Menimbang
Pendidikan Indonesia
Komaruddin Hidayat ; Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 03 Oktober 2014
Pekan lalu Anindiya, alumnus SMU Madania Parung, Bogor, yang sudah dua
tahun berkuliah di Ritsumeikan APU, Jepang, sengaja datang ke kantor saya di
sela-sela liburannya ke Jakarta.
Dia datang untuk berbagi kegelisahan mengenai pendidikan Indonesia yang
menurutnya tertinggal dibanding negara-negara tetangga. Sebagai aktivis, Anin
banyak bergaul dan diskusi dengan sesama mahasiswa Asia. Yang membuatnya
gelisah, mahasiswa lain lebih siap menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).
Di Thailand misalnya sejak SMU anak-anak sudah mulai belajar bahasa dan peta
bumi Indonesia.
Mereka mulai dipersiapkan mengenal potensi ekonomi dan lapangan kerja
di Indonesia ketika nanti dibuka pasar bebas ASEAN yang memungkinkan tenaga
kerja asing bekerja dan bersaing dengan putra-putra di negara kita. Anin
sangat khawatir sarjana-sarjana Indonesia sulit bersaing dengan sarjana
Jepang, Korea, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura dan kualitas
pendidikan Indonesia tidak mengalami perbaikan serius dan segera.
Di Indonesia terdapat sekitar 3.500 perguruan tinggi negeri dan swasta,
lulusannya akan bersaing ketat memperebutkan lapangan kerja dengan lulusan
perguruan tinggi di ASEAN. Ini sebuah tantangan dan sekaligus mimpi buruk
mengingat sebagian perguruan tinggi kita sekadar memberikan ijazah, namun
miskin kompetensi. Sekarang ini diperkirakan setiap tahun terdapat satu juta
sarjana baru.
Dibanding Malaysia dan Singapura, angkatan kerja mereka terbanyak diisi
sarjana dan tamatan sekolah menengah kejuruan. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) Februari 2014, jumlah angkatan kerja Indonesia sebanyak
118,17 juta orang. Sungguh fantastis, suatu bonus demografi yang tidak
dimiliki bangsa Jepang, Korea, dan negara-negara tetangga. Namun, itu semua
akan berbalik menjadi beban jika ternyata miskin kompetensi dan kalah
bersaing dalam panggung MEA nanti.
Diberitakan, sedikitnya 600.000 lulusan perguruan tinggi menganggur
yang sekarang tengah berjuang mendapatkan lapangan kerja. Terdapat lima
fungsi utama yang mesti diperhatikan oleh lembaga pendidikan pada setiap
jenjang. Pertama , sebagai tempat pembentukan karakter. Lewat pendidikan
seseorang diharapkan mendapatkan lingkungan dan keteladanan yang baik agar
tumbuh menjadi pribadi yang terpuji.
Makanya sekolah disebut almamater, bagaikan sosok ibu kandung yang
membesarkan dan mendidik kita semua agar jadi anak yang mandiri dan
berkepribadian baik. Kedua, lembaga pendidikan adalah tempat transfer ilmu
pengetahuan dari para guru pada anak didiknya. Jika guru atau dosen tidak menguasai
dan menambah ilmu, lalu apa yang hendak ditransfer?
Tidak sebatas transfer, tetapi para guru dan dosen itu juga mengajari
bagaimana berburu ilmu pengetahuan atau riset (re-search), sebuah usaha tanpahenti, mencari dan kembali mencari,
untuk selalu memperluas cakrawala pengetahuan sehingga dunianya semakin luas
dan kaya. Menguasai metode menggali ilmu tidak kalah pentingnya dari sekadar
menerima ilmu. Seseorang yang kaya ilmu pasti akan banyak referensi dan
komparasi ketika membuat sebuah keputusan dalam hidupnya.
Ketiga, lembaga pendidikan adalah juga tempat untuk melatih peserta
didik mengembangkan keterampilan sosialnya. Keterampilan dan keluwesan
berkomunikasi dan bersosialisasi sangat penting bagi kehidupan seseorang.
Profesi apa pun, terlebih di zaman yang serbaterbuka dan kompetitif ini,
keterampilan berkomunikasi (communication
skill) sangat diperlukan. Tidak lagi zamannya berpikir ”diam itu emas”.
Keempat, lembaga pendidikan juga berperan memberikan skill pada
seseorang sehingga dengan keahlian yang dimiliki diharapkan akan bisa hidup
produktif dan mandiri agar hidupnya tidak menjadi beban orang lain.
Syukur-syukur bisa menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Kelima,
lembaga pendidikan hendaknya secara sadar membantu mengantarkan agar seseorang
tumbuh menjadi seorang pemimpin.
Sikap kepemimpinan (leadership)
akan diperlukan oleh siapa pun, minimal sekali kepemimpinan dalam rumah
tangga. Lebih dari itu, setiap posisi atau karier seseorang sesungguhnya
memerlukan kualitas kepemimpinan. Karena itu, menjadi sangat penting
pelajaran dan latihan kepemimpinan di sekolah dan perguruan tinggi.
Salah satu ciri seorang pemimpin adalah memiliki inisiatif, memiliki
kepekaan sosial, peduli pada nasib orang lain, memiliki rasa tanggung jawab,
dan berani ambil risiko atas keputusan yang diambilnya. Pelatihan
kepemimpinan ini semakin kurang memperoleh perhatian di sekolah. Keenam,
tidak kalah pentingnya dari semua itu, peran lembaga pendidikan adalah juga
mendidik anak agar tumbuh menjadi pejuang kehidupan.
Agar memiliki climber mentality.
Pendaki dan penakluk gunung kehidupan yang tak mudah menyerah ketika
menghadapi berbagai rintangan. Banyak anak-anak yang bermental quitter, mudah takluk ketika
dihadapkan problem. Demikianlah, sebagai orang tua kita pasti memiliki
harapan pada anak-anak kita agar tumbuh menjadi pribadi seperti yang saya
kemukakan di atas. Kewajiban pendidik itu sebagian diserahkan pada lembaga
pendidikan. Orang tua dan guru merupakan mitra coeducator bagi anak didik.
Dulu ada ungkapan: al-ummu
madrasatul ula. Sosok ibu adalah
sekolah pertama bagi anak-anaknya. Sekarang tidak bisa lagi diandalkan karena
banyak ibu yang juga aktif bekerja di luar, lalu peran pendidik diambil guru
di sekolah, oleh pembantu rumah tangga, dan TV. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar