Selasa, 18 Juni 2013

Sri Mulyani, Tertipu atau Terlibat?

Sri Mulyani, Tertipu atau Terlibat?
Bambang Soesatyo  ;   Inisiator Hak Angket Kasus Century,
Anggota Timwas Century DPR
KORAN SINDO, 18 Juni 2013


Sejak awal kasus Bank Century mengemuka, nama Sri Mulyani Indrawati (SMI) sudah kerap disebutsebut. Sri Mulyani kala itu menjabat menteri keuangan sekaligus ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 

Yang terakhir disebut itu nama sebuah lembaga yang dibentuk atas dasar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Jadi, KSSK dibentuk untuk mencapai tujuan JPSK. Ceritanya, Perppu JPSK disiapkan sebagai antisipasi kalau krisis subprime mortgage dari Amerika Serikat waktu itu menjalar ke Indonesia. Tapi, KSSK ini agak aneh. Isinya cuma dua orang: menteri keuangan sebagai ketua dan gubernur BI sebagai anggota. 

Sepanjang usianya tindakan KSSK yang paling fenomenal hanya satu: memberi bailout bagi Bank Century. Seakan-akan KSSK ini memang hanya dibentuk untuk tujuan itu. Sebagai ketua KSSK, Sri Mulyani mengambil keputusan penyelamatan Bank Century pada 21 November 2008 dalam sebuah rapat menentukan di Departemen Keuangan. Rapat berlangsung sejak Kamis malam pukul 23.00 WIB hingga Jumat pagi pukul 06.00 WIB. Jika mengacu kronologi dalam audit BPK, rapat konsultasi KSSK pada 20 November dimulai dengan rapat konsultasi KSSK pada pukul 23.00 WIB. 

Rapat konsultasi diawali dengan presentasi BI yang menguraikan Bank Century sebagai bank gagal dan analisis dampak sistemik. Setelah rapat konsultasi dilanjutkan dengan rapat KSSK pada 21 November 2008 pukul 04.25-06.00. Rapat dihadiri oleh Menkeu Sri Mulyani, Gubernur BI Boediono, dan Sekretaris KSSK Raden Pardede yang memutuskan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan menetapkan penanganan Bank Century kepada LPS. Begitulah Perppu 4/2008 menjadi landasan hukum bagi keputusan KSSK dalam membailout Bank Century. 

Presiden melansir perppu ini pada medio Oktober 2008. Namun, dalam paripurna DPR, 18 Desember 2008, perppu ini ditolak DPR. Anehnya, pemerintah menyatakan perppu itu masih berlaku hingga rapat paripurna DPR pada 29 September 2009, ketika paripurna menyatakan menolak RUU JPSK. Padahal, konstitusi menyatakan, peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, perppu itu dianggap batal. 

Berdasarkan notulen rapat konsultasi di KSSK pada 21 November 2008, para pejabat BI bersikeras menyatakan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik— yang artinya perlu ditolong oleh KSSK melalui LPS. Peserta rapat lainnya pada umumnya mempertanyakan, bahkan tidak setuju terhadap argumentasi dan analisis BI yang menyatakan Bank Century ditengarai berdampak sistemik. 

Darmin Nasution, komisioner LPS, menyatakan bahwa analisis dampak sistemik dari BI sangat tidak terukur dan lebih banyak aspek psikologisnya. Perlu justifikasi yang lebih terukur untuk menentukan apakah Bank Century berdampak sistemik atau tidak. Anggito Abimanyu, kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan, sependapat dengan Darmin. Menurut Anggito, belum cukup keyakinan untuk mengambil kesimpulan bahwa itu kondisi sistemik. Fuad R ahmany, ketua Bapepam LK, bahkan menegaskan, kalau dari sisi pasar modal, kegagalan Bank Century jelas tidak sistemik. 

Dampak di pasar modal tidak akan ada. Setelah itu diadakan rapat tertutup KSSK pada 21 November 2008 pukul 04.25 WIB hingga 06.00 WIB yang dihadiri menteri keuangan (selaku ketua KSSK), gubernur BI (selaku anggota KSSK), dan sekretaris KSSK (Raden Pardede). Rapat tersebut memutuskan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan menetapkan penanganan Bank Century kepada LPS. Dalam rapat itu muncul pernyataan bahwa untuk membuat CAR Bank Century pulih menjadi 8% diperlukan dana Rp632 miliar. 

Keputusan KSSK ditindaklanjuti dengan Rapat Komite Koordinasi (KK) pada 21 November 2008 pukul 05.30 WIB yang dihadiri menteri keuangan selaku ketua KK, gubernur BI, dan ketua Dewan Komisioner (DK) LPS masingmasing sebagai anggota KK. Rapat memutuskan: (1) Menyerahkan penanganan Bank Century yang merupakan bank gagal yang berdampak sistemik kepada LPS; (2) Penanganan bank gagal tersebut dilakukan dengan UU No 24 Tahun 2004 tentang LPS. 

BPK tegas-tegas menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan KSSK yang menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tidak dilakukan berdasarkan data kondisi bank yang lengkap dan mutakhir serta tidak berdasarkan kriteria yang terukur. BPK juga berkesimpulan, saat penyerahan Bank Century dari Komite Koordinasi (KK) kepada LPS pada 21 November 2008, kelembagaan KK belum pernah dibentuk berdasarkan undang-undang. 

Perppu No 4/2008 tentang JPSK tidak mengatur pembentukan KK, namun mengatur pembentukan dan tugas KSSK. Perppu itu juga tak mengatur hubungan kerja antara KK dan KSSK. Terkait bailoutBank Century, KK menerbitkan keputusan yang menyerahkan penanganan Bank Century pada LPS. Menurut BPK, kendati keputusan KK didasarkan pada keputusan KSSK, tidak ditemukan ada penyerahan dana atau korespondensi mengenai penyerahan Bank Century dari KSSK pada KK. 

Memang belum ada pembuktian hukum oleh KPK atas keterlibatan ketua dan anggota KSSK. Baru pada awal Mei 2013, KPK memeriksa Sri Mulyani yang sudah menjabat direktur eksekutif Bank Dunia dan berkedudukan di Washington DC, Amerika Serikat. KPK menyatakan sudah bisa mendapatkan informasi baru terkait bailout Bank Century setelah memeriksa Sri Mulyani Indrawati dan mantan Direktur Direktorat Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso. 

Keduanya diperiksa di Kedutaan Besar RI di Washington DC, Amerika Serikat. Banyak informasi dan data baru yang diharapkan dapat memberikan titik terang untuk kasus Century. Hingga beberapa pekan sejak dilakukan pemeriksaan Sri Mulyani di Amerika Serikat, tak banyak informasi yang diberikan KPK seputar kelanjutan kasus bailout Bank Century. Namun, akhir Mei 2013 Ketua KPK Abraham Samad kembali menegaskan telah mendapatkan hasil positif dari pemeriksaan Sri Mulyani Indrawati. Abraham masih tidak merinci keterangan baru yang dimaksudnya itu. 

Namun, kabarnya, keterangan yang diberikan Sri Mulyani juga menyangkut dugaan keterlibatan seorang tokoh utama. Keterangan Sri Mulyani dalam kasus Bank Century memang sangat penting. Dalam sidang Pansus Bank Century di DPR awal 2010 Sri Mulyani mengaku siap mempertanggungjawabkan dana bailout— tapi hanya senilai Rp632 miliar. Angka Rp632 miliar itu datang dari acuan yang diberikan BI untuk menangani Bank Century. Model pertanggungjawaban seperti ini tentu saja aneh. 

Keanehan ini saja sudah menjadi petunjuk yang sangat jelas bahwa bailout Bank Century sarat masalah. Kalau ketua KSSK hanya mau mempertanggungjawab-kan Rp632 miliar dari total dana talangan yang Rp6,7 triliun itu, lalu siapa yang bertanggung jawab atas sisanya? Bukankah angka Rp6,7 triliun harusnya dimaknai sebagai keputusan bulat KSSK? Dari situasi yang demikian, konstruksi persoalannya sudah sedemikian gamblang. Sudah cukup alasan bagi KPK untuk memanggil, memeriksa, atau meminta pertanggungjawaban dari ketua dan anggota KSSK saat itu. 

Setidaknya persoalan pertamanya adalah ketua KSSK secara tidak langsung sudah menyatakan sikapnya menolak mempertanggungjawabkan nilai talangan yang besarnya lebih dari Rp6,7 triliun itu. Dia tetap berpegangan pada angka Rp632 miliar. Konstruksi permasalahan yang demikian mestinya sudah sangat memudahkan KPK memvalidasi pihak yang paling layak dimintai pertanggungjawabannya atas Rp6 triliun lebih dana talangan Century. 

Apalagi, berkait dengan besaran nilai dana talangan itu, menteri keuangan/ketua KSSK terang-terangan mengaku kepada wakil presiden bahwa dia telah dibohongi BI. Fakta ini semakin menegaskan bahwa penanganan Bank Century memang dilakukan secara sunyi senyap dan sangat amburadul. Senin, 24 November 2008, pagi-pagi sekali dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) dari LPS ke Bank Century sudah mengalir Rp1 triliun. Penyaluran dana Rp1 triliun ini tentu aneh. Dalam rapat 21 November 2008 tidak ada pembahasan angka sebesar itu? 

Dalam rapat itu disebutkan bahwa untuk membuat CAR Bank Century menjadi 8% hanya diperlukan dana Rp632 miliar. Pada 24 November 2008, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengadakan rapat dan ia marah besar. Dia juga kesal karena LPS menyampaikan kebutuhan tambahan modal naik empat kali lipat dari angka semula. Dalam notulensi rapat KSSK pada 24 November 2008 memang tergambarkan bahwa Sri Mulyani baru menyadari data BI tidak akurat. Sri Mulyani juga kesal mendengar rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century berkurang drastis hanya dalam tempo dua hari. 

Anehnya, setelah mengetahui segala kekacauan itu, Sri Mulyani tidak melapor ke aparat hukum. Dia hanya “mengadu” kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa dirinya “ditipu” oleh para pejabat BI. Sri Mulyani membiarkan semua berlangsung tak keruan. Dia juga membiarkan pengucuran dana bailout ke Bank Century terus berlanjut. (Baca selengkapnya di buku Skandal Century di Tikungan Terakhir Pemerintahan SBY-Boediono, beredar pekan depan). ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar