Senin, 01 Februari 2016

Pembersihan

Pembersihan

Samuel Mulia  ;  Penulis Kolom “PARODI” Kompas Minggu
                                                      KOMPAS, 31 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Dua teman saya menjalankan program detoks selama tiga hari dengan hanya mengonsumsi jus buah. Salah satu dari keduanya mengatakan, setelah tiga hari, ia merasa bahwa indera kecapnya lebih peka dalam merasakan makanan. Terlalu asin atau terlalu manis. Ia mengakui, sebelum program pembersihan itu dilakukan, lidahnya tak pernah sepeka itu.

Asupan negatif

Salah satu karyawan saya juga melakukan program semacam itu selama tujuh hari karena berat badan yang bertambah. Semua yang melakukan pembersihan raga ini hanya memiliki satu tujuan: memulihkan keadaan.

Setelah mendengar cerita itu, tiba-tiba saya merasa bahwa program pembersihan semacam itu bisa diterapkan juga untuk menghilangkan sikap buruk saya. Menghilangkan asupan negatif yang saya konsumsi bertahun lamanya.

Kekhawatiran, korupsi, perselingkuhan, iri hati, kesombongan, dan pertikaian karena perbedaan pendapat. Padahal, dari sejak dunia ini diciptakan, Anda dan saya tahu persis bahwa perbedaan itu sudah ada. Sedihnya, kita sudah tahu sejak lama, tetapi kita juga bertikai sejak lama.

Kekhawatiran. Itu adalah salah satu asupan negatif yang paling banyak saya konsumsi bertahun lamanya, yang membuat "lidah" tidak peka lagi terhadap kemampuan saya sendiri. Saya menimbun lemak kekhawatiran yang menggunung sehingga saya menghadapi kejadian setiap hari dengan tekanan batin yang sangat.

Perselingkuhan. Sebuah aktivitas yang saya pelihara karena saya menemukan kesenangan di dalamnya. Sama seperti sedang menikmati makanan yang sungguh nikmat nan menggiurkan, yang sayang kalau tidak dicicipi dan didiamkan saja. Yang menggiurkan itu sampai membuat saya lupa bahwa itu mengundang datangnya kolesterol, gula darah, dan tekanan darah yang bisa naik melejit seperti roket.

Mengonsumsi yang negatif awalnya takut, deg-degan, merasa bersalah, tetapi karena dilakukan setiap saat, sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi sebuah ketakutan yang nikmat. Dan, makin lama dilakukan, maka ketakutan hilang dan hanya kenikmatannya saja yang tersisa.

Setelah merasakan nikmat, maka seperti lidah teman saya sebelum detoksifikasi dilakukan, hati saya menjadi kebal dan kehilangan kepekaan. Karena kebal, maka saya tidak lagi merasa kalau asupan itu terlalu "asin" atau terlalu "manis". Maka, saya menyantap makanan bernama perselingkuhan itu tanpa rasa bersalah.

Pencegahan

Perasaan takut atau deg-degan yang timbul di awal ketika menelan asupan negatif sejujurnya adalah sebuah reaksi positif karena terjadinya friksi antara kebaikan dan keburukan. Itu adalah perasaan yang dihasilkan karena kedisiplinan yang biasa dilakukan, mulai tergoda untuk melanggar. Mengapa tergoda? Sebab, umumnya hal yang melanggar itu nikmatnya setengah mati.

Kalau disiplin itu dianalogikan sebagai makanan, maka ia akan berupa sayur mentah atau rebusan, buah-buah segar, bubur gandum, minum air, ikan. Nah, melanggar itu ada garamnya, ada gulanya, ada bumbu ini dan bumbu itu.

Disiplin itu renang, lari, pergi ke pusat kebugaran, tidur yang cukup. Melanggar itu bernama rasa malas, memilih tetap di tempat tidur yang empuk, selimut yang menghangatkan di hari hujan, dan kamar berpendingin. Belum lagi kalau di kamar berpendingin atau di suasana hujan seperti yang terjadi belakangan, ada yang menemani tidur. Dan, yang menemani itu adalah pasangan milik orang lain.

Beberapa hari lalu saya dipanggil seorang klien. Singkat cerita mereka ingin membuat sebuah proyek. Saya tanya siapa saja yang ikut dalam tender ini. Kemudian ia menyebut salah satu perusahaan besar. Sepulang dari rapat itu, ada perasaan khawatir, kok, lawannya perusahaan besar.

Bapak, Ibu, dan Saudara-saudari se-Tanah Air, ketika kekhawatiran datang meski baru sedikit saja, saya sejujurnya sudah jatuh ke dalam godaan. Godaan untuk tidak menghargai kemampuan sendiri. Godaan berupa kekhawatiran itu kelihatannya bagus karena saya bisa berhati-hati dalam melakukan persiapan.

Saya katakan, pemikiran semacam itu sebuah kekeliruan besar. Kekhawatiran tidak akan pernah menimbulkan kedisiplinan untuk berhati-hati, kekhawatiran bukan alasan untuk mawas diri. Kekhawatiran itu menyetir seseorang kepada kepanikan.

Namanya juga khawatir, maka ia tak pernah memberikan rasa damai sehingga seseorang tak bisa berpikir tenang. Dalam kekhawatiran, saya tak bisa lagi memiliki "lidah" yang peka kalau sebuah kondisi yang dihadapi sejujurnya tidak terlalu sulit. Saya tak bisa lagi melihat kemampuan saya kalau saya pernah dua kali mengalahkan perusahaan besar itu di beberapa kesempatan. Kekhawatiran saya sudah mengecoh kepekaan.

Maka, pembersihan yang dilakukan dua teman dan satu karyawan saya di atas adalah sebuah jalan keluar untuk mengembalikan "indera pengecapan" pada kondisi semula. Karena pembersihan itu mencegah yang awalnya sudah kita setujui keliru, kemudian berubah menjadi begitu benar adanya. Pembersihan diri itu mencegah asupan yang buruk agar tidak merusak kebiasaan yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar