Selasa, 03 Maret 2015

Ali Baba Persia, Hangzhou, dan Medan

Ali Baba Persia, Hangzhou, dan Medan

Rokhmin Dahuri  ;  Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor
KORAN SINDO, 02 Maret 2015

                                                                                                                       
                                                

Hikayat Ali Baba sangat terkenal di Indonesia. Karya sastra asal Persia karangan Abu Nawas (Abu Nuas) di zaman Khalifah Harun al-Rasyid itu menceritakan nasib kakak beradik anak orang kaya, Kasim dan Ali Baba.

Setelah ayahnya yang kaya itu wafat, Kasim langsung merebut seluruh harta warisan tanpa peduli terhadap adiknya, Ali Baba. Tak cukup dengan harta warisan ayahnya yang melimpah, Kasim pun mengawini putri orang kaya. Jadilah Kasim dan istrinya hidup mewah di kota dengan harta yang berlimpah. Sebaliknya Ali Baba. Tak mendapat warisan, dia pun menikah dengan orang miskin.

Suami istri miskin itu memutuskan untuk tinggal di tepi hutan di daerah pegunungan. Ali Baba tak pernah minta bagian harta warisan ayahnya yang dikuasai Kasim. Pada suatu hari, Ali Baba melihat 40 perampok menyembunyikan hasil jarahannya di sebuah gua. Ali Baba menguntitnya dari belakang dan mendengar mantra untuk membuka dan menutup gua itu. Sepeninggal gerombolan penyamun itu, Ali Baba pun mengucapkan mantra ”iftah ya simsim” dan berhasil membuka gua.

Betapa terkejutnya Ali Baba ketika melihat kepingan emas berkarung-karung di gua itu. Lalu, ia pun mengambil sedikit emas tersebut dan meminjam dacin (alat timbang) kepada kakaknya, Kasim. Sang Kakak curiga. Ia pun menempelkan bahan perekat di bawah alat timbang itu agar tahu apa yang akan ditimbang Ali Baba. Ketika dacin itu dikembalikan, beberapa keping emas menempel di dacin dan Kasim tahu bahwa Ali Baba mempunyai emas yang banyak.

Walhasil, setelah dibujuk sang kakak, Ali Baba pun bercerita tentang gerombolan penyamun itu. Seterusnya, tanpa sepengetahuan Ali Baba, Kasim pun datang ke gua dan mengambil seluruh emas tersebut. Tapi celaka, karena keserakahannya, Kasim lupa mantra untuk membuka gua itu. Akhirnya para perampok pun datang ke gua dan membunuh Kasim! Itulah sekelumit kisah tentang Ali Baba yang amat terkenal di Indonesia.

Rupanya, kisah asal Persia ini cukup favorit di China. Seorang anak pendongeng dari Hangzhou, Tiongkok, bernama Jack Ma belum lama ini (19 September 2014) mengejutkan bursa saham Wall- Street, New York. Betapa tidak, ketika ia membuka initial public offering (IPO)–menawarkan saham perusahaan online -nya yang diberi nama Ali Baba untuk pertama kali—, hanya beberapa jam terkumpul uang USD25 miliar.

Hanya sekejap, tulis Times, Jack Ma menjadi miliuner baru di jagat ini mengalahkan Mark Zuckerberg (Facebook) dan Jeff Bezos (Amazon .com). Padahal, situs e-commerce Ali Baba yang dibuat Jack Ma hanya bermodalkan nekat! Jack Ma, tidak seperti Ali Baba Persia yang anak saudagar kaya (meski disingkirkan kakaknya, Kasim), ia adalah anak pendongeng. Masa kecilnya miskin.

Hiburannya pun cukup dengan dongeng-dongeng dari ayahnya. Hanya bermodalkan bahasa Inggris China yang compang-camping yang diajarkan sang ayah, Jack Ma nekat ke Amerika belajar membuat web . Lalu, jadilah Alibaba.Com–sebuah situs e-commerce yang pengunjungnya jauh melebihi situs serupa yang ada seperti eBay, Amazon, dan PayPal.

Bayangkan, lebih dari 8,5 juta toko yang menjual segala macam barang di China bergabung di Ali Baba. Fantastis! Itulah sebabnya, ketika Jack Ma ”melantai” di bursa Wall Street untuk pertama kali (IPO), orang-orang di seluruh dunia berebut membeli sahamnya. Hasilnya, Jack Ma pun menjadi orang kaya-raya! Sebuah perjuangan yang berhasil karena kerja keras, kreatif, dan jujur.

Jika Ali Baba versi Persia menjadi kaya-raya karena kesabaran dan kejujurannya dan Ali Baba versi Hangzhou kaya-raya karena pengembangan bisnis on-line -nya, maka Ali Baba versi Medan kaya-raya karena kongkalikong dengan mafia illegal fishing di perairan Indonesia. Medan dan pelabuhan-pelabuhan ikan di Sumatera–seperti dilaporkan majalah Detik.com— ibarat persembunyian gerombolan penyamun emas dalam kisah Ali Baba tadi. Di kota inilah beragam mafia hidup nyaman.

Orang-orang dari Ditjen Pajak tahu betul–siapa pun yang akan bertugas di Medan– siap-siaplah berlatih revolusi mental. Jika tidak, niscaya akan masuk sarang mafia. Ali Baba–julukan mafia illegal fishing versi majalah Detik.Com ini–memang luar biasa. Coba tangkaplah kapal pencuri ikan dari Thailand, Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Malaysia. Lalu tunggu beberapa hari. Kapal itu sudah kembali ke pemiliknya, lapor wartawan Detik.Com .

Siapa pelakunya? Mafia Ali Baba! Mafia ini yang terlihat adalah orang setempat. Tapi jaringannya luas sekali, mulai dari pengusaha besar, pejabat tinggi sipil, pejabat tinggi militer hingga pejabat tinggi politik. Ali Baba rajin membeli kapal pencuri ikan yang dilelang aparat keamanan, lalu kapal itu dikembalikan ke pemiliknya di luar negeri.

Hanya mengubah cat kapal, menempelkan bendera merah putih, memberi nama kapal dengan bahasa Indonesia, kapal-kapal itu pun kembali mencuri ikan. Jika kapal itu mencuri ikan lagi, ketahuan aparat lagi, ditangkap lagi, diadili lagi, kapalnya dilelang lagi, tak lama kemudian kapal itu pun kembali lagi ke pemiliknya dan dipakai untuk mencuri ikan lagi.

Sebuah lingkaran setan! Jokowi dan Susi yang hendak menyelamatkan kekayaan negara senilai Rp300 triliun yang dicuri kapal-kapal penangkap ikan ilegal tiap tahun memang harus meledakkan kapal-kapal tersebut untuk memutus jaringan mafia Ali Baba. Sudah puluhan kapal pencuri ikan dihancurkan. Mestinya lebih banyak lagi karena kapal pencuri ikan yang menjarah laut Indonesia jumlahnya mencapai 5.000 buah. Itu pun data tahun 2003, kata Riza Damanik, Ketua Dewan Penasihat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia.

Sekarang tahun 2014, menurut Riza, jumlah kapal pencuri ikan mencapai 5.400 kapal. Luar biasa! Kapal-kapal itu seperti ditelusuri majalah Tempo di Thailand dan China baru-baru ini, nama di lambungnya sangat Indonesia. Tapi sebetulnya milik asing atau kerja sama antara pihak asing dan para mafioso pencuri ikan dalam negeri. Itulah tantangan Jokowi dan Susi ke depan.

Tak ada lagi waktu untuk berdebat siapa yang salah (kepolisian, tentara, Kementerian Kelautan, dan pemerintah pusat) sehingga pencuri leluasa menjarah ikan di perairan Indonesia. Kini saatnya bangsa Indonesia harus bersatu padu mengamankan perairan Nusantara.

Renungkan kata-kata Bung Karno, kalau Indonesia ingin jaya dan disegani, tunjukkan ketegasan dan keberaniannya di laut! Ingat 75% wilayah Indonesia adalah lautan. Karena itu, laut adalah kekuatan Indonesia, masa depan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar