Eskatologi
Batu Akik
Damhuri Muhammad ; Sastrawan, Tinggal di Depok
|
KOMPAS,
18 Maret 2015
Jauh
sebelum histeria batu akik merajalela, di lereng sebuah bukit di pedalaman
Sumatera, sekelompok orang menggelar semacam ritual mengangkat benda keramat
dari lubang yang telah berbulan-bulan mereka gali.
Dukun
pilih-tanding khusyuk membaca mantra, sementara tiga laki-laki bertubuh kekar
berjaga-jaga dan waspada bila ada orang lain yang mengintip peristiwa ganjil
itu dari kedalaman rimba. Lalu, gumpalan-gumpalan tanah di dasar lubang
menyembur ke permukaan, seperti ada tenaga yang mengisapnya dari angkasa.
Serpihan-serpihan tanah liat yang berjatuhan disambut dengan selembar kain
putih yang lebih dahulu dihamparkan di sekitar lubang.
Benda
”keramat” yang mereka tunggu-tunggu telah berada dalam lipatan kain putih. Ia
bernama badar besi. Batu hitam-bundar sebesar buah duku yang dipercaya
berkhasiat dapat membuat pemiliknya kebal senjata alias tak mempan dibacok.
Pada
suatu petang berkabut dukun pilih-tanding melakukan tirakat pengujian
sederhana. Badar besi dipilin erat dengan kain putih, lalu dikebatkan di
lingkar leher anjing. Setiap anggota kelompok menebas kuduk anjing dengan
golok panjang yang biasa dipakai menyembelih kambing.
Tebasan
demi tebasan berkelebat, tetapi tak setetes darah pun tertumpah. Anjing hanya
menengking dan menyalak ketakutan setiap kali mata golok bersarang di
badannya. Dagingnya kebal sempurna. Begitulah kesaktian badar besi. Siapa
yang memilikinya tiada bakal mempan dilukai oleh segala macam senjata dari
unsur besi. Itu sebabnya ia bernama badar besi.
Namun,
sebelum badar besi berpindah tangan kepada penadah, sebelum ia mendatangkan
keberlimpahan yang mesti dibagi rata, keluarga dari tiga lelaki pemburu
barang keramat itu hancur berantakan. Betapa tidak? Ladang dan sawah telah
ditinggalkan. Dapur yang mesti terus berasap tak dihiraukan. Satu diusir
istri secara tak terhormat. Satu tercekik utang dalam jumlah yang mustahil
dapat ditebus. Satu lagi tergeletak sakit tak tentu sebab.
Para
anggota kelompok rahasia itu bertumbangan lantaran terobsesi pada badar besi
dengan segenap keberlimpahan yang bakal tiba. Mereka melarikan diri dari
hidup yang meletihkan, dari kenyataan keseharian yang dari waktu ke waktu
terpuruk dalam kepayahan, dari harapan-harapan yang tak kunjung tercapai.
Kekecewaan yang banal
Inilah
kenyataan yang sedang melanda hidup kita kini. Harapan besar pada seorang
pemimpin yang sungguh-sungguh akan mewujudkan kesejahteraan putus di tengah
jalan. Optimisme pada perubahan yang dijanjikan terkubur sebelum waktunya.
Janji- janji tentang keadilan tak lebih dari residu musim kampanye.
Tak
ada yang bisa menjadi pegangan. Tempat menggantungkan cita-cita telah roboh.
Di medan kekuasaan mereka sibuk dan kasak-kusuk, saling sikut berebut kue
kemenangan, sementara kita menonton dari kejauhan. Tiada lagi idola yang
pantas dibanggakan. Banyak orang dilanda kekecewaan yang banal dan nyaris tak
terselamatkan.
Maka,
tibalah saatnya kita beralih mencari idola baru. Barangkali lebih baik
berbicara dengan hewan-hewan piaraan, seperti perkutut, murai batu, ikan
louhan, ikan cupang, ketimbang memikirkan hidup yang makin tak bermutu. Lebih
baik membaca sasmita, pertanda, dan keajaiban yang tersembunyi dalam bacan,
sungai dareh, lumut suliki, nama-nama batuk akik yang sedang menjadi pusat
perhatian.
Kini
kita lebih bersukaria membincangkan seluk-beluk dunia batu akik ketimbang
menyimak retorika penguasa dengan segenap iming-iming kosong di layar kaca.
Kalau sudah bicara, seolah-olah mereka akan betul-betul menuntaskan segala
persoalan. Namun, angka pengangguran tetap menanjak tinggi, lapangan kerja
langka, nilai-tukar rupiah kian merosot, tarif listrik akan naik. Subsidi
pupuk akan dicabut. Hukum tajam ke bawah. Ekonomi senantiasa payah.
Histeria
batu akik setali tiga uang dengan antusiasme ibu-ibu rumah tangga saat
menyaksikan upacara pernikahan Raffi Ahmad yang disiarkan langsung televisi
swasta. Banyak pihak yang mengumpat karena peristiwa privat telah mencemari
frekuensi publik dan, karena itu, tidak patut dipertontonkan. Apalagi
mempertontonkan kemewahan dalam situasi kepayahan yang sedang menjalar hingga
pelosok-pelosok kampung. Namun, tayangan infotainment dan sinetron adalah
oase menyejukkan bagi mereka yang sudah jenuh, bahkan jengkel, pada tayangan
berita politik yang tak berakibat pada berubahnya peruntungan mereka.
Apa
pun kebijakan pemerintah yang dimaklumatkan di media, hidup mereka
begitu-begitu saja. Kamar rawat inap tetap penuh bagi para pemegang kartu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Layanan kesehatan bagi mereka
tetap saja tidak manusiawi meski itu bukanlah layanan gratis. Sebagaimana
amanat UU BPJS, rakyat membayar iuran kecuali yang terkategori penerima
bantuan iuran yang ditanggung anggaran pendapatan dan belanja negara.
Media hiburan baru
Maka,
biarkan rakyat mencari hiburan sendiri atau menemukan gelanggang pelarian.
Infotainment, sinetron tak bermutu, kucing anggora, tanaman anthurium, murai
batu, dan batu akik adalah media hiburan baru di tengah padang gersang
harapan di dunia nyata. Ia dapat menjinakkan keliaran dalam kekecewaan massal
lantaran kemarau keteladanan, harapan, dan masa depan.
Batu
akik menyuguhkan eskatologi tersendiri. Banyak orang dibuat sibuk mencari,
mengasah, dan memperjualbelikan mimpi- mimpi eskatologis yang tersembunyi
dalam tarikh setiap batu. Tentang sakit yang bakal sembuh, rezeki yang akan
berlimpah, ”karomah-karomah” yang akan tiba dari pintu-pintu tak terduga,
yang dikabarkan oleh berbagai pertanda dalam sekian banyak jenis batu akik.
Kegandrungan
pada dunia batu yang hampir tak terbendung dewasa ini barangkali pula
cakrawala pandang baru yang hendak memaklumatkan bahwa moralitas kekuasaan
masa kini sedang berada di ambang zaman batu. Keras dan culas. Cadas dan telengas.
Menggergaji dalam permufakatan. Menggunting dalam lipatan. Balapan menangguk
ikan di air keruh. Berkepala batu bila ditegur dan diingatkan. Mungkin hanya
kaum penggenggam batu yang bakal sanggup membereskannya. Maka, batu akik akan
senantiasa dipuja dan dirayakan hingga datang idola baru yang lebih
membahagiakan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar