MEA
2015 :
Tinggalkan
Zona Nyaman, Lakukan Inovasi
Handi Sapta Mukti ; Praktisi Manajemen & Teknologi Informasi
|
KORAN
SINDO, 30 September 2014
Zona perdagangan bebas (free trade
zone) untuk kawasan ASEAN akan segera diterapkan akhir 2015. Bagaimana
sejauh ini persiapan Indonesia? Apakah kita siap menghadapinya?
Zona perdagangan bebas (free
trade zone/FTZ) adalah kawasan di mana setiap barang dapat dikirimkan,
dikelola, diproduksi, atau direkonstruksi, dan bahkan diekspor kembali tanpa
ada intervensi dari otoritas kepabeanan setempat. Beberapa contoh negara atau
kota yang telah menerapkan kebijakan ini misalnya Singapura, Hong Kong,
Panama, Kopenhagen, Stockholm, Gdansk, Los Angeles, dan New York.
Di Indonesia kita sudah mengenal Batam sebagai salah satu wilayah
perdagangan bebas. Dengan telah sepakatnya pemimpin negara-negara ASEAN untuk
membentuk ASEAN Economy Community
(AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), wilayah ASEAN menjadi kawasan
perdagangan bebas dan menjadi satu kawasan ekonomi yang tidak mengenal batas
wilayah negara anggotanya.
Dengan kebijakan ini, setiap negara harus siap menerima konsekuensi
atas kebijakan tersebut. Setiap industri dari setiap negara di kawasan akan
diberi kebebasan untuk masuk ke semua negara dan melakukan aktivitas ekonomi
tanpa ada intervensi dari otoritas kepabeanan setempat. Dengan berlaku
kebijakan ini, secara otomatis tidak ada lagi batas-batas antarnegara dalam
konteks perdagangan barang, jasa, dan produksi.
Kawasan ini akan menjadi satu kawasan yang terbuka dalam melakukan
aktivitas perekonomian. Tidak hanya sektor industri dan perdagangan, sektor
tenaga kerja pun akan menjadi sangat terbuka sehingga para pekerja
profesional Indonesia akan berkompetisi dengan para pekerja profesional asing
yang akan semakin banyak masuk membanjiri bursa tenaga kerja profesional di
Indonesia.
Anda bisa bayangkan pada suatu saat nanti Anda melamar pekerjaan untuk
satu posisi di perusahaan Indonesia bersaing dengan pelamar-pelamar dari
Singapura, Malaysia, dan negara lain. Sudah siapkah kita menghadapi situasi
seperti itu?
Turbulensi
Ekonomi
Manfaat dari terbentuk MEA sudah tentu sangat besar salah satunya
terbentuk kekuatan ekonomi baru di wilayah Asia yang dapat menyaingi kekuatan
ekonomi China dan Korea Selatan. Ini tentu dipicu dengan pertumbuhan dan daya
saing MEA yang meningkat yang akan meningkatkan posisi tawar MEA terhadap
kekuatan-kekuatan ekonomi lain di Asia maupun di luar Asia.
Potensi kekuatan ekonomi MEA di antaranya kekuatan pasar di mana ada
sekitar setengah miliar penduduk tinggal di wilayah ini, sumber daya alam,
dan tenaga kerja terdidik yang murah. MEA bisa membuat aturan dan kebijakan
ekonomi bagi kawasan terhadap negara-negara lain yang berkepentingan dengan
aktivitas ekonomi di kawasan MEA.
Namun, di balik manfaat besar tersebut, ternyata tersimpan kekhawatiran
di kalangan negara-negara anggota MEA itu sendiri. Kekhawatiran tersebut
terutama terhadap kemungkinan terjadi turbulensi ekonomi yang mengancam,
mengapa? Karena chemistry atau
sistem ekonomi MEA belum terbentuk secara utuh dan saat ini masih
tersekat-sekat dalam bingkai negara masing-masing.
Begitu sekat itu dibuka akan terjadilah perpaduan berbagai sistem,
aturan, dan standar yang sudah tentu berbeda antara satu negara dan lain. Di sinilah
potensi terjadi turbulensi ekonomi di dalam MEA tersebut muncul.
Sistem perekonomian MEA akan mengalami pergolakan untuk mencapai suatu
kesetimbangan baru yang bernama sistem perekonomian MEA. Lihat saja
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang sudah lama terbentuk, hingga saat ini pun
masih sering mengalami konflik dalam menetapkan kebijakan-kebijakan
ekonominya.
Inovasi
atau Mati
Lalu apa yang mesti kita lakukan dalam waktu yang tidak lama lagi ini?
Ancang-ancang memang telah lama dilakukan oleh pemerintah di antaranya
melalui program percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, reformasi birokrasi
dan perpajakan, perbaikan dan pembangunan infrastruktur, mempersiapkan tenaga
kerja siap pakai dan terdidik melalui sekolah-sekolah kejuruan (SMK), mengembangkan
ekonomi kreatif dan kewirausahaan dan sebagainya.
Bagaimana hasilnya? Belum terlihat nyata. Tengok saja, sistem
infrastruktur terutama untuk mendukung transportasi dan distribusi masih
sangat terbatas. Tenaga kerja kita walaupun melimpah masih tergolong mahal,
di mana Indonesia menempati urutan termahal ketiga setelah Singapura dan
Malaysia. Jika demikian keadaannya, bagaimana kita mampu bersaing? Kita akan
mampu bersaing jika kita mampu memproduksi barang atau jasa dengan kualitas
lebih baik, harga yang lebih murah, dan waktu pengiriman yang lebih singkat.
Dengan fakta-fakta yang saya sebutkan diatas dan kita lihat dan rasakan
sendiri saat ini, apakah mungkin? Pertanyaan yang sangat mudah dijawab bukan?
Tidak ada jalan lain bagi kita selain bangun dan segera ambil langkah konkret
untuk bertahan hidup dengan kata lain kita harus segera keluar dari zona
nyaman dan lakukan sesuatu. Sesuatu dalam arti kreatif atau inovasi.
Inovasi atau mati! Jangan lagi kita berpikir bahwa semua akan baik-baik
saja karena kita memiliki segalanya untuk bertahan, sumber daya alam, pasar,
dan tenaga kerja. Percaya diri dan optimisme boleh-boleh saja, tetapi jangan
sampai membuat kita terbuai dan menghalangi kita untuk melakukan perubahan
dan terobosan baru. Kita mungkin berpikir bahwa kita sudah berusaha, sibuk,
dan lelah.
Tetapi, tanpa disadari kita sedang terperangkap pada lingkaran sistem
yang salah dan tidak bergerak ke mana-mana. Sementara orang di sekitar kita
sudah bergerak entah ke mana jauh meninggalkan kita. Inovasi tidak terfokus
secara khusus pada penciptaan atau penggunaan teknologi baru yang hebat,
tetapi mengembangkan model bisnis baru, strategi, dan sistem yang baru juga
sama pentingnya, bahkan kadang-kadang lebih penting (Davila: 2006).
Bagi pemerintah memperbaiki sistem birokrasi dan memangkas proses
adalah inovasi. Membuat sistem pengaturan lalu lintas di jalan dan pelabuhan
yang dapat mengurangi kemacetan dan antrean adalah inovasi. Bagi pengusaha,
membuat sistem yang efisien untuk meningkatkan kualitas produk dengan harga
lebih murah adalah inovasi.
Bagi karyawan, meningkatkan waktu kerja produktif dari empat jam sehari
menjadi enam jam sehari adalah inovasi! Inovasi adalah melakukan kreativitas,
perubahan, terobosan (breakthrough)
yangmemberikan nilai tambah. Jadi, tunggu apa lagi, keluarlah dari zona
nyaman, lakukan inovasi!
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar