Kamis, 12 Maret 2015

Kebakaran Vertikal dan Horizontal

Kebakaran Vertikal dan Horizontal

Manlian Ronald A Simanjuntak  ;  Guru Besar Manajemen Konstruksi;
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Pelita Harapan
MEDIA INDONESIA, 11 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                

KEBAKARAN Gedung Wisma Kosgoro, Senin (9/3), menambah daftar rentetan potret kebakaran di Kota DKI Jakarta. Kita juga masih ingat beberapa hari lalu terjadi kebakaran di lingkungan permukiman Tanah Abang. Dalam proses pemadaman ini, berarti kita perlu memperhatikan strategi khusus agar pemadaman tidak merugikan jiwa penghuni sekaligus jiwa tim pemadam. Kebakaran yang terjadi pada Gedung Wisma Kosgoro dan kebakaran di lingkungan permukiman Tanah Abang merupakan realita kebakaran vertikal dan horizontal di perkotaan.

Belajar dari karakter risiko kebakaran vertikal pada Gedung Wisma Kosgoro, beberapa hal penting yang perlu dicatat, pertama, sejauh mana kesiapan sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran gedung? Gedung sebaiknya tidak hanya bergantung kepada tim pemadam kebakaran eksternal oleh karena yang penting sistem pemadaman internal harus lebih dulu siap dan mampu menanggulangi kebakaran.Wisma Kosgoro yang terletak di jalur pusat strategis kota harus memiliki seluruh sistem proteksi kebakaran yang berfungsi optimal. Mulai dari sistem deteksi asap atau api, sistem komunikasi signal alarm asap atau api, sistem pemadaman otomatis sprinkler, sistem pemadaman manual APAR dan hidran di dalam gedung, serta sistem otomatis pembuangan asap atau mengalirkan api ke luar gedung.

Kedua, apakah elemen arsitektur, infrastruktur, struktur, dan pengisi bangunan berfungsi maksimal (built in system)? Saya mencatat dari berbagai sumber, saat kebakaran di Gedung Wisma Kosgoro, sejumlah tim pemadam tidak mudah menuju dan masuk ke gedung. Perlu dicermati pola tata ruang eksterior dan interior gedung, apakah mudah untuk penyelamatan dan pemadaman? Api yang mudah melintas dari lantai 16, kemudian menuju ke lantai 18 menunjukkan lemahnya kompartemenisasi yang menghambat api melintas dari ruang ke ruang yang lain.

Ketiga, penghuni dan penanggung jawab lantai juga harus siap. Hal ini justru yang paling penting jika dibandingkan dengan yang lain, karena filosofi penyelamatan dan pemadaman dilakukan mandiri penghuni gedung dan tidak tergantung kepada sistem yang ditempelkan atau ditambahkan pada bangunan gedung. Kebakaran horizontal pada permukiman di Tanah Abang memiliki catatan penting, yaitu pertama, arsitektur bangunan gedung dan lingkungan yang tanggap risiko api.

Dalam hal ini perlu diperhatikan pola penataan massa gedung, penataan infrastruktur pendukung, dan kesiapan mengantisipasi kebakaran. Pertanyaan lanjutan, apakah permukiman Tanah Abang sudah ditata tanggap terhadap risiko kebakaran sehingga ketika terjadi kebakaran tidak menjalarkan api secara horizontal? Apakah sudah benar peruntukannya sesuai tata ruang yang dipersyaratkan? Apakah bahan bangunannya tahan api? Apakah jalur evakuasi permukiman dan infrastruktur pendukung siap? Hal kedua yang tidak kalah penting untuk kebakaran horizontal, yaitu perilaku penghuni yang tidak menimbulkan risiko kebakaran.

Rekomendasi

Dari kedua potret kebakaran vertikal dan horizontal itu, rekomendasi pentingnya, pertama, penghuni sebagai human system harus tanggap dan siap mengantisipasi risiko kebakaran. Penanggung jawab lantai gedung tinggi serta relawan kebakaran (Balakar) untuk hunian horizontal harus proaktif dijalankan. 

Kedua, Kota Jakarta harus dievaluasi tata ruangnya. Catatan RUTR Kota Jakarta 2010-2020 harus dievaluasi beban penataan bangunan gedung, ruang terbuka, dan infrastruktur kota apakah sudah benar sehingga mewujudkan Kota Jakarta aman terhadap api bisa dilakukan. Dalam rangka standard pelayanan minimal (SPM), Jakarta harus memiliki emergency response time (ERT) yang minimal sama dengan negara lain, yaitu 8-10 menit. ERT ini bukan hanya tim pemadam sampai ke lokasi dalam 8-10 menit, bahkan hingga tim pemadam kebakaran siap memadamkan api.

Ketiga, setelah tata ruang kota beres dirapikan, selanjutnya sertifikasi laik fungsi (SLF) secara khusus terhadap risiko kebakaran harus terwujud. Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) khususnya keselamatan bangunan gedung terhadap kebakaran harus segera divitalkan. Bangunan gedung tidak dapat dioperasikan tanpa adanya persetujuan aspek keselamatan kebakaran.

Keempat, melakukan audit dan klasifikasi risiko kebakaran seluruh bangunan gedung secara khusus di Jakarta. Fire risk mapping ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan pengurangan risiko kebakaran. Kelima, memvitalkan kembali kompetensi pemadam kebakaran dan memvitalkan peran seluruh pemda dalam menanggulangi kebakaran. Perlu dicatat, bahwa selain peran rakyat, peran pemerintah yang didukung para pakar juga penting diperlukan.

Dalam tatanan pemerintah pusat, atas rekomendasi pakar terkait, Mendagri akan mendorong Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi untuk segera menetapkan jabatan fungsional damkar. Sehubungan dengan hal itu pula, Kemendagri akan mengesahkan Komite Standardisasi Kompetensi Pemadam Kebakaran yang akan mendorong dan melakukan verifikasi seluruh jabatan fungsional Damkar di Indonesia.

Di tingkat provinsi juga akan dilakukan mapping kabupaten/kota yang rawan kebakaran. Selanjutnya, BPBD provinsi dan Biro Pemerintahan Umum memfasilitasi pendampingan peningkatan segala prasarana pengendalian kebakaran melalui dana APBD provinsi dan juga memfasilitasi pendidikan serta pelatihan petugas pemadam kebakaran di kabupaten/kota. Seluruh strategi pencegahan, penanggulangan, dan penyelamatan kebakaran di kabupaten/kota akan ditindaklanjuti melalui perencanaan pembangunan dan anggaran yang terdokumentasi dalam RPJMD, Renstra, RKPD, dan Renja RKA-SKPD serta RAPBD. Pencegahan dan penanggulangan risiko kebakaran sangatlah strategis.Tercatat beberapa kementerian di negara ini ikut terlibat aktif menanggulangi kebakaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar