Universitas Rakyat dari Hati Rukun Abadi
Dahlan Iskan ; Mantan CEO Jawa Pos
|
JAWA POS, 08
Februari 2016
LIHATLAH daftar
terbaru ranking 50 universitas terbaik di Indonesia. Namanya belum ada di
sana. Bahkan belum pernah ada. Kadang dia dipanggil ”Undip”. Tapi, jumlah
mahasiswanya jauh melebihi Undip yang Universitas Diponegoro Semarang.
Undip yang satu ini
bahkan mengalahkan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Dalam hal jumlah
mahasiswa. Ternyata dia yang terbesar. Mengalahkan semua universitas di
Indonesia. Negeri maupun swasta.
”Kadang kami memang
dipanggil Undip,” ujar Dayat Hidayat, rektornya. Dengan kalemnya.
”Universitas di Pamulang,” tambahnya. ”Jumlah mahasiswa kami 58.000,” kata
Dayat.
Catat baik-baik. Nama
resminya: Universitas Pamulang. Singkatan resminya: Unpam. ”Unpam juga sering
dipelesetkan dengan Universitas Paling Miskin,” ujar H Darsono, ketua
yayasannya.
Dayat tidak
tersinggung dengan pelesetan itu. Ini memang universitas rakyat jelata. ”Kami
memang mengabdikan diri untuk orang miskin,” ucap Dayat. ”Orang miskin yang
ingin maju,” ujar alumnus D-1 IKIP Jakarta, Unmuh Jakarta (S-1), STIM Jakarta
(S-2), dan Universitas Pasundan (S-3) itu.
Lihatlah uang
kuliahnya: hanya Rp 1,2 juta per semester. Bahkan praktis tidak pakai uang
masuk. Hanya Rp 100.000. Itu pun untuk membeli jaket almamater. Dan kartu
mahasiswa.
Heeem… 58.000
mahasiswa. Betapa besarnya. UGM, yang selama ini kita kira terbesar, punya
53.000 mahasiswa.
Saya diundang ke Unpam
itu bulan lalu. Oleh mahasiswa jurusan akuntansi. Saya mengajukan topik
bahasan perbedaan antara ahli keuangan dan sikap keuangan. Topik itu tidak
ada dalam literatur. Tapi, saya menerapkannya dalam praktik sehari-hari.
Mahasiswa Jurusan
Akuntansi Unpam ternyata 7.000 orang. Hanya satu jurusan. Salah satunya
tampil di panggung hari itu: Ade Irma. Menyanyikan Cindai dengan suara yang
layak ikut audisi D’Academy-nya Indosiar.
Ada jurusan lain yang
mahasiswanya lebih gila lagi: 14.000 orang. Jurusan manajemen. Fakultas
Ekonomi Unpam memang terlaris. Dibanding lima fakultas lainnya. ”Kami akan
terus mempertahankan biaya murah ini,” ujar Dayat.
Lihatlah Pak, katanya
sambil menunjuk wilayah Pamulang yang luas dan padat di selatan Jakarta ini,
ke mana anak-anak itu mau kuliah? Kalau universitas kian tidak terjangkau.
Memang aturan baru
pemerintah menantangnya. Untuk mahasiswa barunya yang 19.000 orang. Untuk
memenuhi aturan Unpam jadi kekurangan 1.000 dosen. Ini akan membuat
pengeluaran Undip, eh Unpam naik. ”Kami akan penuhi dalam dua tahun,”
katanya. ”Kami sudah menyekolahkan 600 dosen S-1 ke S-2.”
Saya menyempatkan diri
dialog panjang dengan Dayat. Ingin belajar: bagaimana gaya manajemennya. Kok
bisa.
Pertama, ketua yayasan
dan rektornya ternyata seperti nama bus antarkota: rukun abadi.
Ini agak langka.
Biasanya, yang kita dengar, dua pejabat itu bertengkar. Kadang di bawah
selimut. Di mana-mana. Ya, kan? Di Unpam keduanya rukun dalam segala hal.
Terutama dalam memilih cara hidup: sama-sama sederhana.
Penampilan pak
rektornya seperti Oemar Bakri dalam lagu Iwan Fals. Demikian juga ketua
yayasannya. Demikian juga ruang kerjanya. Demikian juga cara bicaranya.
Dayat memang guru.
Asli. Tamatan SPG (sekolah pendidikan guru). ”Sampai sekarang saya masih guru
SMP. Masih mengajar,” ungkap Dayat.
Kedua, fleksibel.
Mahasiswa boleh memilih. Kuliah jam berapa saja boleh. Pilihan jam itu boleh
berubah-ubah. Setiap saat. Sesuai dengan waktu kosong mahasiswa. Malam pun
bisa. Di sini perkuliahan sampai jam 22.00.
Ini karena ini: banyak
mahasiswa sambil mencari uang untuk biaya kuliah dan biaya hidup. Sebanyak 30
persen mahasiswanya kos di kampung Pamulang. Betapa hidupnya kampung ini.
”Saya jualan bakso,” ujar seorang mahasiswa.
Unpam boleh dibilang
didirikan oleh hati. Bukan oleh ambisi materi. Awalnya H Darsono melihat
begitu banyak tamatan SMP yang tidak bisa masuk SMA. Maka dia dirikan SMEA.
Sekolah ekonomi ini maju pesat. Siswanya 5.000 orang. Orang tua siswalah yang
menuntut Darsono mendirikan universitas.
”Cita-cita kami punya
200.000 mahasiswa,” kata Dayat. Cius? ”Serius. Serius sekali,” jawabnya.
”Akan terjadi sepuluh tahun lagi.”
Darsono-Dayat adalah
contoh guru paripurna. Asli. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar