Kereta
Api
Iwel Sastra ; Komedian
|
KORAN
TEMPO, 30 September 2014
Sambil sarapan, seorang profesor ahli kereta api berbincang santai
dengan seorang profesor ahli pesawat terbang. Perbincangan tersebut mengarah
pada perdebatan, karena profesor ahli kereta api berpendapat suatu saat
kecepatan kereta api bisa mengalahkan kecepatan pesawat terbang.
Profesor ahli pesawat terbang mengatakan, sampai kapan pun kecepatan
pesawat terbang tak akan bisa ditandingi oleh kereta api. Lalu dia menanyakan
apa alasan koleganya itu sehingga begitu yakin kecepatan kereta api bisa
mengalahkan kecepatan pesawat terbang. Dengan santai, profesor ahli kereta
api menjawab, "Saya akui sekarang pesawat terbang lebih cepat karena
kereta api baru bisa merangkak. Saya yakin, kalau nanti kereta api sudah bisa
berdiri dan berlari, pasti lebih cepat daripada pesawat."
Anekdot di atas menggambarkan, pada zaman serba sibuk seperti sekarang
ini, salah satu alasan orang memilih suatu jenis transportasi adalah karena
kecepatannya. Di kota besar seperti Jakarta, banyak orang beralih naik kereta
api karena, selain memiliki cepat, juga terhindar dari kemacetan. Sewaktu
SMA, saya punya teman yang tinggal dekat rel kereta api. Setiap hari, suara
kereta api yang bising terdengar sangat kencang di rumahnya. Ini juga yang
membuat dia jadi terbawa berbicara dengan volume kencang di sekolah. Kepada
teman ini, saya pernah mengusulkan supaya kereta api yang lewat dekat
rumahnya itu tidak ngebut, dan sebaiknya diberi polisi tidur atau tulisan
"pelan-pelan banyak anak-anak".
Dalam bahasa Inggris, kereta api disebut train. Di Indonesia disebut
kereta api karena teknologi awal yang menggerakkan kereta api adalah ketel
uap yang dipanaskan dengan api. Meskipun sekarang teknologinya sudah berubah,
nama kereta api masih melekat dan setiap 28 September diperingati sebagai
Hari Kereta Api. Saking melekatnya penyebutan nama kereta api, lagu anak-anak
yang berjudul Naik Kereta Api hingga sekarang belum ada yang berani merevisi
menjadi naik kereta rel listrik atau naik Commuter Line.
Belasan tahun lalu, saat masih kuliah di Universitas Indonesia kampus
Depok, saya terpaksa menjadi pelanggan setia kereta api. Saya memilih naik
kereta supaya bisa sampai di kampus tepat waktu. Kenyataannya, saya sering
terlambat masuk kuliah karena terlalu lama menunggu kereta yang datang
terlambat. Begitu datang, keadaan kereta sangat penuh sesak. Penumpang harus
punya strategi masing-masing supaya bisa dapat tempat untuk berdiri. Strategi
saya mendapatkan tempat untuk berdiri adalah dengan menggunakan jurus bangau,
yaitu berdiri dengan satu kaki. Selain di dalam gerbong, banyak penumpang
yang duduk di atas gerbong. Biasanya yang memilih duduk di atas gerbong
adalah penumpang berusia muda. Sepertinya mereka salah memaknai istilah "young on top".
Permasalahan kereta api dari dulu hingga sekarang masih berputar di
tempat yang sama, yaitu kurangnya angkutan dan gangguan sinyal. Kedua hal ini
menjadi faktor utama keterlambatan kereta. Perawatan kereta api dan
fasilitasnya harus selalu mendapat perhatian serius. Jangan sampai ada kereta
api yang mogok di jalan. Bus mogok di jalan, penumpang biasanya turun
membantu kondektur mendorong bus. Kalau kereta api mogok di jalan, penumpang
bingung. Bagaimana cara mendorongnya? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar