Minggu, 19 Oktober 2014

“Copy Paste”

                                                           “Copy Paste”

Samuel Mulia  ;   Penulis Mode dan Gaya Hidup, Penulis Kolom “Parodi” di Kompas
KOMPAS,  12 Oktober 2014

                                                                                                                       


SAYA sedang membaca salah satu posting teman saya di sebuah media sosial berupa kutipan dengan foto dirinya yang sedang mengikuti lomba Aquathlon. Kutipan itu berbunyi begini. ”I hated every minute of training, but I said, don’t quit. Suffer now and live the rest of your life as a champion.”

Pepesan kosong

Kutipan itu adalah ucapan dari petinju legendaris Muhammad Ali, yang menurut asumsi saya ditujukan untuk menyemangati teman saya itu yang sedang berjuang dalam sebuah pertandingan, dan juga orang lain yang membacanya.

Setelah membaca kutipan itu, saya terpancing untuk memberi komentar. Namun saya urungkan niat itu, takut ia tersinggung, meski awalnya saya bermaksud mengatakan bahwa kutipan itu luar biasa maknanya, tetapi harus disadari kalau ia itu bukan Muhammad Ali.

Nyaris setiap hari saya membaca kutipan yang menyemangati, yang membakar, yang bijak. Kadang beberapa orang mengirimkan ke akun media sosial saya tanpa diminta, karena saya yakin mereka berpikir bahwa sesuatu yang positif, tak ada salahnya dibagikan.

Dulu saya mengaminkan semua kutipan-kutipan itu, karena sejujurnya tak ada yang keliru dari semua itu. Termasuk kutipan di atas. Kemudian dengan berjalannya waktu, saya menjadi lebih dewasa, saya mengalami banyak gejolak kehidupan. Dan kutipan itu kadang hanya seperti pepesan kosong yang tak bermakna buat saya dan hanya terasa seperti sebuah susunan kalimat yang indah.

Pepesan kosong itu lebih kepada hasilnya yang saya alami tak seperti apa yang dituliskan dalam kutipan itu. Kutipan di atas menyarankan untuk tidak menyerah, tetapi kenyataannya saya menyerah dalam sebuah perlombaan kehidupan.

Menyerah karena saya tak bisa tahan dalam latihan karena saya tidak sesehat sang petinju legendaris, saya tak punya kekuatan mental yang sama, kepandaian yang sama. Dan ketika saya menyerah, ada kutipan lain yang mengatakan menyerah itu berarti kalah.

Kalau sudah begitu ingin rasanya agar si pembuat kutipan itu memiliki perjalanan kehidupan yang seperti saya, yang lemah di sana dan di sini. Sehingga ia mengerti bahwa menyerah itu tak selalu berarti kalah.

Ia bisa mengerti bahwa kalimat indah itu ternyata dapat menimbulkan kejengkelan yang sangat buat orang lain yang memiliki kondisi yang berbeda. Kutipan yang mirip sebuah janji yang susah dipertanggungjawabkan. Bagaimana kalau pada akhirnya saya tak bisa hidup sebagai seorang champion? Bisakah saya protes kepada sang petinju?

Kacamata yang tepat

Kamu bisa. Ucapan itu sering saya dengar. Kemudian saya berpikir bagaimana saya bisa kalau orang lain bisa? La wong IQ, EQ, dan SQ saya dan mereka berbeda. Perjalanan hidup saya berbeda, nilai yang saya pahami dan dapati berbeda.

Maka sering kali saya tak terelakkan untuk menjadi kecewa. Kutipan-kutipan yang positif itu mengajarkan saya menyemangati hidup dengan semangat dan kekuatan orang lain. Itu sungguh sebuah kekeliruan.

Bukankah seharusnya saya ini belajar dan melatih untuk menyemangati hidup dengan kekuatan saya sendiri, melatih melihat kemampuan sendiri, menghargai apa yang saya miliki, bahkan sebuah kebodohan sekalipun. Saya keseringan berkhayal menjadi seperti orang lain, dan terjerat karenanya.

Kutipan sering kali lahir dari pengalaman hidup seseorang. Dari pengalaman hidup itu lahirlah sebuah pembelajaran yang memberikan pencerahan. Kemudian pencerahan itu dibagikan kepada orang lain.

Padahal saya mengamati, pencerahan yang dibagikan kadang sama sekali tak ada efeknya buat orang lain, karena mereka tak mengalami peristiwa yang sama. Itu persis seperti ketika saya usai melakukan transplantasi ginjal. Saya menasihati bahwa orang itu harus berhati-hati dalam mengonsumi asupannya, mengingatkan mereka untuk memelihara kesehatannya dengan baik.

Kenyataannya? Manusia yang saya nasihati, tak peduli sama sekali. Karena mereka memiliki ginjal utuh, saya lahir dengan ginjal yang eror. Dalam usia yang sama, mereka makan segalanya, saya yang harus berhati-hati.

Yang KO saya, mereka yang menjadi champion tanpa memiliki kolesterol yang tinggi, tanpa tekanan darah yang tinggi, tanpa ada kreatinin dan ureum yang tinggi. Mereka makan garam tanpa masalah, saya makan sedikit saja kepala langsung cenut-cenut.

Oleh karenanya ketika saya menasihati, mereka seperti mendengar orang yang hidupnya sial sekali. Maka melihat mereka tidak peduli, saya angkat topi. Mereka begitu kuatnya memercayai dan menghargai diri mereka sendiri.

Saya ini senangnya memiliki hidup dengan prinsip copy paste. Sementara mereka berani untuk tidak melakukan eksekusi itu. Saya ini suka lupa kalau saya ini bukan Muhammad Ali. Mereka selalu mengingatkan diri mereka bahwa mereka itu bukan orang lain.

Saya terbiasa melihat hidup saya dengan menggunakan kacamata orang lain, mereka membiasakan melihat hidup dengan kacamata mereka sendiri. Saya menjadi sering kecewa karenanya, Mereka terbiasa merasa bahagia dengan keadaan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar