Kritik
untuk Para Advokat
Asmar
Oemar Saleh ; Advokat
|
TEMPO.CO,
31 Mei 2014
Belakangan
ini citra profesi advokat babak belur di mata publik. Ulah sejumlah advokat
yang menghalalkan segala cara dalam membela klien membuat wibawa profesi ini
terpuruk. Sebagian dari mereka terlibat dalam mafia hukum, dari merekayasa
kasus hingga menyogok hakim. Akibatnya, para advokat dianggap turut
bertanggung jawab terhadap bobroknya lembaga peradilan.
Karakter
utama dalam film Devil's Advocate (1997) besutan sutradara Taylor Hackford
bisa memberikan potret jelas kondisi para advokat kita kini. Sejumlah advokat
muda berperilaku seperti pengacara Kevin Lomax, yang menjadikan popularitas
dan reputasi di atas segalanya hingga mengabaikan kebenaran. Tujuan utamanya
adalah bekerja di sebuah firma besar di New York yang memberinya segala
kenikmatan materi. Sedangkan para advokat senior berperilaku seperti bos
Lomax, John Milton, yang angkuh, permisif, suka pamer kekayaan, dan tak
peduli pada nilai-nilai kebenaran.
Kode
Etik Advokat Indonesia menyebutkan beberapa kepribadian advokat Indonesia,
yakni jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran, bermoral tinggi,
serta menjunjung tinggi hukum. Profesi advokat memang berada di antara dua
jurang: lembah kebenaran-dan kejujuran-di sisi kanannya dan lembah
kejahatan-dan kebohongan-di sisi kiri.
Karena
itu, akan selalu ada dua jenis advokat. Pertama, advokat yang berkarier
menurut fungsi sejatinya sebagai pembela hak-hak seorang terdakwa dan patuh
pada Kode Etik Advokat. Advokat jenis ini melakukan tugasnya tidak bertujuan
semata-mata untuk memperoleh imbalan materi, tapi lebih mengutamakan tegaknya
hukum, kebenaran, dan keadilan.
Kedua,
advokat yang membela klien tanpa peduli yang ia bela benar atau salah.
Advokat jenis ini bukan menjadikan profesi advokat untuk mengungkap
kebenaran. Tujuan utama mereka adalah kemenangan, ketenaran, dan uang. Lebih
tragis lagi, dalam memperjuangkan kepentingan klien, mereka tak segan-segan
menabrak norma-norma hukum dan moral masyarakat serta mengabaikan kode etik
profesi.
Sejarah
punya sejumlah contoh advokat yang teguh pada keadilan, setia pada kebenaran,
dan menjunjung tinggi idealisme sebagai advokat. Di Indonesia, nama Yap Thiam
Hien (1913-1989)-yang dikenal sebagai Singa Pengadilan-layak disebut. Ia
mengabdikan hidupnya demi hukum dan keadilan. Namanya diabadikan untuk sebuah
penghargaan bagi penegakan hak asasi manusia: Yap Thiam Hien Award.
Yap
gigih memperjuangkan hak-hak kaum terpinggirkan dan minoritas, tanpa pernah
pilih-pilih. Ia tak takut berhadapan dengan penguasa, meski risikonya adalah
penjara. Sejumlah kasus yang membahayakan dirinya justru dibelanya dengan
berani. Yap pernah membela pedagang Pasar Senen yang tergusur. Yap, yang
antikomunis, justru membela para tersangka G-30-S, seperti Oei Tjoe Tat dan
Soebandrio. Yap membela para aktivis yang terlibat dalam Peristiwa Malari
1974 (berhadapan dengan kekuasaan yang otoriter dan menyebabkannya ditahan
tanpa proses peradilan). Ia juga membela para tersangka peristiwa Tanjung
Priok pada 1984.
Adnan
Buyung Nasution (lahir 1934) adalah contoh lain advokat yang juga dikenal
sebagai aktivis yang kritis, idealis, sekaligus pejuang gigih demokrasi.
Keterpanggilannya untuk membantu mereka yang buta hukum dan tidak mampu
membayar pengacara mendorongnya mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Jakarta.
Sejumlah
contoh di atas bisa menjadi inspirasi untuk mengembalikan semangat para
advokat pada cita-cita mulianya: menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan.
Sebagai salah satu elemen dalam penegakan hukum, para advokat berperan
penting memperantarai kepentingan hukum masyarakat berhadapan dengan negara.
Karena itu, advokat yang bersih dan berintegritas tinggi akan berkorelasi
positif dengan tegaknya hukum di negeri ini. Undang-Undang Advokat Nomor 18
Tahun 2003 menegaskan bahwa peradilan yang jujur, adil, dan berkepastian hukum
"memerlukan profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung
jawab".
Selain
pada polisi, jaksa, dan hakim, tanggung jawab penegakan hukum dan reformasi
hukum di Indonesia berada pada pundak para advokat. Masyarakat mengharapkan
idealisme advokat yang termaktub dalam UU Advokat, kode etik, dan sumpah
advokat dapat mewujud nyata dalam sikap dan perilaku para advokat Indonesia.
Soalnya, dengan kembali pada fungsi hakiki profesi advokat inilah citra
negatif advokat sebagai pembela penjahat dan perusak wajah hukum bisa
dihilangkan.
Jika
sebagian besar advokat telah berpegang teguh pada cita-cita utama menegakkan
hukum dan keadilan, bisalah kita menyebut profesi advokat sebagai officium
nobile, profesi yang mulia dan terhormat. Banyak pemimpin dunia yang lahir
dari profesi ini, seperti Lee Kuan Yew (Singapura), Tonny Blair (Inggris),
Bill Clinton, Barack Obama, dan beberapa presiden Amerika lainnya. Kita juga
berharap munculnya pemimpin-pemimpin baru di negeri ini yang berasal dari
profesi advokat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar