Pendengar yang Kelelahan
Sawitri Supardi Sadarjoen ;
Penulis
Kolom “Konsultasi Psikologi”
Kompas Minggu
|
KOMPAS, 31 Januari
2016
Terkadang kita harus
membuat batasan tertentu dalam berkomunikasi, terutama apabila kita hidup
bersama kerabat atau teman yang memiliki pola pikir negatif dan selalu
mengeluh. Kita butuh untuk segera menyatakan, "Saya tidak bisa hidup
dengan kondisi seperti ini, saya harus mencari bantuan."
Klien saya bernama N
menempatkan diri dengan cara tertentu dalam relasi dengan kerabatnya bernama
L yang tinggal satu atap dengannya selama hampir tiga tahun lamanya. N dan L
adalah dua kerabat yang sekaligus bersahabat dan berniat untuk tinggal
bersama dalam satu atap sampai masing-masing mendapat pasangan hidup untuk
membina kehidupan perkawinan, kelak.
L adalah pribadi yang
terobsesi dengan kecemasan berlanjut. Tingkat kecemasannya memburuk saat
kecemasan menetap tersebut terakumulasi dengan kondisi stres yang didapatkan
dari keluarga besarnya atau situasi kerja di kantornya.
Pada mulanya, N
mengungkapkan rasa simpati kepada L. Namun, lama-kelamaan N merasakan
kejenuhan terhadap keluhan yang terus-menerus diungkapkan L, yang merasa
dirinya tidak berdaya, tidak mampu melepaskan diri dari kesulitan, dan setiap
kali merasa diri bersalah atas kejadian yang menimpa dirinya.
N mendengarkan L
dengan penuh simpati. Pada mulanya N berpendapat bahwa dirinya sebagai
sahabat harus terus mendengar keluhan-keluhan L tersebut. N merasa alangkah
buruk perilakunya apabila ia tidak bersedia mendengarkan keluhan L.
Namun, kemudian N
menolak untuk terus-menerus memanjakan L dengan cara yang sama. N mulai
menggunakan cara humor untuk membuat L bangkit, atau langsung mengatakan
kepada N bahwa dia tidak mau lagi mendengarkan keluhan-keluhan L.
N kemudian berkata
sebagai berikut: "Hai L, otakmu terpaku pada hal-hal negatif dan terus
terang kondisimu itu memengaruhi aku, otakku pun menjadi ikut rusak karena
setiap kali mendengar keluhanmu. Semakin kamu berpikir dan mengeluh dengan
caramu, semakin rusaklah fungsi otakmu. Saya pikir kamu harus mengganti isi
dan fungsi otakmu dengan hal-hal positif dan beralih dari pikiran negatif.
Saya benar-benar lelah dan jenuh mendengar keluhan-keluhan negatifmu
tersebut."
N menutup pintu
kamarnya dan mengatakan langsung bahwa dirinya tidak mau lagi mendengarkan
keluhan L. Sikap N tersebut tentu saja membuat L sedih dan menangis. N
berpendapat tidak ada orang yang meninggal dunia karena kesedihan berlanjut.
N juga berkata bahwa N akan memutuskan relasi dengan L apabila L tidak
mengubah caranya bersikap. N benar-benar menjaga jarak relasi dengan L,
kecuali itu N membatasi seluruh iklim kasih dan rasa hormat terhadap diri L.
Akhirnya, N mendorong
L untuk mencari seorang profesional untuk membantu mengatasi masalahnya. Sebenarnya
saran tersebut telah berulang kali N sampaikan kepada L. Pada dasarnya, L
menyayangi N dan menghargai nasihat N. Oleh karena itu, L menuruti nasihat N.
Sementara itu,
sebenarnya N pun tidak ingin membiarkan L sedih dan frustrasi berlanjut.
Hasil terapi yang L ikuti ternyata membuat L merasa lebih sehat dan nyaman.
Setelah proses terapi
berjalan beberapa saat bagi L, maka relasi antara N dan L menjadi lebih
fleksibel dan nyaman bagi keduanya. Tanpa L sadari, L pun mampu menjalin
perbaikan relasi dengan orangtua, teman-teman, dan kerabat lainnya.
N kemudian
menyampaikan kepada L: "Kamu memang harus mencari bantuan profesional.
Sebab, kalau tidak, pikiran-pikiran negatif akan otomatis merusak iklim
relasi kita."
Hal yang dapat kita
tangkap dari pengalaman relasi N dengan L tersebut adalah bahwa apa pun
inter-relasi yang kita bangun dengan seseorang, kita harus tahu keterbatasan
diri kita sendiri dalam mendengarkannya. Kita harus memiliki cara melindungi
diri kita.
Kita harus mampu
membedakan antara percakapan saat seseorang menghadapi perasaan sakit atau
sedih yang nyata serta percakapan yang ditandai oleh reaksi emosi yang
bersifat kronik serta bersifat negatif yang mendorong ke arah peluang yang
tidak proporsional.
Kita harus mampu
mengarahkan percakapan ke arah yang jelas, dengan cara yang matang. Kita juga
akhirnya akan mendapat perolehan positif dari intensitas percakapan yang kita
jalin dengan rekan kita. Akhirnya koneksi yang kita bina menjadi semakin kuat
apabila kita semua dapat membatasi diri serta menemukan cara produktif dalam
mengatasi topik percakapan tentang hal-hal yang alergik bagi diri kita
sendiri. Bravo.... ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar