan kelihatan. Sekarang ini saya hanya selalu mengajak semua untuk
berpolitik kenegarawanan, kebangsaan, kemanfaatan untuk bangsa, negara, dan
rakyat. Kalaupun memang diganjal, kami masih bisa juga menggunakan APBN lama.
Tetapi, masak, sih, seperti itu.
Siang ini, dalam acara kenegaraan yang digelar di Gedung MPR/DPR/DPD,
Joko Widodo akan bersumpah untuk memenuhi kewajiban sebagai presiden dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945,
dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya, serta berbakti kepada nusa dan bangsa. Mulai saat itu pula
Jokowi harus memegang teguh sumpahnya itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar