Koalisi
Merah Putih vs Indonesia Hebat
Saifullah Yusuf ; Wakil Gubernur Jawa Timur
|
JAWA
POS, 06 Oktober 2014
TERPILIHNYA
paket pimpinan DPR periode 2014–2019 –Setya Novanto, Fadli Zon, Agus
Hermanto, Taufik Kurniawan, dan Fahri Hamzah–hanya salah satu di antara
sekian rentetan kemenangan yang diperoleh Koalisi Merah Putih (KMP). Koalisi
tersebut terdiri atas Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan PBB
yang nonparlemen. Partai-partai itulah yang mengusung pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa pada pilpres lalu.
Ketika
gugatannya dimentahkan Mahkamah Konstitusi, koalisi itu tetap menunjukkan
keteguhannya. KMP tidak meleleh. Kohesivitas mereka berlanjut. Saat pasangan
Jokowi-JK disibukkan tarik-menarik isu pembuatan bangun dan pengisian format
kabinet, KMP secara signifikan memetik buah soliditasnya. Setelah mengubah UU
MD3, KMP ’’sukses’’ mengembalikan pilkada langsung ke DPRD dan menyapu bersih
semua kursi pimpinan DPR periode 2014–2019.
Sejak
bergulirnya roda reformasi, inilah kali pertama pendulum politik mengelompok
kepada dua arus besar, yang kekuatannya nyaris berimbang. Pertama, Koalisi
Indonesia Hebat yang terdiri atas PDI Perjuangan, PKB, Partai NasDem, Partai
Hanura, dan PKPI yang nonparlemen. Dengan segala dinamikanya, Joko Widodo-H
M. Jusuf Kalla yang mereka usung, memenangi Pilpres 2014. Dalam lima tahun ke
depan, Indonesia Hebat akan menguasai eksekutif dan KMP di legislatif.
Konon,
negara besar seperti Amerika Serikat juga dikuasai dua partai politik besar.
Partai Republik dan Partai Demokrat. Selain dua partai tersebut, masih ada
beberapa partai kecil. Tapi, secara kepentingan dan agregasi politik, mereka
berafiliasi ke salah satu partai; kalau tidak ke Republik, ya ke Demokrat.
Situasi tersebut berlangsung berabad-abad sehingga tercipta pengarusutamaan
partai politik. Untuk dua periode belakangan, Demokrat menguasai eksekutif
dan Republik di Senat.
Penting Disyukuri
Negara-negara
besar lain, misalnya Inggris, Prancis, Italia, Belanda, Spanyol, Jerman,
Jepang, Korea Selatan, dan Australia, juga telah mengalami transisi masif
sebelum akhirnya hanya punya ’’dua’’ partai arus utama. Jika demokrasi kita
jadikan kiblat berpolitik, kita berada di jalan yang benar. Itulah yang patut
kita syukuri. Meski tidak persis dengan Republik-Demokrat, Buruh-Konservatif,
dan Liberal-Buruh, kita sudah punya dua arus utama. Koalisi Indonesia Hebat
dan Koalisi Merah Putih.
Kemampuan
bersatu dalam dua arus besar dengan sendirinya akan memudahkan Indonesia
mengurai masalah-masalah yang dihadapi pada masa depan. Sebab, menjamurnya
partai politik di awal-awal Orde Reformasi disadari telah mengakibatkan
kehidupan politik terlalu ingar-bingar. Lalu, muncul wacana seputar
pentingnya penyederhanaan jumlah partai politik. Tentu saja hal itu mendapat
perlawanan keras, terutama dari partai-partai kecil. Tapi, setelah beberapa
tahun berkutat dengan mekanisme ambang batas, akhirnya kita sampai pada
situasi saat ini.
Keadaan
ini sangat penting untuk dapat dikelola dengan benar dan bijak agar tidak
menimbulkan ekses politik yang negatif. Semua orang tidak menginginkan aura
politik kekuasaan Orde Baru muncul lagi. Kita tidak ingin sistem pemerintahan
yang executive heavy sehingga mengakibatkan dewan tidak berdaya. Sebagaimana
kita juga tidak menginginkan lahirnya pemerintahan yang legislative heavy
sehingga nyaris semua kebijakan dan program kerja pemerintah tersandera di
tingkat dewan.
Sejumlah
pihak mengkhawatirkan perkembangan terkini. Bak bola salju yang terus
membesar, kekuatan KMP bergerak secara signifikan. Setelah kepemimpinan dewan
ada di tangan, mereka ditengarai mengincar semua kursi pimpinan hingga ke
tingkat paling teknis, misalnya ketua komisi. Jumlah penguasaan kursi dewan
oleh dua kekuatan tidak berimbang. Bisa jadi pemerintahan Jokowi-JK akan
mengalami persoalan. Kedua kekuatan itu disarankan untuk duduk bersama.
Kalau
tidak, ada semacam kecemasan; rakyat yang akan menjadi korban dari sebuah
’’kompetisi’’ tiada ujung itu. Tentu saja, para pemimpin bertanggung jawab
untuk memberikan kepastian kepada rakyat bahwa lahirnya dua arus utama
kekuatan politik adalah sesuatu yang niscaya. Kelahiran dua arus utama itu
harus menjadi berkah untuk semua dan bukan malah sebaliknya, membuat kerumitan
baru dalam tata kelola pemerintahan kita. Dua-duanya harus dirawat agar tidak
bergerak secara eksesif.
Bayang-Bayang Shutdown
Menurut
saya, kerumitan semacam itu pernah beberapa kali menerjang negara besar
seperti Amerika Serikat. Pada bulan yang sama dengan hari pelantikan DPR dan
DPD tahun lalu, tepatnya 1 Oktober 2013, pemerintah Amerika Serikat
mengumumkan penutupan sementara alias shutdown kantor-kantor pemerintah
setelah House of Representatives
tidak kunjung menuntaskan penyusunan anggaran tahun fiskal 2014. Tenggatnya
dimulai pada 1 Oktober itu.
Diakui
Presiden AS Barack Obama, situasi itu muncul akibat ’’perang politik’’ antara
dirinya dan dewan. Shutdown tersebut telah mengaibatkan setidaknya 800 ribu
pegawai negeri di lingkungan kantor pemerintah, sipil, maupun militer
dirumahkan (bukan dipecat) hingga kegiatan pemerintahan dibuka kembali. Tentu
saja, kondisi shutdown tidak berarti negara bubar. Shutdown hanya membuat
kantor-kantor pemerintahan ditutup dan para karyawannya tidak menerima gaji.
Penting
dicatat, United States Shutdown merupakan ujung dari perseteruan politik
antara Obama, yang merupakan kader Partai Demokrat dan House of
Representatives, yang dipimpin oleh Partai Republik. Anehnya, itu bukan yang
pertama terjadi. Perseteruan di antara keduanya berlangsung sejak awal bangsa
Paman Sam mendirikan negara itu, pada 1700-an. Hanya karena kedewasaan
berpolitiklah yang membuat mereka selalu bisa melewati situasi genting
semacam itu.
Saya
meyakini sekaligus berharap, koalisi partai politik yang segera menguasai
eksekutif dan kelompok yang akan merajai legislatif dapat meletakkan
kesadaran akan pentingnya masa depan Indonesia yang lebih sejahtera,
demokratis, dan berkeadilan di atas segala kepentingan. Berpolitik dengan
baik itu penting, tetapi bernegara dengan benar juga penting. Maka, biarkan
Koalisi Indonesia Hebat menjalankan kebijakan dan programnya dan berilah
kesempatan Koalisi Merah Putih menjalankan fungsinya sebagai penyeimbang.
Setelah pilpres digelar, kini saatnya kita bersyukur. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar