Minggu, 15 Maret 2015

Saya Tak Pernah Bela Koruptor

Saya Tak Pernah Bela Koruptor

Budi Waseso  ;  Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI
KOMPAS, 13 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

Menjelang bulan kedua menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI, Komisaris Jenderal Budi Waseso seolah dianggap sebagai aktor utama dalam dugaan kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Intensitas penindakan proses hukum berbagai unsur KPK, mulai dari pimpinan KPK hingga penyidik KPK, menjadi penyebabnya.

Tanpa memedulikan sorotan terhadapnya, dalam wawancara di kantor Divisi Humas Polri, Kamis (12/3), dengan tegas dan diselingi gurauan, Budi bertekad menghadirkan reformasi di reserse Polri. Ia juga menegaskan telah independen dalam bekerja, tanpa intervensi siapa pun, termasuk Komisaris Jenderal Budi Gunawan, mantan atasannya di Lembaga Pendidikan Kepolisian.

Berikut petikan wawancara Kompas dengan Budi Waseso.

Apa tanggapan terkait dugaan melakukan kriminalisasi terhadap KPK?

Bagi yang mengatakan saya telah melakukan kriminalisasi tolong dibuktikan. Saya menjalankan proses hukum Bambang Widjojanto (BW) dan Abraham Samad (AS) sesuai bukti-bukti hukum yang ada, serta didasari adanya laporan masyarakat.

Apabila Pak BW dan Pak AS menganggap saya telah lakukan kriminalisasi, bisa menggunakan jalur hukum pula untuk membuktikan hal itu. Misalnya, dengan mengajukan praperadilan yang telah diajukan oleh Komisaris Jenderal Budi Gunawan (BG) setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Proses yang dilakukan adalah penegakan hukum murni. Saya lakukan proses hukum ini sehati-hati mungkin. Saya siap dicopot sebagai Kabareskrim jika terbukti merekayasa.

Bagaimana dengan penundaan proses hukum BW dan AS?

Saya tidak akan main-main dengan hukum. Proses hukum berjalan terus, kecuali ada keputusan pengadilan yang memutuskan untuk memberhentikan itu. Penundaan itu dimaksudkan untuk melengkapi seluruh berkas-berkas pemeriksaan, agar ketika kami melimpahkan ke Kejaksaan, berkas telah lengkap dan proses hukum lancar.

Apa prioritas kerja Anda sebagai Kepala Bareskrim?

Saya berupaya untuk mempercepat penanganan berbagai kasus yang selama ini telah menjadi pekerjaan rumah. Banyaknya jumlah kasus, mulai dari kasus rutin hingga kasus dengan atensi khusus, seperti kasus pimpinan KPK dan kasus Partai Golkar, membuat saya memutuskan untuk membentuk tim khusus.

Bagaimana hubungan dengan lembaga penegak hukum lain?

Kami selalu menjalin koordinasi dengan KPK dan Kejaksaan Agung dalam menangani suatu kasus. Saya mencontohkan, kini kami tengah menyelidiki tiga kasus besar korupsi yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Supaya tidak ada benturan antarlembaga penegak hukum, saya telah berkomunikasi dengan KPK dan Kejagung terkait tiga kasus itu.

Pembicaraan itu untuk memastikan bahwa tiga kasus tersebut tidak sedang ditangani lembaga lain. Kalaupun mereka telah melakukan penyidikan terlebih dahulu, saya siap menyerahkan temuan-temuan kami kepada mereka. Namun, ternyata mereka belum menyidik tiga kasus tersebut, sehingga kami terus mengembangkan penyidikan atas pengetahuan pimpinan KPK dan Kejagung.

Hubungan Bareskrim dengan KPK konkretnya seperti apa?

Saya telah menyetujui permintaan penyidik dari pimpinan KPK. Mereka meminta 25 penyidik, tetapi saya menyiapkan 50 penyidik terbaik untuk diseleksi oleh mereka.

Kami juga berkomitmen membantu tugas KPK untuk penegakan tindakan pidana korupsi dengan mengoptimalkan bantuan di daerah seperti kepolisian resor. Selama ini banyak pihak menganggap saya tidak pro pemberantasan korupsi, tetapi saya ingin membuktikan bahwa kami peduli KPK dan tidak pernah membela koruptor.

Bagaimana perkembangan pengajuan somasi kepada Komnas HAM?

Penyidik tidak pernah menyomasi Komnas HAM. Somasi itu diajukan oleh kuasa hukum Pak Budi Gunawan (BG) ketika praperadilan masih berlangsung. Mereka khawatir pernyataan komisioner Komnas HAM yang menyatakan proses penangkapan BW adalah bentuk pelanggaran HAM dapat memengaruhi keputusan praperadilan.

Somasi dilakukan oleh pengacara. Jangan sampai kabar itu menjadi bumerang bagi kami. (Seperti diberitakan Kompas, 10/3, Fredrich Yunadi, pengacara dari para penyidik Polri menyatakan, sebanyak 12 penyidik Polri yang tergabung dalam satuan tugas kasus BW telah melaporkan Komisi Nasional HAM ke Polda Metro Jaya)

Apakah kedekatan dengan BG memengaruhi kinerja Anda?

Saya memang anak buahnya di Lembaga Pendidikan Kepolisian, tetapi saya tegaskan tidak ada pengaruh dia dalam pemilihan saya sebagai Kabareskrim. Keputusan terkait saya, yang dipilih menjabat posisi ini berdasarkan penilaian Wakil Kepala Polri dan persetujuan Presiden.

Saya bekerja profesional dan tidak ada intervensi dari siapa pun. Kedekatan saya dengan BG adalah kedekatan biasa seperti kedekatan saya kepada seluruh perwira tinggi di Polri, misalnya Wakapolri Komjen Badrodin Haiti atau Irwasum Komjen Dwi Priyatno. Tidak ada hubungan istimewa. Apalagi ada kabar saya besanan dengan BG, itu salah. Anak saya belum ada yang menikah.

Anda sendiri pernah bermimpi menjabat Kepala Bareskrim?

Tidak pernah. Saya sudah bersyukur menjadi polisi. Mendapat bintang tiga pun tidak pernah saya impikan.

Masa pengabdian saya tersisa sekitar tiga tahun lagi, sehingga saya berkomitmen untuk memberikan yang terbaik. Dengan amanat ini, saya hanya bertugas untuk penegakan hukum yang setegak-tegaknya. Saya tidak ingin mencoreng nama baik ayah saya sebagai salah satu pejuang kemerdekaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar