Rabu, 18 Maret 2015

Surat Edaran BPJSK-Apindo dan Perlindungan Pekerja

Surat Edaran BPJSK-Apindo

dan Perlindungan Pekerja

AA Oka Mahendra  ;  Konsultan Hukum dan Manajemen
Jaminan Sosial dan Pelayanan Kesehatan
KOMPAS, 18 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

Pada 13 Februari 2015, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Fahmi Idris dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia menandatangani Surat Edaran Bersama Nomor 08 Tahun 2015/077/DPN/3.1/5 B/II/2015 tentang Penundaan Aktivasi Kepesertaan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah bagi anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo.

Surat edaran bersama ini merupakan tindakan kompromistis untuk menyiasati pelaksanaan kewajiban pendaftaran peserta jaminan kesehatan oleh pengusaha, yang dilakukan oleh dua entitas hukum yang berbeda statusnya. Sayang sekali pihak serikat pekerja tidak dilibatkan dalam kompromi yang menyangkut kepentingan pekerja atas pelayanan kesehatan yang menjamin kebutuhan medisnya.

Selain itu, juga berpotensi merugikan hak pekerja untuk mendapat manfaat atas jaminan kesehatan dan membuat dikotomi antara pengusaha anggota Apindo dan bukan anggota Apindo.

Sebagian pekerja terbuai oleh mitos keunggulan asuransi kesehatan komersial yang dinikmati sebagian kecil lapisan pekerja. Padahal, jika ditelisik dengan cermat, sulit ditemukan asuransi komersial yang mampu memberikan pelayanan kesehatan yang diimpikan itu, kecuali dengan pembayaran premi yang tinggi.

Surat edaran bersama ini berlaku untuk pengusaha yang menjadi anggota Apindo. Sementara yang bukan anggota Apindo mesti patuh pada kewajiban mendaftarkan dirinya dan pekerjanya paling lambat 1 Juli 2015.

Penyiasatan terhadap norma dalam Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan PP No 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan jo PPNo 111/2013 tampak dari pemelintiran terhadap pengertian ”pendaftaran”. Angka 2 surat edaran bersama itu mendefinisikan pendaftaran merupakan proses pengisian formulir registrasi badan usaha/perusahaan serta penyerahan data karyawan dan anggota keluarganya kepada kantor cabang BPJS Kesehatan.

Pengertian tersebut bertentangan dengan Pasal 11 Ayat (1) PP No 12/2013 jo PP No 111/2013 yang menentukan, ”Pemberi kerja sesuai ketentuan Pasal 6 Ayat (3) dan Ayat (4) wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta jaminan kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.”

Pengawasan lumpuh

Surat edaran bersama BPJS Kesehatan dengan Apindo tidak sesuai dengan nature dari surat edaran pada umumnya. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No M 02PR 08.10/2005 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Perancang Peraturan Perundang-undangan, pada lampiran angka 3.2 menentukan: ”Surat edaran adalah surat yang ditujukan kepada berbagai pihak/pejabat terkait yang isinya digolongkan sebagai peraturan kebijaksanaan yang memuat petunjuk dan/atau penjelasan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan suatu kebijaksanaan yang menjadi tanggung jawab pihak/pejabat yang bersangkutan.”

Isi surat edaran bersama itu ternyata adalah kesepakatan tentang sembilan hal antara BPJS Kesehatan dan Apindo. Surat edaran bersama tersebut sangat janggal karena ditandatangani bersama oleh pihak yang berbeda status hukumnya, yaitu BPJS Kesehatan dan Apindo.

BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang dibentuk berdasarkan UU dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kewenangannya antara lain melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannyadan mengenakan sanksi administratif kepada peserta dan pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya.

Apindo, di lain pihak, adalah organisasi yang dibentuk oleh pengusaha Indonesia. Pengusahayang tergabung dalam Apindo, menurut Pasal 1 angka 9 UU BPJS, per definisi termasuk dalam kategori pemberi kerja. Berdasarkan Pasal 15 Ayat (1) UU BPJS, ia secara bertahapwajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti. Kewajiban melakukan pendaftaran kepesertaan jaminan kesehatan bagi pemberi kerja pada BUMN, usaha besar, usaha menengah dan usaha kecil, paling lambat tanggal 1 Januari 2015.

Lebih janggal lagi karena Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) turut menandatangani surat edaran bersama tersebut sebagai saksi. Padahal,menurut Pasal 39 Ayat (2) a UU BPJS, DJSN adalah pengawas eksternal BPJS. Dengan kata lain, fungsi pengawasan DJSN menjadi lumpuh karena ketua DJSN ikut menandatangani surat edaran bersama tersebut sebagai saksi. Dalam hal ini, ketua DJSN turut melibatkan diri dalam pembuatan surat edaran tersebut. SeharusnyaDJSN mengawasiBPJS Kesehatan.

Perlu ditambahkan bahwasurat edaran sebagai salah satu bentuk peraturan kebijaksanaan didasarkan pada adanya kewenangan bebas (freies ermessen) yang melekat pada jabatan publik tertentu, yang dilakukan dalam batas tertentu, yaitu tidak bertentangan dengan hukum dan ditujukan demi kepentingan umum serta harus dapat dipertanggungjawabkan.

BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik tidak dilekati kewenangan bebas dimaksud karena kewenangannya terikat kepada peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar eksistensi jaminan sosial. Sementara Apindo sebagai organisasi para pengusaha jelasbukan sebagai pengemban jabatan publik yang mempunyai kewenangan bebas dimaksud.

Surat edaran bersama BPJS Kesehatan dan Apindo tak mempunyai dasar hukum. Ssurat tersebut agar segera dicabut untuk menjamin kepastian perlindungan atas jaminan kesehatan kepada seluruh pekerja. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar