Rabu, 03 Februari 2016

Konflik Pemikiran di dalam NU (Bag 2)

Konflik Pemikiran di dalam NU  (Bag 2)

Salahuddin Wahid  ;   Pengasuh Pesantren Tebuireng
                                                  REPUBLIKA, 01 Februari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Menurut pemantauan saya, sebagian besar ulama Nahdlatul Ulama (NU) masih berpegang pada Ahlussunnah waljamaah (Aswaja) NU sesuai rumusan KH Hasyim Asy'ari. Sesuai keputusan Munas Ulama di Lampung (1992), mereka sependapat bahwa konsep Aswaja KH Hasyim Asy'ari memungkinkan perubahan pola bermazhab, dari secara qauli (produk) menuju secara manhaji (metodologi).

Mereka khawatir (bahkan bisa dibilang mencurigai) ada rencana sistematis untuk mengubah secara resmi ajaran Aswaja KH Hasyim Asy'ari yang dianggap sudah tidak sesuai dengan tuntutan keadaan. Dalam Draf Materi Muktamar ke-33 NU muncul berbagai usul perubahan terhadap rumusan di dalam berbagai pasal AD atau rekomendasi muktamar yang oleh para piminan Wilayah NU dan Cabang NU dianggap berpotensi untuk membelokkan ajaran NU.

Forum Lintas Wilayah NU (FLWNU) memberi koreksi dan dalam materi muktamar, butir-butir bermasalah sudah dihilangkan. Sayangnya, di dalam muktamar tidak tersedia cukup waktu untuk membahas masalah itu. NU Online yang merupakan media resmi PBNU menyiarkan hasil Muktamar ke-33 yang sama dengan Draf Materi Muktamar yang ditolak oleh FLWNU. Yang menarik, PBNU menyatakan apa yang ditulis NU Online itu tidak benar. Sampai hari ini, kawan-kawan dari FLWNU belum menerima hasil keputusan muktamar yang resmi.

Masalah perbedaan tafsir terhadap Aswaja NU itu harus diselesaikan dengan baik. Siapa pun juga tidak berhak untuk melarang Dr Said Aqiel Siradj (SAS) dkk serta tokoh-tokoh muda NU untuk menganggap bahwa rumusan Aswaja Kyai Hasyim Asy'ari dianggap sempit dan terlalu sederhana. Namun, SAS dkk tidak bisa mengubahnya begitu saja dengan mengabaikan pendapat mayoritas.

Pendapat mayoritas ulama juga tidak sama dengan pendapat NU Salafi. Untuk mengetahui dengan tepat pendapat mayoritas ulama yang ideal tentu diperlukan jajak pendapat. Perlu dipahami bahwa kekuatan NU terletak pada jamaah (komunitas), bukan pada jam'iyyah (organisasi).

Dari 20 ribuan pesantren, semua adalah milik jamaah, bukan jam'iyyah. Dari belasan ribu sekolah di kalangan NU, hanya sekitar 10 persen yang dimiliki jam'iyyah NU. Kalau jam'iyyah mengubah rumusan Aswaja sekehendak hati, jamaah bisa meninggalkan mereka.

Aspek HAM

Salah satu masalah yang potensial untuk menimbulkan perbedaan tafsir adalah timbulnya pertentangan prinsip HAM dengan hukum agama dan hukum negara. Misalnya, keberadaan jamaah Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia.

Ada kelompok di dalam NU (dan juga di luar NU) yang berpendapat bahwa Ahmadiyah dan Syiah itu bukan bagian dari Islam. KH Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa Syiah itu menyimpang.

Namun, di Cirebon, ada kalangan NU yang menyatakan bahwa Syiah adalah bagian dari NU. Ada yang mengatakan bahwa Syiah yang dianggap menyimpang oleh KH Hasyim Asy'ari adalah Syiah Rafidhah yang mengecam sahabat Nabi dan Siti Aisyah. Akan tetapi, banyak warga NU yang kemudian menganggap bahwa semua Syiah itu bukan bagian dari Islam.

Karena menganggap bahwa Syiah dan Ahmadiyah bukan bagian dari Islam maka kelompok Islam yang punya pendapat seperti itu lalu meminta supaya Ahmadiyah dan Syiah dilarang untuk bisa berkembang di Indonesia. Kelompok ini tidak (mau) paham bahwa sesuai UUD semua agama, termasuk Syiah dan Ahmadiyah punya hak untuk hidup di Indonesia. Kita berbeda dengan Malaysia dalam masalah menyikapi keberadaan Ahmadiyah dan Syiah.

Pihak yang ingin Ahmadiyah dilarang untuk aktif di Indonesia menggunakan UU Penodaan Agama sebagai dasar dari tuntutan tersebut. Apalagi, pada 2010 Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa UU tersebut tidak bertentangan dengan UUD ketika Gus Dur dkk mengajukan judicial review terhadap UU tersebut.

Menarik sekali bila mereka menggugat secara resmi terhadap Ahmadiyah berdasarkan UU tersebut. Apakah pengadilan akan memenuhi gugatan itu atau tidak?

UUD hasil amendemen telah menegaskan bahwa HAM di Indonesia tidak sepenuhnya bebas seperti di negara Barat. Pasal 28 huruf J mengatur bahwa pertimbangan moral dan nilai-nilai agama perlu diperhatikan. Walau demikian, selalu akan muncul perbedaan penafsiran terhadap teks di dalam UUD itu.

Tafsir terhadap khittah

Dalam Tashwirul Afkar yang dikutip di atas, PBNU 1999-2004 dikritik karena dianggap terlalu politis, sehingga ditulis jam'iyyah NU berada di simpang jalan. Menarik sekali bahwa mereka yang dulu menganggap KH Hasyim Muzadi terlalu politis, kini tidak menganggap SAS dkk terlalu politis. Padahal, kini PBNU bisa dianggap telah dikendalikan oleh PKB. Ada kawan yang mengatakan secara bergurau bahwa PKB itu seperti anak perusahaan yang melakukan akuisisi terhadap perusahaan induk.

Selama ini, terdapat multitafsir atau konflik pemikiran dalam penerapan khittah itu. Penerapannya amat situasional dan berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Ada ketua PWNU yang diberhentikan karena menjadi calon wakil gubernur, tetapi ada ketua PCNU yang boleh menjadi calon bupati dan ada ketua PBNU yang boleh menjadi calon wakil gubernur. Juga, ada ketua umum PBNU yang boleh menjadi calon wakil presiden.

Campur tangan partai sudah amat terasa dan mengganggu kemandirian dan keberadaan jam'iyyah NU sebagai bagian dari masyarakat sipil dari tingkat nasional hingga tingkat cabang. Hal serupa juga terjadi di dalam organisasi di bawah NU, seperti Ansor, Fatayat, dan Muslimat NU.

Perlu dilakukan pembahasan serius tentang penafsiran terhadap khittah NU dalam bidang politik. Sayang sekali kalau organisasi yang sudah berusia hampir seratus tahun ini harus menjadi subordinat partai politik. Paradigma parpol amat bertentangan dengan paradigma ormas yang diharapkan menjadi lokomotif masyarakat sipil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar