Mengatasi
Anomali Rupiah
Nugroho SBM ; Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB)
Universitas Diponegoro Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 19 Maret 2015
PEMERINTAH
dan Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan paket kebijakan untuk mengatasi
pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (SM, 14/3/15). Arah kebijakan
itu antara lain menjaga defisit transaski berjalan 2,5 sampai 3% dari produk
domestik bruto (PDB), menjaga inflasi di kisaran 4%, mendorong pengelolaan
utang luar negeri secara sehat, menjaga kesehatan pasar uang terhadap risiko
kredit dan likuiditas, mendorong perbankan menyediakan fasilitas lindung
nilai tukar (hedging), dan
mendorong transaski dalam rupiah di dalam negeri.
Untuk
menilai apakah paket kebijakan itu berhasil mengatasi pelemahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS, perlu mengetahui dulu seluk-beluk pelemahan nilai
tukar rupiah terhadap dolar. Nilai tukar wajar rupiah terhadap dolar AS saat
ini Rp 12.600 per dolar AS. Asumsi di APBNP 2015 mendekati nilai tersebut,
yaitu Rp 12.500.
Fundamen
ekonomi Indonesia pun sebenarnya mendukung nilai tukar wajar rupiah terhadap
dolar AS dan asumsi di APBNP2015. Pertama; arus modal asing masuk dalam surat
berharga terus meningkat. Kepemilikan asing di saham di bursa sampai Maret
2015 mencapai Rp 10,3 triliun dan di obligasi pemerintah Rp 508 triliun (40%
dari total obligasi pemerintah).
Kedua;
neraca pembayaran Indonesia juga mengalami surplus di tahun 2014 sebesar 17,4
miliar. Kondisi ini lebih baik dari 2013 ketika neraca pembayaran Indonesia
defisit 7,1 miliar dolar AS. Ketiga; tahun 2014 sebenarnya rupiah lebih
perkasa dibanding mata uang lain karena hanya terdepresiasi 1,75%. Bandingkan
dengan yen Jepang (12,1%), ringgit Malaysia (6,3%), dolar Taiwan (5,8%),
dolar Singapura (4,7%), won Korsel (3,2%), yuan Tiongkok (2,4%), dan rupee
India (1,81%).
Keempat;
pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun 2015 ini terjadi secara
gradual, yaitu 3 tahun 6 bulan dari posisi Rp 8.500 per dolar AS tahun 2011
menjadi Rp 13.000-an tahun 2015. Hal ini berbeda dari 2008 saat terjadi
krisis keuangan di AS dan Eropa ketika rupiah melemah secara tiba-tiba 39%,
dari Rp 9.073 per dolar AS menjadi Rp 12.650 dalam waktu hanya 3 bulan.
Menekan Permintaan
Fakta-fakta
itu menuntun pada kesimpulan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS sampai Rp 13.000 lebih adalah anomali. Penyebabnya adalah adanya
unsur ketidakpastian dan spekulasi. Ada spekulan raksasa yang bermain dalam
situasi sekarang ini.
Mereka
punya modal besar dan bisa seenaknya mempermainkaan nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS. Adapun unsur ketidakpastian pasti menimbulkan kepanikan
bagi pemilik uang terkait realisasi kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah
yang sekarang yang belum tampak. Misalnya bagaimana alokasi dana dari hasil penghematan
subsidi BBM dilaksanakan.
Bagaimana
paket kebijakan baru pemerintah dan BI untuk meredam pelemahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar? Kebijakan ini meredam dari sisi fundamen ekonomi
Indonesia yang sebenarnya baik-baik saja. Pertama; kebijakan untuk menekan
defisit transaksi berjalan memang baik untuk menekan permintaan terhadap
dolar AS yang bisa membuat dolar AS terapresiasi atau rupiah terdepresiasi.
Kedua;
kebijakan menekan inflasi juga arahnya menekan depresiasi rupiah terhadap
dolar AS dengan cara membatasi rupiah yang beredar. Kalau jumlah rupiah
berkurang dan dolar AS tetap maka nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
mengalami apresiasi.
Ketiga;
pengelolaan utang luar negeri yang sehat akan mendukung pengaturan penggunaan
valuta asing atau cadangan devisa di dalam negeri. Barangkali yang dimaksud
dengan pengelolaan utang luar negeri yang sehat adalah bagaimana mengatur
agar jatuh tempo utang luar negeri, baik swasta maupun pemerintah, tidak
bersamaan sehingga kebutuhan dolar AS untuk membayarnya tidak bersamaan dalam
jumlah besar hingga menimbulkan kepanikan seperti pada krisis 1997.
Keempat;
mendorong perbankan menyediakan faisilitas lindung nilai untuk utang luar
negeri merupakan kebijakan yang menarik. Dengan fasilitas itu maka pengusaha
yang mempunyai utang luar negeri akan terlindungi dari risiko fluktuasi nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS. Hal ini akan mengurangi faktor psikologis
atau kepanikan yang bisa membuat rupiah terjerembab lebih dalam.
Kelima;
mendorong penggunaan transaksi dalam rupiah di dalam negeri merupakan
kebijakan inovatif. Selama ini, kebijakan konvensional yang dikeluarkan BI
untuk menekan depresiasi rupiah terhadap dolar AS adalah menekan pasokan atau
penawaran rupiah. Sebenarnya bisa saja membatasi penggunaan dolar AS untuk
transaksi di dalam negeri dan mendorong penggunaan rupiah, khususnya untuk
transaski di dalam negeri. Jadi kebijakan ini sudah benar dan inovatif.
Namun, semua itu memerukan kebijakan untuk mengatasi sumber anomali, yaitu
spekulasi dan ketidakpastian. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar