|
REPUBLIKA, 05 Juni 2013
Hampir
dua bulan ini publik disuguhi wacana pe naikan harga BBM bersubsdi yang penuh
kesimpangsiuran dan ketidakpastian. Awalnya, pemerintah mewacanakan untuk
menetapkan dua harga BBM dengan menaikkan harga BBM bagi kendaraan pribadi dan
tidak menaikkan harga BBM bagi kendaraan umum dan sepeda motor.
Namun,
setelah ada penentangan dari berbagai pihak, kebijakan dua harga dibatalkan
begitu saja, padahal Pertamina sudah mengeluarkan biaya miliaran rupiah untuk
persiapan penerapan kebijakan dua harga tersebut. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) tampak sekali bimbang dan ragu dalam memutuskan penaikan harga
BBM bersubsidi.
Tidak
berlebihan dikatakan kalau SBY tampak setengah hati untuk menaikkan harga BBM
bersubsidi sehingga menimbulkan ketidakpastian. Bahkan, beberapa kalangan
meragukan keberanian SBY berani untuk menaikkan harga BBM pada tahun politik
2013 ini. Indikasi kebijakan BBM setengah hati mengemuka setelah SBY
membatalkan kebijakan dua harga, mengganti dengan kebjikan satu harga, kemudian
melempar `bara panas' rencana kenaikan harga BBM kepada DPR. SBY mengatakan
bahwa keputusan penaikan harga BBM bersubsidi diputuskan setelah DPR menyetujui
penambahan dana bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) yang diajukan
melalui APBN Perubahan.
Pelibatan
DPR dalam keputusan penaikan harga BBM tidak hanya menunjukkan sikap SBY yang
setengah hati, tetapi juga sikap yang cenderung `lempar batu sembunyi tangan'
yang justru semakin menyebabkan ketidakpastian berkepanjangan. Ketidakpastian
sebagai akibat kebijakan BBM setengah hati telah menimbulkan dampak yang serius
bagi memburuknya kondisi ekonomi makro dan menurunkan kesejahteraan rakyat, serta
berpotensi mempercepat proses pemiskinan rakyat.
Seakan
sudah menjadi kelaziman di negeri ini bahwa harga-harga kebutuhan pokok akan
melambung tinggi saat pemerintah mulai menggulirkan wacana penaikan harga BBM
menjelang penaikan harga BBM diputuskan. Kenaikan harga-harga kebutuhan
pokok tersebut akan semakin meningkat pascapenaikan harga BBM. Kalaupun
pemerintah tidak jadi memutuskan harga BBM naik, harga-harga kebutuhan pokok yang
sudah telanjur naik itu biasanya tidak akan bisa turun lagi seperti harga-harga
sebelumnya.
Kenaikan
harga-harga kebutuhan pokok sudah pasti memberikan kontribusi terhadap tekanan
inflasi yang akan menggerus penghasilan bagi pendu duk berpenghasilan tetap
sehingga menurunkan daya beli masyarakat. Pada gilirannya, penurunan daya beli
masyarakat itu akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah penduduk
miskin di Indonesia.
Diperkirakan,
ada tambahan sekitar 1,5 persen atau bertambah sebanyak 4,5 juta orang miskin sebelum
penaikan harga BBM diputuskan. Belum lagi, adanya tambahan orang miskin dari
kelompok penduduk yang dikategorikan sebagai rentan miskin. Padahal, rakyat
miskin dan rentan miskin belum akan mendapatkan bantuan BLSM lantaran penyaluran
BLSM baru akan disalurkan pascapenaikan harga BBM.
Ketidakpastian
penaikan harga BBM yang terlalu lama juga akan mendorong jebolnya kuota BBM
ditetapkan dalam APBN. Salah satu pemicunya adalah penimbunan dan penyelundupan
BBM secara ilegal. Tidak ayal lagi, subsidi BBM yang hampir mencapai Rp 193
triliun tidak hanya dinikmati oleh orang kaya pemilik mobil mewah, tetapi juga
dinikmati oleh para penimbun dan penyelundup BBM untuk menangguk keuntungan
dalam jumlah yang besar. Sementara, rakyat miskin yang tidak pernah mengonsumsi
BBM lantaran tidak memiliki kendaraan bermotor, harus menanggung beban hidup
akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sebelum dan sesudah penaikan BBM.
Selain
berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi dan menaikkan inflasi, ketidakpastian
juga memberikan kontribusi terhadap melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS.
Dua bulan lalu, kurs rupiah terhadap dolar masih pada kisaran Rp 9.600, namun
hari-hari ini kurs rupiah semakin melemah pada kisaran Rp 9.800 per satu dolar
AS. Jebolnya kuota pemakaian BBM memaksa pemerintah untuk meningkatkan volume
impor migas yang memberikan kontribusi terhadap membengkaknya defisit neraca
perdagangan sehingga semakin melemahkan kurs rupiah terhadap dolar AS.
Pemerintahan
SBY harus segera mengakhiri ketidakpastian yang berlarut-larut.
Sudah saatnya bagi SBY untuk tidak lagi bimbang dan ragu dalam mengambil keputusan untuk menaikkan atau tidak menaikkan harga BBM pada tahun ini.
Sudah saatnya bagi SBY untuk tidak lagi bimbang dan ragu dalam mengambil keputusan untuk menaikkan atau tidak menaikkan harga BBM pada tahun ini.
Kalau akhirnya SBY memutuskan menaikkan harga BBM, paling tidak mulai sekarang
SBY harus sudah memutuskan "kapan penaikan harga BBM dan berapa kenaikan
harga BBM" secara pasti bukan lagi wacana belaka. Keputusan ini penting
untuk memberikan kepastian bagi semua pihak untuk menyikapi rencana kenaikan
harga BBM mulai sekarang.
Kalau
pemerintahan SBY tidak segera mengambil keputusan, tidak diragukan lagi ketidakpastian
ini akan berpotensi menurunkan pencapaian pertumbuhan ekonomi, menaikkan
inflasi, dan melemahkan nilai tukar rupiah. Pada gilirannya, ketidakpastian ini
akan menurunkan daya beli masyarakat yang memicu percepatan proses pemiskinan
rakyat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar